Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Mengenang Ki Enthus Susmono, Bupati Nyentrik dari Dunia Pedalangan
29 Mei 2018 22:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Makmun Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Namanya sudah dikenal luas dalam dunia seni sebagai seorang dalang nan kreatif. Sebelum menjabat Bupati Tegal periode 2014-2019, pria kelahiran Tegal, 21 Juni 1966 ini lebih dulu dikenal sebagai dalang. Dan, saat menjadi bupati banyak membuat terobosan. Dialah Ki Enthus Susmono.
ADVERTISEMENT
Enthus dilantik sebagai Bupati Tegal, pada 8 Januari 2014. Sifat kesenimanannya dan pandangan-pandangannya yang luas sering kontroversial diharapkan menyegarkan suasana birokrasi Kabupaten Tegal. Ia diharapkan banyak melakukan terobosan dalam kepemimpinannya.
Sifat kesenimanan Enthus pun terbawa dalam mengelola pemerintahan, sampai-sampai dalam urusan pelantikan pejabat tidak digelar gedung melainkan di kuburan. Enthus juga berkali-kali menegaskan bahwa pemerintahannya harus bersih dari korupsi dan mengayomi rakyat.
Bupati Enthus banyak melakukan gebrakan yang membuat orang terhenyak. Dalam buku 100 Tokoh Jawa Tengah - Profil Sejumlah Orang Berpengaruh (2015), disebutkan salah satu contoh gebrakan Enthus yang telah dijalankan dalam reformasi birokrasi dan tata kelola yaitu merintis kerjasa sama (MOU) dengan Divisi Pencegahan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam momentum Hari Jadi Kabupaten Tegal ke-413, Enthus menyatakan perang terhadap segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dituangkan dalam pakta integritas yang harus dilaksanakan semua aparat birokrasi. Enthus juga tak segan-segan terjun ke lapangan, menindak tegas para pelanggar peraturan, misalnya menutup usaha tambang galian C ilegal.
Gebrakan lain yang telah berkali-kali dicontohkan Enthus adalah gerakan sosial "Ngrogoh Kantong Wekna Wong". Secara harfiah terminologi tersebut berarti merogoh saku memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk disedekahkan kepada kaum yang kurang beruntung (dhuafa).
Dalam buku yang dieditori Bambang Sadono itu, Enthus menjelaskan filosofi yang bisa ditarik dari gerakan sosial tersebut, bahwa pemerintah tidak akan mampu berjuang sendirian dalam mengentaskan kemiskinan karena terbatasnya sumberdaya yang dimiliki. Seluruh komponen masyarakat harus dilibatkan dalam upaya pemberantasan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Menurut ayah dari Firman Jindra Satria, Firman Haryo Susilo, Firma Nur Jannah, dan Firman Jafar Tantowi ini, dalam gerakan sosial ini selain nilai sosial, juga terkandung nilai religius yang secara sosiokultural telah dimiliki oleh masyarakat. Bersedekah merupakan perbuatan yang memiliki nilai ibadah dan pahalanya besar.
Enthus juga menyebut tentang semangat kegotongroyongan yang perlu dihidupkan kembali. Ia adalah semangat bekerja sama dengan rasa pasedulur dan keikhlasan, sebagai satu bentuk kearifan lokal. Kemampuan bergotong royong adalah kekuatan dari dalam yang khas.
Gotong royong merupakan manifestasi dari demokrasi dan dapat diindikasikan dengan besarnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan. Gotong royong merupakan landasan penting dalam mencapai kesejateraan yang adil. Selain itu, gotong royong harus menjadi asas bagi proses pembangunan dan distribusi hasil-hasilnya. Pembangunan harus dilaksanakan dengan berbasis pada hak-hak rakyat.
ADVERTISEMENT
Enthus pun menyebut tentang pentingnya ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan kepada Tuhan memiliki pengertian bahwa segala tata kehidupan dan regulasi pembangunan ditujukan bagi kesejahteraan rakyat Kabupaten Tegal dengan niat ibadah dalam rangka mengabdi kepada Tuhan dan mensyukuri limpahan rahmat dan karunia-Nya.
Ketakwaan ini merupakan asas pokok sekaligus modal pembangunan. Artinya, ketakwaan kepada Tuhan merupakan landasan tata kerja proses pengembangan menuju perikehidupan yang sejahtera dan beradab.
Enthus memang benar-benar melakukan banyak terobosan dalam kepemimpinannya. Rumah dinasnya dijadikan sebagai rumah rakyat. Warga Kabupaten Tegal, siapa pun dia, dipersilakan datang bertamu untuk berdialog dengannya. Dengan cara seperti ini, Enthus bisa mendengarkan secara langsung persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat.
Sehari rata-rata yang datang ke rumah dinasnya mencapai seribu orang. Mereka pun mendapatkan makanan semua. Bahkan sampai larut malam pun Enthus melayani mereka. "Alhamdulillah, entah dari mana, beras tak pernah habis, selalu ada di dapur," kata alumni SMAN 1 Tegal itu.
ADVERTISEMENT
Terobosan lain yang dilakukan Ethus adalah dalam pengangkatan pejabat. Enthus mengatakan, dulu orang kalau ingin menjadi pejabat , harus membayar kepada bupati. Mereka, para calon pejabat itu, harus berusaha sowan kepada bupati. Bahkan ada rumor, mereka harus merogoh kantongnya sampai ratusan juta rupiah.
"Tetapi kini saya hilangkan semua itu. Tidak ada lagi suap atau upati dalam pengangkatan pejabat. Saya bahkan mendatangi langsung para calon pejabat, saya tawari jabatan, saya katakan, tidak usah membayar. Gratis," katanya.
Enthus yang mengaku selalu berangkat tidur setelah Subuh dan sudah berada di kantor pukul 08.00 itu mengatakan, sebagai bupati ia tidak mencari kekayaan. Enthus ingin jabatannya benar-benar amanah dan bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Tegal. "Saya menolak segala fee proyek. Fee dari Bank Jateng kepada bupati, misalnya, yang konon dulu ada, saya hilangkan," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Enthus merasa senang karena jajaran birokrasi banyak mendukung kebijakannya dalam memerangi korupsi. Para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Tegal, bersedia ketika diajak menandatangani Pakta Integritas Antikorupsi. Ada tujuh poin pakta integritas yang ditandatangani, yakni pertama, SKPD harus berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kedua, SKPD dilarang meminta atau menerima pemberian secara langsung atau tidak langsung.
Selama tahun 2017 lalu, saat masih sebagai Bupati hingga di Pilkada Serentak 2018 maju kembali sebagi calon bupati Tegal tercatat sejumlah prestasi besar telah ditorehkan Enthus. Prestasi yang diraih itu antara lain, Pemkab Tegal berhasil meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI untuk kali pertama. Hasil penilaian laporan keuangan Pemerintah Daerah tersebut menunjukkan bahwa proses penganggaran di Pemkab Tegal berlangsung transparan dan bersih.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Tegal juga meraih penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup berupa Piala Adipura 2017 dari Presiden RI Joko Widodo karena berhasil meningkatkan kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup perkotaan. Selain itu, juga mendapat penghargaan Pangripta Abripaya Provinsi Jawa Tengah 2018 karena dinilai berhasil mewujudkan konsistensi di bidang perencanaan dan pencapaian hasil-hasil pembangunan daerah. Hal itu tidak lepas dari inovasi program pembangunan daerah yang dilakukan Pemkab Tegal.
Atas keberhasilan itu, Pemkab Tegal berhak melaju ke tingkat nasional dan berhasil meraih predikat terbaik 1 mengungguli kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Di tahun 2018, Pemkab Tegal juga meraih penghargaan terbaik 1 nasional di Bidang Perencanaan dan pencapaian daerah untuk tingkat Kabupaten dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinan Enthus, Kabupaten Tegal toreh banyak prestasi. Ki Enthus yang dibesarkan di lingkungan keluarga dalang, sebelum menjadi bupati berkiprah di dunia pedalangan. Debutnya sebagai dalang sejak 1986 pada usia 20 tahun.
Dua tahun kemudian, namanya mulai dikenal luas setelah sukses menyabet juara satu sekaligus menjadi dalang favorit dalam ajang lomba di Wonogiri yang diselenggarakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 2005, Enthus terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur.
Kiprahnya Ki Enthus di dunia pedalangan menarik perhatian internasional. Di tahun 2005, ia mendapat gelar doktor honoris causa di bidang seni-budaya dari International Universitas Missouri, Amerika Serikat dan Laguna College of Business and Arts, Calamba, Filipina. Sejumlah karyanya tersimpan dalam museum di luar negeri, seperti di Tropen Museum Belanda, Museum Wayang Walter Angst Jerman dan di Museum of International Folk Arts (MOIFA) New Mexico.
ADVERTISEMENT
Ki Enthus adalah seorang dalang yang nyentrik. Gaya sabetannya mengkombinasikan antara sabet wayang golek dan wayang kulit. Pun dalam menyusun komposisi musik, juga memadukan unsur modern dan tradisional. Selain itu, cerdas dalam menginterpretasi, mengadaptasi serta meramu cerita secara kreatif, inovatif, dan jeli menangkap fenomena maupun membaca isu-isu terkini sehingga semakin menarik untuk ditonton dan dinikmati.
Saat manggung, Enthus membawa pertunjukan wayang menjadi media komunikasi dan dakwah sekaligus. Bukan sekadar media hiburan, wayang juga sebagai media alternatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Kritik tajam pun meluncur dalam setiap pertunjukan wayangnya.
Enthus juga dikenal jago dalam mendesain wayang kontemporer seperti wayang dengan menghadirkan tokoh-tokoh seperti George Bush, Saddam Hussein, Osama bin Laden, tokoh politik, dan lain-lain. Enthus juga membuat Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, hingga Batman. Dengan cara seperti itu, Ki Enthus sepertinya ingin menegaskan bahwa wayang juga perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Wayang terbuka dan tak alergi untuk mendapat sentuhan baru yang kreatif.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya dikenal publik sebagai dalang nyentrik, kreatif, dan blak-blakan saat pentas wayang, Enthus juga melebur dalam dunia aktivis. Dia tak hanya menyampaikan kontrol dan kritik sosialnya melalui media wayang, melainkan juga lewat aksi nyata dalam menyikapi situasi yang terjadi di Tegal. Kasus korupsi yang terjadi di Kota Tegal yang diduga melibatkan pejabat teras dan kasus dugaan penggelembungan perolehan suara dalam pilkada Kabupaten Tegal, misalnya, Enthus mengawalnya untuk dibongkar.
Pada 2013, Enthus maju dalam pilkada Kabupaten Tegal hingga terpilih jadi orang nomor satu di Tegal untuk masa jabatan 2014-2019. Bupati Tegal berlatar dalang nyentrik itu mengembuskan nafas terakhirnya di usia 51 tahun saat tengah menunaikan aktivitas sebagai bupati. Enthus meninggal dunia karena riwayat penyakit yang dialaminya, pada Senin (14/5/2018) malam sekira pukul 19.15.
ADVERTISEMENT
Sebelum meninggal, pada sore harinya sekira pukul 17.00, Enthus bersama rombongan berencana akan mengisi pengajian di Desa Argatawang, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal, setelah sebelumnya sempat bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat di Desa Kajenengan, Kecamatan Bojong. Enthus sempat mengeluh, merasakan nyeri dada dan mual. Di tengah perjalanan, sesampainya di Desa Cerih, Kecamatan Pangkah, Enthus tidak sadarkan diri dalam mobil kemudian dilarikan ke rumah sakit. Tak lama kemudian meninggal dunia setelah sempat mendapatkan pertolongan medis.
Betapa terobosan dan prestasi mendiang Enthus sebagai seorang seniman dan bupati begitu menginspirasi. Enthus juga telah mengajarkan bagaimana agar kita menjadi manusia yang berani dan lurus. Selamat jalan Ki Enthus Susmono.