Konten dari Pengguna

Batu Uji Naskah Akademik

Mala Silviani
Asisten Pemberi Bantuan Hukum LBH Jakarta
19 September 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mala Silviani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar dibuat oleh Penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar dibuat oleh Penulis.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masalah kualitas penegakan hukum di Indonesia masih merupakan masalah yang tak luput dari sorotan tajam pada era reformasi. Sorotan tajam tersebut tak terlepas dari perihal penegakan hukum mencakup tentang reformasi hukum dan keadilan yang digaungkan dalam banyak ruang.
ADVERTISEMENT
Masalah hukum dan keadilan memang bukan masalah yang sederhana, dua hal tersebut merupakan masalah yang sangat luas serta kompleks. Ketika berbicara reformasi hukum maka tak berhenti pada perbincangan reformasi peraturan perundang-undangan saja, namun mencakup reformasi sistem hukum secara keseluruhan c.q reformasi substansi hukum (substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Untuk mempersempit isu dalam tulisan ini, uraian dalam tulisan ini dimaksudkan untuk membahas dalam hal reformasi peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah penyusunan naskah akademik (NA).
Kita sepakat bahwa konsekuensi dari Negara Hukum berarti mengingatkan bahwa semua tata aturan harus didasarkan pada hukum, hal tersebut membentuk suatu konsep bahwa setiap kehidupan dalam berbangsa, bernegara serta bermasyarakat diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini pula yang tergambar dalam terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011, berangkat dari semangat negara hukum yang menghendaki dilaksanakannya suatu pembangunan hukum yang terencana, terpadu juga berkelanjutan dalam sistem hukum nasional.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu substansi UU No.12 tahun 2011 adalah mengatur tentang keberadaan naskah akademik. Dalam UU a quo dituliskan bahwa “Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum Masyarakat”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan dibentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan Masyarakat.
Selain itu, lahirnya UU No.12 tahun 2011 secara eksplisit mengamanahkan bahwa keberadaan naskah akademik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan menjadi suatu keharusan terhadap pembentukan Undang-Undang. Dengan demikian dapat dikatakan urgensi dari sebuah dokumen naskah akademik adalah sebagai bahan baku yang dibutuhkan dalam peraturan perundang-undangan yang diolah dengan cermat berdasarkan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.
ADVERTISEMENT
Namun, penulis menyadari bahwa lubang besar potensi masalah dalam naskah akademik yang dihadapi Indonesia adalah tentang batu uji kualitas dari naskah akademik tersebut, pertanyaannya yakni Lembaga apa yang memiliki otoritas Tunggal untuk menguji kualitas dari naskah akademik? seperti yang dikatakan oleh Prof Jimly yang mengemukakan keresahanya bahwa “sudah seharusnya norma hukum yang hendak dituangkan dalam rancangan peraturan perundang-undangan benar-benar telah disusun berdasarkan pemikiran yang matang dan perenungan yang memang mendalam, semata-mata untuk kepentingan umum (public interest), bukan kepentingan pribadi atau golongan”.
Jika pembentuk undang-undang dalam hal ini Lembaga Legislatif memiliki hati luas dan lapang untuk mau mengevaluasi bagaimana kualitas produk yang selama ini mereka hasilkan mudah untuk ditemukan seberapa banyak peraturan perundang-undangan yang dibentuk tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang pada akhirnya dikemudian hari menghasilkan Undang-Undang yang mengundang badai permasalahan bagi Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bercermin dari hal di atas celakanya, kekuatan hukum hanya sebatas “law as a tool of the powerful”, bukan sarana untuk meningkatkan fungsi dan peranan Masyarakat juga birokrasi dalam mencapai Pembangunan nasional “law as a tool of social and bureaucracy engineering”.
Senada dengan keresahan Prof Jimly, seakan kita diingatkan kembali oleh pernyataan Prof Mahfud MD yang menyatakan bahwa “Hukum adalah produk politik”. Dalam lingkup ini hukum dipandang sebagai dependent variable (variable terpengaruh) sedangkan politik sebagai independent variable (variable berpengaruh).
Berangkat atas permasalahan itulah rupanya dibutuhkan suatu Lembaga Tunggal yang mampu menguji kualitas dari naskah akademik yang terbebas dari pengaruh kepentingan politik. Mengingat bahwa naskah akademik dibentuk atas pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakanginya tentulah berisi ide-ide normatif yang mengandung suatu kebenaran ilmiah sehingga diharapkan mampu terbebas dari kepentingan-kepentingan politis yang identic bersifat pribadi atau kelompok.
ADVERTISEMENT
Adapun Lembaga Tunggal apa yang ideal memiliki otoritas untuk menguji naskah akademik untuk saat ini menurut penulis yakni Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana tugas dari Kemenkumham diantaranya yakni perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan. Akan tetapi pertanyaan selanjutnya adalah apakah semua anggota Kemenkumham memiliki kewenangan untuk terlibat? Dan dapatkah dipastikan bahwa Kemenkumham betul-betul terbebas dari virus kepentingan politis? Sementara sebagaimana yang kita ketahui bahwa seringkali Menteri yang saat ini berkuasa merupakan hasil transaksi politis.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Goenawan Mohamad seorang Sastrawan dan Pendiri Majalah Tempo mengatakan bahwa “Undang-undang lahir dari perundingan yang tak selamanya bersih”.
Di tulis oleh Mala Silviani
Asisten Pemberi Bantuan Hukum LBH Jakarta
ADVERTISEMENT