Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rentetan Serangan Gaib, dari Mulai Ilmu Hitam hingga Ilmu Putih
18 Agustus 2024 13:22 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Malik Ibnu Zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya lahir, besar, dan tumbuh di keluarga pihak ibu, sehingga saya lebih akrab dengan kakek dan nenek dari pihak ibu dibandingkan dengan kakek dan nenek dari pihak ayah. Saya memanggil kakek dari pihak ibu dengan panggilan "Babah", singkatan dari "Bapak Mbah", sementara nenek dari pihak ibu saya memanggilnya "Mbah".
ADVERTISEMENT
Babah memberikan kasih sayang kepada saya layaknya seorang ayah, sebuah kasih sayang yang tidak saya dapatkan dari ayah saya sendiri. Namun, kebersamaan saya dengan Babah tidak berlangsung lama karena ia meninggal pada usia yang relatif muda, yaitu 54 tahun. Mengapa terbilang muda? Karena kebanyakan anggota keluarga besar kami bisa hidup hingga usia 80-an. Butuh waktu lama bagi kami untuk bisa berdamai dengan kepergian Babah, terutama karena ia meninggal dalam kondisi yang tidak wajar.
Pada suatu siang, Babah pingsan, dan sejak saat itu kesehatannya mulai menurun drastis. Tidak ada diagnosis pasti dari dokter; mereka menduga bahwa Babah terkena komplikasi, mengingat pola hidupnya yang suka merokok dan minum kopi. Selama Babah sakit itulah saya, ibu, nenek, dan paman bergantian menjaganya.
ADVERTISEMENT
Tubuh Babah semakin kurus kering, padahal makannya jauh lebih banyak dibandingkan saat dia masih sehat; sekali makan, dia bisa menambah berkali-kali. Sifatnya pun berubah, bukan lagi seperti sosok kakek yang saya kenal, ia menjadi mudah marah.
Mimpi Dikejar Kuntilanak
Sejak Babah sakit, ibu tinggal di rumah Babah. Malam itu giliran ibu menjaga Babah, dan ia tidur di kamar Babah. Ibu bermimpi berada dalam kondisi yang sama, menjaga Babah, namun dalam mimpi itu hanya ada Babah dan ibu. Tiba-tiba terdengar suara dari jendela yang memperingatkan untuk berhati-hati karena akan ada yang datang. Tak berselang lama, terdengar lengkingan tawa suara kuntilanak yang berusaha masuk ke rumah.
Ibu lalu mengajak Babah untuk membacakan Surat Yasin, tetapi kuntilanak tersebut tetap berusaha masuk ke rumah. Akhirnya, kuntilanak itu berhasil masuk melalui pintu belakang. Ibu mengajak Babah keluar rumah, namun kuntilanak itu masih terus mengejar mereka. Ibu menceritakan bahwa saat dikejar kuntilanak dalam mimpi itu, langit sangat cerah. Di kanan kiri jalan terdapat sawah yang menguning, dan banyak orang sedang memanen padi. Namun, tidak ada seorang pun yang memanen padi itu melihat ke jalan.
ADVERTISEMENT
Di tengah jalan, ibu merasa kebelet kencing. Ia pun tersadar dari tidurnya dan mendapati ruangan itu berbau melati, sementara jam masih menunjukkan pukul satu dini hari. Ibu segera pergi ke kamar mandi, buang air kecil, kemudian berwudhu dan sholat malam. Setelah itu, ia melanjutkan tidur dan mimpinya yang tadi terputus pun berlanjut.
Dalam mimpi, pelarian Babah dan ibu sampai di sebuah rumah kosong yang sangat gelap, menghadap timur, dengan pintu model kupu tarung. Sementara itu, kuntilanak tidak terlihat lagi di belakang mereka.
Babah dan ibu akan masuk ke rumah itu. Namun, Babah mengatakan bahwa ia akan masuk terlebih dahulu untuk memastikan apakah situasi di dalam rumah benar-benar aman, khawatir kuntilanak ada di dalam. Saat Babah masuk melalui pintu, ia tiba-tiba ditarik ke dalam oleh kuntilanak dengan suara melengking. Ibu diminta oleh Babah untuk terus berlari. Kemudian, ibu pun terbangun dari tidurnya.
ADVERTISEMENT
Pasca mimpi tersebut, kondisi Babah semakin memburuk dan ia berulang kali pingsan. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit dan dirawat selama beberapa hari. Keluarga akhirnya memutuskan agar Babah tirah, yaitu tradisi Jawa yang berarti pindah rumah bagi orang sakit dengan tujuan agar cepat sembuh. Babah pun kemudian tinggal di rumah lugu, yaitu rumah milik orang tuanya. Meskipun demikian, saya, ibu, nenek, dan paman tetap bergantian menjaga beliau.
Awal Sakit
Ketika awal Babah sakit dan kondisinya belum parah, ia sering berjemur di pagi hari. Suatu ketika, saat berjemur, temannya dari desa tetangga yang memiliki kemampuan khusus lewat di depannya. Temannya tersebut menawarkan bantuan, namun Babah menolak, mengatakan bahwa penyakitnya adalah penyakit biasa. Temannya Babah masih berusaha menolong dengan mencoba menemui ibu saya, tetapi mereka tidak pernah berhasil bertemu. Akhirnya, ketika kondisi Babah semakin parah, ibu berhasil bertemu dengan teman Babah tersebut.
ADVERTISEMENT
Temannya Babah ini menceritakan bahwa banyak sekali serangan-serangan gaib mulai dari ilmu hitam yakni santet dan teluh. Bahkan ada yang menggunakan ilmu putih yakni hizib (wirid). Kemudian teman Babah ini menyebutkan siapa yang melakukan itu tanpa menyebutkan nama, hanya menyebutkan ciri-cirinya saja. Intinya banyak sekali ada yang melakukan serangan gaib, ada yang melakukan sejak lama, ada yang baru, dan dengan berbagai motif.
Beberapa hari sebelum Babah meninggal, kami mengundang seorang ustadz dari kecamatan sebelah. Jawabannya sama dengan yang diberikan oleh teman Babah. Ustadz tersebut mengatakan bahwa sebenarnya Babah bisa mengatasi semua kiriman gaib tersebut, namun ada satu yang tidak bisa diatasi, yaitu hizib, sehingga akhirnya Babah tumbang. Saat Babah tumbang, kiriman-kiriman gaib lainnya seperti santet dan teluh bisa masuk.
ADVERTISEMENT
Saat kedatangan ustadz tersebut, saya sedang berada di sekolah. Ibu menceritakan bahwa sempat terjadi semacam mediumisasi, di mana Babah berbicara tetapi suaranya bukan suara Babah. Mediumisasi ini mencakup informasi seperti lokasi rumah yang melakukan kiriman tersebut, dan lain-lain.
Pasca kedatangan ustadz tersebut, kondisi Babah berangsur membaik; ia tidak marah-marah lagi. Kemudian Babah berucap kepada paman, “Tolong bersihkan sampah-sampah di rumah, kotor sekali dan berserakan. Buanglah sampah-sampah itu ke Tuk Mudal pada Hari Kamis.” Paman pun bingung mengenai maksudnya. Tuk Mudal sendiri adalah sebuah kolam mata air yang pada zaman dahulu sering digunakan untuk membuang sesuatu yang negatif.
Kemudian, Babah menanyakan kepada paman apakah sampah-sampah tersebut sudah dibuang. Paman menjawab bahwa sudah dibuang, meskipun ia sendiri bingung mengenai apa yang harus dibuang. Babah kemudian mengatakan bahwa sampah-sampah itu belum dibuang. Malam Jumatnya, Babah meninggal dunia, dan kata "Allah" adalah yang terakhir kali diucapkannya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari setelah meninggalnya Babah, rumah saya terkena teror berupa kembang melati dan mawar di depan pintu rumah. Kemudian kembang tersebut dikumpulkan dan dikubur.
Ustadz yang mengobati kakek hanya menyebutkan ciri-ciri orang yang melakukan serangan gaib terhadap kakek. Untuk lebih jelasnya kami diberikan amalan, di mana nanti orang yang melakukan serangan ke kakek akan datang melalui mimpi. Ya, benar saja pelaku itu datang ke mimpi saya, paman, dan ibu.
Pelaku
Hizib itu semacam amalan atau wirid, ada yang fungsinya untuk pertahanan diri, ada juga untuk menyerang. Ini tuh ilmu putih, namun ilmu putih bisa menjadi ilmu hitam tatkala disalahgunakan.
Babah memiliki teman yang merupakan Ketua Yayasan dan juga masih kerabat. Ahli waris pemilik yayasan tersebut meminta ganti rugi kepada Ketua Yayasan karena diduga menggelapkan dana yayasan. Ahli Waris yayasan ini juga masih kerabat dengan Babah. Babah ingin masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak dibawa ke jalur hukum. Oleh karena itu, diadakanlah negosiasi. Namun, Ketua Yayasan tersebut tidak mau mengembalikan dana dan tidak mengakui perbuatannya meskipun ada bukti. Negosiasi pun berakhir buntu.
ADVERTISEMENT
Niat untuk mendamaikan justru berakhir celaka bagi Babah. Ketua Yayasan menuduh Babah sebagai orang yang membocorkan penggelapan dana kepada ahli waris yayasan. Padahal, ahli waris tersebut memperoleh bukti berdasarkan laporan dari masyarakat.
Ketua Yayasan ini tuh berkunjung ke seorang kiai besar dan mengatakan bahwa di desanya ada seorang yang selalu mencegah dia untuk mengimami dan khutbah. Akhirnya Ketua Yayasan ini pun diberikan hizib. Nah, hizib inilah yang digunakan untuk menyerang Babah. Pasca Babah wafat, Ahli Waris Yayasan juga wafat, dan gejalanya sama dengan apa yang dialami oleh Babah.
Ketika terkena hizib inilah Babah tumbang, dan banyak serangan gaib yang sebelumnya berhasil ia tahan seperti santet dan teluh akhirnya bisa menembus.
ADVERTISEMENT
Kalau teluh berupa genderuwo itu berasal dari rekan bisnis, kalau santet berupa kuntilanak itu berasal dari kerabat jauh yang merasa sakit hati karena ditagih hutangnya. Lalu ada juga dari saudara yang iri terhadap keluarga Babah, ia ingin anak cucu Babah berakhir nelangsa atau susah.