Konten dari Pengguna

Hakikat Oposisi Dalam Negara Demokrasi

malik royan qodri
Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jurusan hubungan internasional
15 September 2024 10:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari malik royan qodri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi oposisi dalam konteks negara Dok: freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi oposisi dalam konteks negara Dok: freepik
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 27 Agustus 2024 lalu, saat penutupan kongres ke-III Partai Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC). Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam pidatonya mengatakan bahwa oposisi merupakan budaya barat, gontok-gontokan dan tidak mau bekerja sama. Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan, dalam kehidupan memang ada persaingan namun untuk pemerintahan nanti tidak perlu ada persaingan. Hal itu disampaikan karena beliau ingin mengajak para elit partai untuk berkolaborasi dan bekerja sama mendukung pemerintahannya. Diketahui, Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah sepakat mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, klaim terhadap oposisi yang merupakan budaya barat dan menciptakan pertengkaran menjadi klise. Melihat fenomena ini, posisi dari oposisi perlu dipertanyakan. Apakah di sebuah negara demokrasi perlu adanya oposisi? Dan apakah keberadaan oposisi menjadi hambatan dari kemajuan suatu negara?
Apa itu Oposisi?
Secara harfiah, kata ‘oposisi’ berasal dari bahasa latin yakni opponere yang artinya menentang atau menolak. Sementara secara defenisi, pengertian oposisi dari kebanyakan para ahli tidaklah sama. Namun, esensi yang selalu ada dalam memaknai oposisi adalah sekelompok orang yang berada di luar pemerintahan yang secara legal memiliki hak untuk mengkritik dan kontrol atas sikap, pandangan, ataupun kebijkan pemerintah yang berdasarkan pada perspektif ideologis atau kenyataan empiris. Dalam konteks demokrasi, oposisi berfungsi sebagai pengawas pemerintah. Kekuasaan yang tak terawasi cenderung korup atau menyalahgunakan wewenangnya. Oposisi bertugas untuk mengkritisi kebijakan pemerintah, menyoroti kelemahan, dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan kepentingan publik. Dengan adanya oposisi yang kuat, pemerintah terdorong untuk bekerja lebih baik dan lebih transparan.
ADVERTISEMENT
Robert A. Dahl seorang ilmuwan politik terkemuka, berpandangan bahwa demokrasi bukan hanya tentang pemilihan umum, tetapi juga partisipasi dan kontrol yang efektif dari rakyat. Dalam hal ini oposisi berperan penting dalam pendidikan politik masyarakat. Dengan menyuarakan pandangan yang berbeda, oposisi membantu memperkaya diskusi publik dan memperluas wawasan masyarakat tentang isu-isu yang dihadapi negara. Sehingga, hal Ini mendorong masyarakat untuk lebih kritis dan partisipatif dalam proses demokrasi.
Namun, oposisi kerap diidentikan dengan kelompok anarkis yang membenci negara. Mereka sering kali menghadapi tekanan, intimidasi, atau bahkan pembatasan dari pemerintah yang berkuasa, terutama dalam rezim yang cenderung otoriter. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebebasan berekspresi dan hak-hak politik yang memungkinkan oposisi berfungsi dengan efektif. Keberadaan dan peran oposisi harus dilindungi dan dihargai demi keberlanjutan demokrasi karena oposisi merupakan bagian integral dari demokrasi yang sehat. Tanpa oposisi, demokrasi bisa berubah menjadi otoritarianisme yang terselubung, di mana kekuasaan terkonsentrasi tanpa kontrol yang memadai.
ADVERTISEMENT
Oposisi Bukan Hambatan Bagi Kemajuan Negara
Dalam diskursus politik, oposisi kerap dipandang sebagai penghalang atau penghambat bagi kemajuan sebuah negara. Padahal kebebasan berpendapat dan beroposisi, merupakan syarat mutlak bagi pembangunan yang sejati. Sebagaimana yang disampaikan oleh Amartya Kumar Sen, dalam teorinya tentang ‘Development as Freedom’. Bahwa kemiskinan dan kelaparan tidak hanya diakibatkan oleh bencana alam, melainkan kediktatoran sistem politik dalam suatu negara. Lebih lanjut, Sen menekankan bahwa “Development can be seen as a process of expanding the real freedoms that people enjoy” . Dalam hal ini, kemajuan sebuah negara tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga menciptakan ruang kebebasan yang dapat dinikmati masyarakat.
Kebebasan politik memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik, yang pada akhirnya dapat mendorong terwujudnya kebijakan yang lebih adil dan sesuai dengan kepentingan publik. Keberadaan oposisi menjadi salah satu manifestasi dari kebebasan politik tersebut. Tanpa oposisi yang kuat, proses politik cenderung menjadi monolitik dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Oposisi memainkan peran penting dalam memastikan bahwa pemerintah tidak mengabaikan hak dan kebebasan warga negara. Dengan demikian, oposisi bukanlah hambatan bagi kemajuan, melainkan mekanisme penting yang memastikan bahwa kemajuan yang dicapai adalah hasil dari proses yang adil dan inklusif. Sebagai elemen esensial dalam mendorong kemajuan negara, oposisi memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa kebebasan politik tetap terjaga.
ADVERTISEMENT