Konten dari Pengguna

Ancaman Konflik Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

Mansur
Ketua Pengurus Wilayah FKMSB Jabodetabek IMM FH UMJ Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
29 Mei 2024 8:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mansur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konflik, laut China selatan. Foto: Shutterstock https://www.shutterstock.com/id/image-vector/missile-hits-shipping-lane-military-vessel-2436657665
zoom-in-whitePerbesar
Konflik, laut China selatan. Foto: Shutterstock https://www.shutterstock.com/id/image-vector/missile-hits-shipping-lane-military-vessel-2436657665
ADVERTISEMENT
Laut China Selatan telah menjadi salah satu titik panas geopolitik paling kritis di Asia dan dunia. Klaim teritorial yang tumpang tindih antara beberapa negara seperti China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan juga Indonesia telah menimbulkan ketegangan yang signifikan. Bagi Indonesia, meskipun secara langsung tidak terlibat dalam sengketa klaim teritorial, posisi strategisnya di kawasan dan klaim China yang mencakup perairan di sekitar Kepulauan Natuna telah menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kedaulatan dan keamanan nasional.
ADVERTISEMENT
A. Latar Belakang Sengketa Laut China Selatan
Laut China Selatan mencakup wilayah laut yang kaya akan sumber daya alam, termasuk perikanan dan cadangan minyak serta gas. Klaim utama China di wilayah ini, yang dikenal sebagai "Nine-Dash Line", mencakup hampir 90% dari Laut China Selatan dan bertabrakan dengan klaim beberapa negara ASEAN. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag memutuskan bahwa klaim historis China tidak memiliki dasar hukum, tetapi China menolak keputusan tersebut dan terus memperkuat kehadirannya di wilayah ini melalui pembangunan pulau buatan dan instalasi militer.
Konflik tersebut berakar dari klaim teritorial yang tumpang tindih di wilayah tersebut. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "sembilan garis putus-putus" yang mereka buat, yang mencakup wilayah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak, gas alam, dan sumber daya laut lainnya. Klaim ini bertentangan dengan klaim dari negara-negara lain yang berbatasan dengan Laut China Selatan, yang didasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
ADVERTISEMENT
China telah melakukan berbagai tindakan yang dianggap agresif oleh negara-negara lain di kawasan tersebut, termasuk pembangunan pulau buatan dan instalasi militer di terumbu karang yang disengketakan. Tindakan ini tidak hanya memicu ketegangan diplomatik, tetapi juga meningkatkan potensi konflik militer di kawasan tersebut.
B. Ancaman Terhadap Kedaulatan Indonesia
1. Ancaman Militer dan Keamanan
Peningkatan aktivitas militer China di Laut China Selatan, termasuk di sekitar Kepulauan Natuna, telah menjadi ancaman langsung terhadap kedaulatan Indonesia. Militerisasi wilayah ini oleh China menciptakan potensi konflik yang bisa mempengaruhi stabilitas regional dan keamanan nasional. Menurut Dr. Connie Rahakundini Bakrie, seorang ahli pertahanan dan militer, kehadiran militer China di sekitar Natuna menimbulkan ancaman serius bagi Indonesia. "Aktivitas militer China di perairan Natuna tidak hanya melanggar kedaulatan maritim Indonesia, tetapi juga mengancam keamanan nasional kita," ujarnya.
ADVERTISEMENT
2. Ancaman Ekonomi
Laut China Selatan adalah jalur perdagangan internasional yang vital, dengan sekitar sepertiga dari perdagangan dunia melintasi wilayah ini. Konflik di kawasan ini dapat mengganggu jalur perdagangan tersebut, yang berdampak langsung pada ekonomi Indonesia. Gangguan pada keamanan jalur laut bisa meningkatkan biaya perdagangan dan asuransi, yang akhirnya merugikan ekonomi nasional. Selain itu, eksplorasi sumber daya alam di wilayah yang diklaim oleh China juga menghadapi risiko tinggi, seperti diungkapkan oleh ekonom Faisal Basri, yang menyatakan bahwa "stabilitas di Laut China Selatan adalah kunci bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia."
3. Ancaman Kedaulatan Maritim
Klaim China yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna jelas mengancam kedaulatan maritim Indonesia. Menurut Prof. Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional, "Klaim China atas perairan di sekitar Natuna adalah pelanggaran terhadap UNCLOS 1982, yang mana Indonesia adalah negara pihak. Kita harus tegas menolak klaim tersebut untuk melindungi kedaulatan kita."
ADVERTISEMENT
C. Respon Indonesia
Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk menghadapi ancaman ini, baik melalui diplomasi maupun peningkatan kapabilitas militer, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Diplomatik
Indonesia aktif berpartisipasi dalam forum regional dan internasional untuk mencari solusi damai atas sengketa Laut China Selatan. Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menegaskan pentingnya ASEAN dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan ini. Indonesia juga mendorong penuntasan Kode Etik Laut China Selatan (Code of Conduct) yang diharapkan dapat mengurangi ketegangan dan mencegah konflik.
2. Peningkatan Kapabilitas Militer
Untuk memperkuat pertahanan di sekitar Natuna, Indonesia telah meningkatkan kehadiran militer di wilayah tersebut. Pembangunan pangkalan militer dan pengiriman kapal-kapal patroli merupakan beberapa langkah yang diambil. Menurut Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, "Penguatan militer di Natuna adalah langkah strategis untuk menjaga kedaulatan dan memastikan bahwa wilayah kita tidak dilanggar."
ADVERTISEMENT
3. Kerjasama Internasional
Indonesia juga meningkatkan kerjasama militer dengan negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, untuk meningkatkan kapabilitas pertahanan dan keamanan maritim. Kerjasama ini mencakup latihan militer bersama, pertukaran intelijen, dan peningkatan teknologi pertahanan.
Berbagai pandangan tentang ancaman di Laut China Selatan datang dari para tokoh dan ilmuwan. Dr. Dino Patti Djalal, mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, menyatakan bahwa "Indonesia harus memainkan peran aktif dalam diplomasi multilateral untuk memastikan bahwa Laut China Selatan tetap damai dan stabil. Kedaulatan Indonesia tidak boleh dinegosiasikan."
Di sisi lain, Dr. Evi Fitriani, pakar hubungan internasional, menggarisbawahi pentingnya pendekatan non-konfrontatif. "Indonesia perlu mengedepankan diplomasi dan dialog untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan. Pendekatan militer hanya akan memperburuk situasi dan membawa ketidakstabilan di kawasan."
ADVERTISEMENT
Jadi, ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia adalah masalah yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Upaya diplomatik untuk menyelesaikan sengketa secara damai, peningkatan kapabilitas militer untuk melindungi kedaulatan, serta kerjasama internasional yang kuat merupakan langkah-langkah penting yang harus terus diperkuat. Indonesia harus waspada dan proaktif dalam menjaga kedaulatannya di tengah dinamika geopolitik yang terus berkembang di Laut China Selatan. Melalui strategi yang komprehensif dan berimbang, diharapkan Indonesia dapat mempertahankan kedaulatannya dan berkontribusi pada stabilitas regional.
Meskipun Indonesia bukan salah satu pihak yang terlibat langsung dalam sengketa teritorial di kawasan tersebut, implikasi dari konflik ini sangat signifikan bagi stabilitas dan kepentingan nasional Indonesia. Dengan meningkatkan kapabilitas pertahanan, mengedepankan diplomasi damai, mengelola sumber daya alam, dan memperkuat penegakan hukum, Indonesia berusaha menjaga kedaulatannya dan meminimalkan dampak negatif dari ketegangan di Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
Ke depan, tantangan bagi Indonesia adalah terus menavigasi dinamika geopolitik di kawasan ini dengan bijaksana, menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan kerjasama regional, serta memastikan bahwa kedaulatan dan keutuhan wilayah tetap terjaga. Dengan pendekatan yang komprehensif dan koheren, Indonesia dapat menghadapi ancaman dari konflik di Laut China Selatan dan memastikan stabilitas serta kemakmuran bagi seluruh rakyatnya.