Konten Media Partner

Bawaslu: Pemberi dan Penerima Money Politics di Pilkada Dijerat Pidana Bersama

28 Juli 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi money politics.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi money politics.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MANADO - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Manado, kembali menegaskan jika tindakan politik uang atau money politics sama sekali tidak dibenarkan. Bahkan, pada Pilkada 2024 ini, pemberi dan penerima Money Politics akan sama-sama dijerat Pidana Pemilu.
ADVERTISEMENT
Hal ini terungkap pada Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Tatap Muka Anti Politik Uang, yang digelar oleh Bawaslu dengan peserta perwakilan Partai Politik, Pegiat Pemilu serta Media, baru-baru ini.
Komisioner Bawaslu Kota Manado, Abdul Gafur Subaer, mengatakan jika pihaknya harus terus mengingatkan terkait praktik money politics, terutama kepada masyarakat, agar mereka tidak menjadi korban dan akhirnya malah ikut dijerat pidana pemilu, walaupun hanya sebagai penerima.
"Jika pada Pemilu itu yang dijerat adalah pemberi, tapi kalau di Pilkada, itu baik pemberi atau penerima sama-sama terjerat pidana pemilu. Ini harus kami ingatkan terus ke masyarakat, agar jangan sampai menerima money politics tapi ujung-ujungnya terkena pidana," ujar Gafur.
Gafur kemudian menyampaikan jika aturan itu terdapat pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 187A Ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjanjikan dan memberi uang atau materi lainnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi, baik pemberi maupun penerima dapat dijatuhi sanksi pidana hingga 72 bulan dan denda Rp 1 miliar," ujarnya.
Sementara itu, selain money politics, Gafur juga menyebutkan jika Bawaslu berfokus pada potensi pidana lainnya, yakni KTP ganda, yang ke depan berpotensi bisa memilih di dua lokasi berbeda.
Menurutnya, pemilik KTP ganda itu bisa saja adalah warga di wilayah perbatasan, atau warga yang direlokasi dari bantaran sungai ke tempat yang berbeda. Juga tidak tertutup kemungkinan orang yang berpindah domisili tapi tidak mengembalikan KTP yang lama.
"Di sini juga ada ancaman pidana. Jadi kami juga fokus untuk mencegah hal itu terjadi, karena kasihan kalau masyarakat dimanfaatkan tapi akhirnya mereka juga yang menanggung akibat pidananya," kata Gafur kembali.
ADVERTISEMENT
manadobacirita