Cerita Ari Tahiru Warga yang Terlibat Konflik Tanah dengan Ciputra di Sulut

Konten Media Partner
19 Oktober 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brigjen TNI Junior Tumilaar saat menjemput Ari Tahiru di depan pintu masuk Mapolres Kota Manado
zoom-in-whitePerbesar
Brigjen TNI Junior Tumilaar saat menjemput Ari Tahiru di depan pintu masuk Mapolres Kota Manado
ADVERTISEMENT
MANADO – Ari Tahiru (68), warga yang dibela oleh Birgjen TNI Junior Tumilaar, dalam pusaran sengkarut tanah Ciputra di Sulut (Sulawesi Utara), akhirnya angkat bicara terkait dengan persoalan tanah, antara dirinya dengan PT Ciputra Internasional, perusahaan yang menaungi perumahan Citraland yang berdekatan dengan lahan miliknya.
ADVERTISEMENT
Ari yang sempat ditahan oleh pihak Polresta Manado, menceritakan kronologi awal kepemilikan tanah yang disengketakan, keinginan perumahan Ciputra untuk membeli tanah, serta dirinya dijebloskan ke penjara setelah membongkar paksa pagar yang dibuat Ciputra di tanah yang diklaim miliknya.
Tanah yang Disengketakan, Warisan Nenek Ari Tahiru
Ari Tahiru, warga yang bersengketa dengan PT Ciputra Internasional terkait dengan hak kepemilikan tanah
Ari Tahiru membuka percakapan dengan mengatakan jika tanah seluas 32.428 M2 yang disengketakan, merupakan warisan dari Oma atau Nenek yang berasal dari silsilah keluarga mamanya. Menurut Ari, tanah itu sudah didudukinya sejak tahun 1978.
"Saya dan ibu saya menetap dan berkebun di tanah itu sejak tahun 1978. Kakak-beradik kami yang bekerja dan tinggal bersama. Kami juga punya nama untuk tanah kebun kami, yakni Rano Wawu, yang diambil dari kata Rano atau air dan Wawu adalah anak tunggal," ujar Ari.
ADVERTISEMENT
Lanjut dikatakan Ari, pada tahun 1982, kepemilikan tanah ini diresmikan setelah surat-surat dari kantor desa setempat ke luar.
"Setelah ada surat-surat dari kantor desa, sudah banyak orang datang untuk membeli tanah, tapi ditolak oleh mama kami. Walaupun sedang sakit-sakitan, mama tidak mau tanah itu berpindah tangan dari keluarganya," ungkap Ari.
"Saat mama meninggal, tanah ini diwariskan kepada saya karena memang sejak awal saya yang tahu batas-batasnya. Sebelum meninggal, mama berpesan untuk tidak menjual tanah itu," kata Ari kembali.
Tahun 2005 Sengketa Kepemilikan Tanah Dimulai
Bukti register tanah milik Ari Tahiru di Desa, yang kini jadi sengketa dengan PT Ciputra Internasional
Tahun 2005, menjadi awal mula sengketa tanah dimulai. Pada saat itu, tiba-tiba PT Ciputra Internasional mengeklaim bahwa tanah itu telah dibeli dari Dan Waani. Padahal menurut Ari, dirinya sama sekali tidak mengenal siapa itu Dan Waani. Ari mengakui selama dimandatkan tanah itu kepada dia, dirinya tidak pernah melakukan transaksi jual beli, dan sampai saat ini dia bilang surat itu masih utuh, belum ada surat pemisahan.
ADVERTISEMENT
Tahun 2015, tanah milik Ari ternyata dibangun akses jalan untuk perumahan Citraland milik PT Ciputra Internasional. Karena merasa itu adalah tanah miliknya, Ari bersama dengan keluarga besarnya kemudian membangun blokade di jalan tersebut.
Karena blokade tersebut, pihak citraland yang diwakili oleh Jems Waani, yang ternyata anak dari Dan Waani, meminta agar membuka sementara blokade jalan dengan menjanjikan uang sebesar Rp 2,5 juta, dengan alasan bahwa petinggi dari citraland akan datang dan lewat di jalan itu.
Ari bilang pada saat itu, Jems juga mengatakan jika urusan pembelian tanah itu, akan dibicarakan nanti sesudah petinggi citraland berkunjung. Karena hal itu, Ari bersama keluarga kemudian membuka blokade jalan tersebut. Namun, janji untuk membicarakan pembayaran tanah tak kunjung terjadi. Dirinya kemudian membangun pagar kawat tiga lapis.
ADVERTISEMENT
Selepas itu, pihak citraland menawarkan untuk membeli tanahnya seluas 20.000 M2 dengan harga Rp 2 milliar. Namun hal itu ditolak Ari, karena menurutnya harga yang disepakati bersama keluarga besarnya sebesar Rp 6 milliar.
Dilaporkan Ciputra ke Polisi Karena Dianggap Merusak Pagar
Surat Keterangan Kepemilikan Tanah milik Ari Tahiru yang jadi sengketa dengan PT Ciputra Internasional
Tarik ulur kepemilikan tanah milik Ari Tahiru terjadi hingga 15 tahun, atau sejak tahun 2005 lalu. Tahun 2020 tepatnya di bulan September, Ari Tahiru mengaku meminta bantuan dari pengacara bernama James Bastian Tuwo.
Setelah mendapatkan bantuan pengacara, mereka kemudian membuat surat somasi petama, kedua dan ketiga, kepada pihak PT Ciputra Internasional, terkait dengan kepemilikan tanah. Namun tidak pernah diindahkan pihak PT Ciputra Internasional.
Justru pada tahun 2021, tepatnya tanggal 18 bulan Februari, Ari dilaporkan pihak PT Ciputra Internasional dengan alasan penyerobotan tanah. Bahkan, pada bulan April 2021, tanpa pemberitahuan PT Ciputra Internasional melakukan pembongkaran pagar kawat yang merupakan batas tanah miliknya. Selain itu, tengah malam mereka membangun pagar beton.
ADVERTISEMENT
"Saya, Ate, Yus dan Adi (keluarga), sudah melarang upaya membuat pagar beton karena itu di atas tanah miliknya. Bahkan, saat diminta menunjukan surat, kami kasih. Pada siang mereka berhenti membangun. Tapi, tengah malam dikerjakan lagi," kata Ari.
Ari mengaku, saat memperlihatkan bukti-bukti kepemilikan tanah, pihak PT Ciputra Internasional melunak, dan kembali menjanjikan kalau tanah itu akan dibeli dari Keluarga Tahiru. Hal itu disampaikan langsung pihak citraland kepada Ari bersama Ate, Yus dan Adi. Kemudian, Ari ditemani oleh Oce dan Deki yang merupakan teman Ari Tahiru menyambangi kantor pemasaran citraland dan bertemu dengan orang di bagian lahan bernama Kamid.
"Pak Kamid kemudian menyampaikan bahwa tanah tersebut akan dibeli tapi masih menunggu anggaran baru. Saya menunggu janji itu, namun sampai saat ini janji untuk membeli tanah itu tak pernah ditepati dan mereka tetap membangun pagar," kata Ari.
ADVERTISEMENT
Menurut Ari, sebenarnya mereka telah mendatangi Polda Sulut untuk melaporkan pihak Citraland atas dugaan penyerobotan tanah. Saat melapor itu, Ari mengaku membawa bukti asli surat kepemilikan tanah.
Setelah tarik ulur ini, Ari kemudian ditetapkan sebagai tersangka pengerusakan pagar beton berdasarkan laporan dari PT Ciputra Internasional. Ari kemudian ditahan oleh pihak kepolisian, dengan tuduhan pengerusakan beton, yang menurut Ari justru dibangun di atas tanah miliknya.
Ari juga bilang, tuduhan pembongkaran itu salah. Menurutnya, dia tidak membongkar melainkan hanya membuka dengan rapih pagar beton itu, karena pagar itu telah menghalangi akses masuk ke lokasi perkebunan miliknya.
"Saya sangat menyesalkan laporan itu, karena laporan itu salah orang. Bagaimana bisa beton yang berdiri di tanah warisan milik saya," kata Ari.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan pertemuan dengan sejumlah wartawan ini, Ari Tahiru menunjukan bukti-bukti kepemilikan tanah yang menjadi sengketa tersebut. Menurutnya, register serta surat keterangan kepemilikan masih ada padanya, sehingga tidak mungkin dirinya melakukan penyerobotan tanah seperti yang dilaporkan.
Awal Keterlibatan Babinsa Pada Persoalan Tanah antara Ari Tahiru dan Ciputra
James Bastian Tuwo, Pengacara Ari Tahiru, menjelaskan keterlibatan Bintara Pembina Desa atau lebih dikenal dengan nama Babinsa, berawal saat Ari Tahiru mendatanginya untuk meminta bantuan di tahun 2020. Saat itu, keluarga Ari merasa tertekan dan terancam atas klaim PT Ciputra Internasional terhadap tanah warisan milik mereka.
Menurut James, keluarga Ari Tahiru membuat surat permohonan permintaan perlindungan dari Babinsa yang merupakan aparat desa. Saat itu, Babinsa yang dimintakan perlindungan adalah Babinsa di Desa Winangun Satu, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.
ADVERTISEMENT
"Jadi di surat permohonan ini, juga tertera terkait tanah yang berada di Desa Winangun Satu kompleks perumahan Citraland dengan register nomor 302/12/82, dengan luas 32.428 M2. Surat itu, langsung diberikan kepada pihak Babinsa, karena selaku aparat desa," ujar James.
Ari Tahiru sendiri menjelaskan tidak mengenal Brigjen TNI Junior Tumilaar, yang ternyata pasang badan untuk membelanya. Menurut Ari, dia baru mengetahui keberadaan Brigjen TNI Junior Tumilaar, saat dirinya baru saja ke luar dari tahanan Polresta Manado.
"Saya tak mengenal pak jenderal (Brigjen TNI Tumilaar). Saya hanya tahu, ada jenderal yang bantu saya. Nanti ke luar dari penjara, baru saya lihat, ternyata ini Jenderalnya. Saya berterima kasih, karena ada aparat mau membela saya yang rakyat kecil," kata Ari kembali.
ADVERTISEMENT
febry kodongan