news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

Dapat Stigma ODP dari Warga, Keluarga di Sulut Ini Terpaksa Tinggal di Mobil

15 April 2020 21:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga Lasaheng-Sigarlaki memasang tenda di hutan sebagai tempat tinggal sementara, setelah merasa dikucilkan di desa mereka akibat rumah mereka berdekatan dengan pasien COVID-19 yang meninggal (foto: febry kodongan/manadobacirita)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga Lasaheng-Sigarlaki memasang tenda di hutan sebagai tempat tinggal sementara, setelah merasa dikucilkan di desa mereka akibat rumah mereka berdekatan dengan pasien COVID-19 yang meninggal (foto: febry kodongan/manadobacirita)
ADVERTISEMENT
Stigma buruk yang timbul di tengah-tengah masyarakat terkait hal apa pun yang bersinggungan dengan virus corona, memaksa satu keluarga asal Desa Winetin, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, harus tinggal di dalam mobil yang diparkir di hutan.
ADVERTISEMENT
Keluarga Lasaheng-Sigarlaki tak pernah menyangka jika mereka terpaksa harus tinggal di dalam hutan. Bersama dengan anak bungsunya Meilany, mereka membuka tenda di hutan serta memasangkan terpal di mobil pick up untuk tinggal, setelah mereka seperti dikucilkan oleh warga di desa tersebut.
Awal cerita hingga tinggal di hutan, diceritakan oleh suami istri ini kepada manadobacirita di tempat mereka tinggal sekarang.
Tenda dari terpal yang dipasang seadanya untuk menjadi tempat berlindung saat tidur. Keluarga ini terpaksa tinggal di hutan karena muncul stigma buruk ODP (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Menurut Elly Lasaheng dan Agustin Sigarlaki, semua berawal ketika Dinas Kabupaten Minahasa Utara mendatangi mereka beberapa waktu lalu. Saat itu, menurut keduanya, petugas Dinas Kesehatan menggunakan peralatan Alat Pelindung Diri (APD) untuk melakukan pemeriksaan.
"Entah mengapa, kami disebut sebagai ODP (Orang dalam Pengawasan). Mungkin karena rumah pasien positif virus corona berjarak tak jauh dari rumahnya," kata Agustin.
ADVERTISEMENT
Menurut Agustin, sejak kedatangan Dinas Kesehatan berpakaian APD lengkap itu, ada perubahan yang terjadi. Warung yang dibuka keluarga ini, tiba-tiba menjadi sepi. Tidak ada satupun warga yang datang untuk membeli di warung tersebut. Padahal, warung mereka cukup ramai sebelum kejadian ini.
Kendaraan pick up disulap sebagai tempat tidur untuk anak bungsu keluarga ini, setelah sekeluarga mereka mengungsi di hutan (foto: febry kodongan/manadobacirita)
"Kenapa dari pagi sampai malam tidak ada satupun orang datang belanja. Padahal, warung kami ini lumayan ramai. Pokoknya terasa sekali," kata Agustin.
Agustin waktu itu masih berprasangka baik. Namun, hari-hari ke depan suasana terlihat sekali mereka seperti dikucilkan dari masyarakat. Tak hanya itu, saat pembagian bantuan dari Pemerintah, hanya keluarga mereka saja yang tidak mendapatkan bantuan.
"Bahkan hukum tua di desa kami, waktu kasih tahu kami belum dapat bantuan, itu dia bicara dari kejauhan. Kami tentunya merasa sangat dikucilkan. Inilah yang kemudian muncul ide kami untuk tinggal saja di hutan, daripada terasa diasingkan," kata Agustin.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal sementara Keluarga Lasaheng-Sigarlaki di hutan (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Rencana untuk tinggal di hutan akhirnya benar-benar direalisasikan mereka, setelah pasien positif corona di desa mereka meninggal. Agustin mengaku, karena ketakutan, mereka akhirnya memilih untuk tinggal di hutan.
"Waktu dengar meninggal (pasien corona), saya ketakutan sampai menggigil dan kencing-kencing saking takutnya. Yah, karena sudah seperti itu, kami putuskan untuk tinggal di hutan saja," tutur Agustin.
Sementara, saat ini Agustin dan keluarganya sudah dua kali pindah tempat tinggal. Pertama di bibir sungai. Tapi, karena takut air meluap, mereka kemudian pindah ke daerah yang sedikit jauh tapi masih di area sungai tersebut.
Diceritakannya, selama tinggal di hutan, mereka belum pernah lagi meninggalkan tempat tersebut, sekalipun itu malam hari. Menurutnya, mereka masih lebih merasa tenang, karena takut dengan stigma yang nantinya diberikan.
ADVERTISEMENT
"Ya kami disini sekaligus isolasi dulu. Nyamuk, dingin dan yang lain tentu kami rasakan. Tapi, biarlah dulu sampai kondisi membaik," tutur Agustin kembali.
febry kodongan
-----
*kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!