Dosen FISIP Unsrat Jelaskan Kecurangan Pemilu Ranah Bawaslu Bukan DPR

Konten Media Partner
23 Februari 2024 9:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang warga lansia melihat papan pengumuman di salah satu TPS pada Pemilu 2024. (foto: febry kodongan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang warga lansia melihat papan pengumuman di salah satu TPS pada Pemilu 2024. (foto: febry kodongan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MANADO - Upaya untuk menggulirkan hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 dinilai melanggar Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan dosen FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), DR Ferry Liando. Walaupun menurutnya, upaya tersebut harus diapresiasi karena bertujuan sangat baik untuk kualitas Pemilu di Indonesia, tapi pembuktian benar atau tidaknya dugaan pelanggaran Pemilu adalah kewenangan Bawaslu bukan DPR seperti yang tertera di UU Pemilu.
"UU Pemilu menyebut bahwa untuk membuktikan benar tidaknya dugaan pelanggaran pemilu, maka pihak yang memiliki kewenangan adalah Bawaslu bukan DPR," kata Ferry.
Dijelaskan Ferry yang juga dosen kepemiluan ini, Bawaslu memiliki tiga kewenangan berkaitan dengan penanganan pelanggaran pemilu sesuai dengan undang-undang yang berlaku terkait Pemilu.
Adapun kewenangan itu yakni menangani laporan berkaitan dengan pelanggaran administrasi, menangani dugaan pelanggaran pidana apabila ada peserta yang melakukan kecurangan, dan kewenangan penanganan dugaan pelanggaran kode etik atau pelanggaran terhadap UU lainnya seperti netralitas ASN, Aparat, Hoaks dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, menurut Ferry, jika penanganan pelanggaran diajukan melalui mekanisme hak angket di DPR RI, justru hal itu akan berdampak pada pelanggaran terhadap UU Pemilu.
Menurut Ferry, seharusnya pihak-pihak yang ada untuk tidak atau jangan berusaha menyelesaikan suatu masalah dengan memunculkan masalah baru.
"DPR itu institusi politik, bukan lembaga penyelenggara pemilu dan bukan juga lembaga hukum," ujar Ferry kembali.
Febry Kodongan