Jalan Longsor di KEK Likupang, Ini Temuan Walhi

Konten Media Partner
11 Januari 2022 14:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jalan yang longsor di perbatasan antara Desa Pinasungkulan, Kota Bitung, dan Desa Pinenek Kabupaten Minahasa Utara, yang masuk di dalam area KEK Likupang.
zoom-in-whitePerbesar
Jalan yang longsor di perbatasan antara Desa Pinasungkulan, Kota Bitung, dan Desa Pinenek Kabupaten Minahasa Utara, yang masuk di dalam area KEK Likupang.
ADVERTISEMENT
BITUNG - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Utara (Sulut) merilis data investigasi mereka terkait dengan kejadian jalan yang longsor di perbatasan antara Desa Pinasungkulan, Kota Bitung, dan Desa Pinenek Kabupaten Minahasa Utara, yang masuk di dalam area KEK Likupang.
ADVERTISEMENT
Walhi mengungkapkan jika berdasarkan dokumen foto lama dan terbaru di lapangan, lokasi titik longsor sangat dekat dengan lubang tambang milik PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), di mana lokasi titik longsor terdapat satu sungai yang memang memiliki volume air yang cukup deras.
Selain itu, juga ditemukan adanya jembatan penghubung antara Girian dan Likupang dengan nama jembatan Pinasungkulan, beridentitas 50 054 008 0 yang dikerjakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, yang ikut terkena longsor.
Menurut Walhi, aktivitas pertambangan PT. MSM di Pit Araren telah merubah bentangan alam sungai Kayuwale yang sengaja dibelokkan oleh pihak perusahaan, dan mengikis tanah sekitar highwall (tembok tinggi) di Pit Tambang PT. MSM.
ADVERTISEMENT
"Estimasi pengaruh vibrasi blasting pada kestabilan highwall tidak dikaji dengan benar dan tidak dilakukan penelitian setiap harinya oleh pihak perusahaan, baik sebelum melakukan dan setelah melakukan blasting (peledakan)," kata Ketua Walhi Sulut, Theo Runtuwene.
Walhi Sulut juga menyebut bahwa gerakan yang dihasilkan oleh aktifitas blasting merupakan getaran tanah (ground vibration) berupa gelombang yang pada batas tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada struktur highwall, sehingga terjadi pemindahan massa batuan dan sangat besar kemungkinan terjadi longsor.
"Estimasi pengaruh getaran yang dilakukan PT. MSM tidak memikirkan beberapa analisis vibrasi yaitu nilai kestabilan highwall (nilai Factor of Safety) dan nilai displacement yang dihasilkan akibat aktivitas blasting sehingga mengakibatkan labilnya tanah di areal lokasi Pit Tambang PT. MSM," kata Theo.
ADVERTISEMENT
Lanjut dikatakan Theo, Walhi Sulut juga menilai longsor yang terjadi di sekitaran lubang tambang PT. MSM harus menjadi tanggungjawab penuh dari pihak PT. MSM. Menurutnya ada aturan hukum yang dilanggar terkait kejadian longsor yang terjadi di ruas jalan Nasional Girian-Likupang.
"Selain akses masyarakat terganggu, tetapi juga terjadi kerugian ekonomi masyarakat di sana. Negara dalam hal ini mengalami kerugian besar akibat longsornya jalan penghubung kedua Kabupaten Kota tersebut. Dinas PU jangan tidur untuk menghitung kerugian negara tersebut, juga Dinas Lingkungan Hidup harus bekerja dengan benar terkait masalah-masalah serius ini, karena ini jelas mengarah pada Pidana Lingkungan," ujar Theo.
PT MSM dan PT TTN Bantah Tudingan Walhi
Sementara itu, PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) langsung merespon hasil Investigasi dari Walhi. Deputy Manager External Relation PT MSM/PT TTN, Hery Rumondor, mengatakan jika mereka sangat menghargai pendapat yang disampaikan oleh Walhi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami menghormati setiap pendapat LSM seperti Walhi, sebagai bagian stakeholders kita dalam mengontrol keberlangsungan Lingkungan Hidup. Namun begitu, kami berharap pihak Walhi juga melihat kondisi lain seperti saat kejadian ada faktor kondisi cuaca saat itu, seperti tingginya curah hujan," kata dia.
Dikatakannya, apa yang disampaikan oleh Walhi cukup keliru karena tidak ada jembatan yang hancur akibat longsor di area yang bernama Kayuwale di Kelurahan Pinasungkulan, seperti yang disangkakan. Menurutnya, longsor yang menyebabkan ambruknya jalan sepanjang kurang lebih 70 meter itu, bukan disebabkan oleh aktifitas kedua tambang tersebut.
"Saat kejadian banyak kesaksian masyarakat, termasuk Lurah Pinasungkulan, Camat Ranowulu yang ada di lapangan, bahwa jalan amblas dan longsor, terjadi terlebih dahulu. Longsor di dinding tambang baru terjadi pada pagi hari, dan bukan karena blasting," ujar Herry kembali.
ADVERTISEMENT
febry kodongan