Konten Media Partner

Melihat Situs Budaya Minahasa Sambil Berwisata Alam di Padie's Kimuwu

9 Februari 2020 12:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemandangan malam dari Padi's Kimuwu di Desa Warembungan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tempat wisata ini memadukan antara pemandangan alam dan situs budaya leluhur minahasa (foto: febry kodongan/manadobacirita)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan malam dari Padi's Kimuwu di Desa Warembungan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tempat wisata ini memadukan antara pemandangan alam dan situs budaya leluhur minahasa (foto: febry kodongan/manadobacirita)
ADVERTISEMENT
Memiliki pemandangan alam yang luar biasa tentu menjadi daya tarik tersendiri untuk tempat-tempat wisata. Selain bisa memberikan rasa nyaman untuk para pengunjung, pemandangan alam yang indah juga dicari untuk konten foto yang instagramable.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana jika ada tempat wisata yang memiliki pemandangan alam luar biasa dipadukan dengan adanya situs budaya di lokasi tersebut. Sekali berwisata, dua keunggulan bisa didapatkan. Itulah yang bisa didapatkan saat kita berkunjung ke Padie's Kimuwu.
Situs budaya Watu Marengke yang dipercaya sebagai tempat penghormatan kepada leluhur penghulu perang, Empung Totokal. Situs ini berada di Padi's Kimuwu (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Bertempat di Desa Warembungan, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Padie's Kimuwu yang memiliki arti Bumbungan Padi ini, memang memiliki dua keunggulan sekaligus. Pemandangan alam yang indah serta adanya dua situs budaya leluhur orang Minahasa.
Ya, disini ada dua situs budaya peninggalan leluhur berupa batu yang biasa disebut Watu Marengke dan Watu Siouw Kurur. Kedua batu ini, menurut penuturan pemilik tempat ini, mirip dengan situs budaya Watu Pinawetengan.
Situs budaya Watu Siouw Kurur, yang dipercaya sebagai tempat dari Empung Siouw Kurur, Leluhur pemberi tanda kematian dan kehidupan. (foto: febry kodongan/manadobacirita)
"Makanya di tempat ini, kita tak hanya wisata saja, tapi bagaimana kita mengetahui sejarah atau peninggalan dari leluhur kita orang Minahasa. Dan ini benar-benar ingin ditonjolkan," kata pemilik Padie's Kimuwu, Reinhard Wewengkang.
ADVERTISEMENT
Reinhard menjelaskan, Watu Marengke dipercaya sebagai tempat penghormatan kepada leluhur penghulu perang, Empung Totokal. Sementara, Watu Siouw Kurur dipercaya sebagai tempat dari Empung Siouw Kurur, Leluhur pemberi tanda kematian dan kehidupan.
Spot foto di Padi's Kimuwu yang bisa melihat seluruh wilayah Kota Manado dan pesisir pantai. Tempat ini, dulunya merupakan lokasi yang digunakan para leluhur memantau pergerakan dari ketinggian saat perang melawan bangsa Spanyol (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Reinhard bilang, dirinya tak ingin para wisatawan hanya melihat pemandangan alam saja, tetapi juga harus mengetahui Minahasa itu apa, termasuk dengan situs-situs budaya yang ada.
Selain dua watu tersebut, tempat ini juga dipercaya menjadi lokasi pemantauan para leluhur Minahasa untuk melihat pergerakan dari ketinggian saat perang melawan bangsa Spanyol.
Salah satu spot foto dari Padi's Kimuwu yang memperlihatkan landscape daerah pesisir pantai Kota Manado (foto: febry kodongan/manadobacirita)
"Jadi ada satu batu yang merupakan tempat di mana, para leluhur Minahasa berdiri dan memantau pergerakan dari ketinggian. Itu dilakukan saat perang Spanyol. Dan kita bisa buktikan, seluruh Kota Manado dan pesisir pantai itu bisa kita lihat dari spot yang dimaksud," tutur Reinhard.
ADVERTISEMENT
Memiliki jarak tempuh yang hanya 13 kilometer dari titik nol Kota Manado, tempat wisata yang sudah dibuka sejak Agustus 2019 ini baru diresmikan pengoperasiannya pada 30 Januari 2020, mudah untuk dijangkau dan memang layak untuk dikunjungi.
Padi's Kimuwu di Desa Warembungan, Kabupaten Minahasa, memadukan antara lokasi wisata dan tempat mengenal situs budaya di Minahasa (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Untuk pengunjung yang ingin melihat keindahan dari tempat ini, sekaligus belajar situs budaya Minahasa, cukup menyiapkan Rp 15 ribu untuk biaya masuk. Kita juga bisa menikmati beragam menu tradisional seperti sagu dan juga koktail berbahan dasar minuman tradisional Cap Tikus.
febry kodongan/manadobacirita