Konten Media Partner

Menangis, Pendeta Jemaat Advent Minta Jokowi Lindungi Kebebasan Beragama

26 Oktober 2021 15:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi rumah ibadah Jemaat Advent di Desa Tumaluntung, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan, yang sempat dirusak oleh oknum perangkat desa
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi rumah ibadah Jemaat Advent di Desa Tumaluntung, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan, yang sempat dirusak oleh oknum perangkat desa
ADVERTISEMENT
MINSEL - Sambil menangis, Desmond Sumendap, Pendeta Jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) di Desa Tumaluntung, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara, meminta kepada presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk memperhatikan penderitaan yang diterima jemaat mereka.
ADVERTISEMENT
Menurut Desmond, jemaat gereja Advent juga memiliki hak yang sama sebagai masyarakat Indonesia untuk bisa beribadah dengan aman dan memiliki rumah ibadah seperti pemeluk agama lainnya pada umumnya.
"Kepada pemerintah pusat dan bapak Presiden Jokowi agar bisa dan boleh memperhatikan penderitaan jemaat kami, karena kami mau mendapatkan hak kami sebagai masyarakat Indonesia," kata Desmond.
Desmond Sumendap, Pendeta Jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) di Desa Tumaluntung, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara
Lanjut dikatakan Desmond, ada kerinduan jemaat GMAHK, memiliki rumah ibadah yang layak dan tidak ada tindakan-tindakan represif yang mencoba untuk merusak atau mengusir jemaat dari rumah ibadah.
"Kami memohon agar supaya kami boleh diperhatikan dan dimudahkan dalam hal pengurusan pembangunan tempat ibadah," ujar Desmond kembali.
Sebelumnya, rumah ibadah jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) dirusak oleh oknum perangkat desa Tumaluntung. Mimbar dan baliho bergambar Yesus Kristus dirusak oleh oknum tersebut. Kasus ini menjadi viral di media sosial dan langsung dimediasi oleh Bupati Minsel, Frangky Wongkar.
ADVERTISEMENT
Pihak jemaat sendiri mengaku telah memaafkan perbuatan yang dilakukan oknum perangkat desa tersebut. Namun, untuk proses hukum terkait perusakan mimbar dan baliho tetap dilanjutkan ke pihak kepolisian.
febry kodongan