Mengenal Tang Sin, Duta Yang Maha Kuasa di Prosesi Goan Siau

Konten Media Partner
8 Februari 2020 12:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seorang Tang Sin tengah berjalan menuju ke rumah warga untuk memberikan berkat. Tang Sin ini nantinya akan melakukan atraksi saat prosesi Goan Siau pada Festival Ccap Go Meh (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Tang Sin atau ada yang juga menyebutnya Tang Sen, sangat populer jelang festival Cap Go Meh. Mereka adalah orang yang nantinya akan melakukan atraksi-atraksi yang tergolong ekstrim, seperti memotong anggota badan, menusukan benda tajam hingga tembus di mulut hingga atraksi-atraksi lainnya yang bisa membuat bulu kuduk merinding.
ADVERTISEMENT
Yang membuat nama Tang Sin tersohor, saat melakukan atraksi 'berdarah' itu, sama sekali tidak ada rasa sakit yang diperlihatkan. Bahkan, ketika festival Cap Go Meh berlangsung pun, para Tang Sin ini tak menunjukan rasa kesakitan. Dan paling hebat, mereka melakukannya setiap tahun.
Lalu apa sebenarnya Tang Sin tersebut?
Johan Rawung, Wakil Ketua Klenteng Kwan Kong di Kota Manado, Sulawesi Utara, menjelaskan jika Tang Sin adalah Duta Tuhan atau Yang Maha Kuasa di bumi. Dikatakannya, para Tang Sin ini, badannya akan dipinjam oleh roh Yang Maha Kuasa saat turun ke bumi. Istilahnya adalah badan kasar dari roh Yang Maha Kuasa.
Rawung mengatakan, Tang Sin dipilih langsung oleh Yang Maha Kuasa, sehingga bukan orang yang sembarangan ditunjuk.
ADVERTISEMENT
"Seorang Tang Sin membutuhkan beberapa proses yang harus diikuti dan dilewati oleh manusia yang akan dimasuki oleh Sinbeng atau roh suci di saat ada upacara sembahyang," kata Rawung.
Wailan Kombaitan, seorang Tang Sin yang pernah diwawancarai manadobacirita menyebutkan jika Tang Sin merupakan badan kasar atau perwujudan roh suci yang turun ke bumi. Seperti dirinya yang dipilih dalam ritual Po Pwe, padahal waktu terpilih, dirinya masih seorang nasrani.
"Waktu itu dari para rohaniawan dan umat datang ke rumah untuk meminta kesedian keluarga. Saya dapat restu, dengan syarat harus benar-benar ikut aturannya," tutur Wailan yang memulai tugasnya sebagai Tang Sin pada tahun 2011.
"Menjadi Tang Sin itu bagaimana kita mengabdi. Bagaimana kita menjadi contoh yang baik. Makanya, kita harus bisa punya hal-hal yang baik," kata Wailan kembali.
Kio atau Usungan yang nantinya akan menjadi tempat Tang Sin melakukan atraksi pada Festival Cap Go Meh, mulai dibersihkan. Kio ini hanya dikeluarkan dari Kelenteng satu tahun sekali (foto: febry kodongan/manadobacirita)
Selain Tang Sin, hal yang paling identik dengan prosesi Goan Siau dalam Festival Cap Go Meh adalah Arca Suci dan Kio. Arca merupakan simbol dewa yang dibuat seperti patung yang menyerupai wujud dari Dewa yang diyakini untuk dipuja dan melaksanakan sembahyang memohon petunjuk.
ADVERTISEMENT
“Arca merupakan Sinbeng yang kami yakini. Contoh Arca Kwan Kong, dari cerita dan sejarah melambangkan yang suci Kwan Kong, yang kami buat patung menyerupai bentuknya. Jadi, karena jasanya yang membuat banyak umat Tridharma puja dan sembahyang, jadi dibuatlah Arcanya,” kata Rawung.
Membuat Arca, menurut Rawung tidaklah sembarang. Pembuatan Arca ada beberapa jenis, ada Arca yang dibuat hanya untuk hiasan dan ada yang khusus untuk sembahyang. Untuk proses pembuatan Arca-arca tersebut dikatakannya, ada yang terbuat dari kayu, batu dan porselen.
Sementara untuk Kio atau junjungan, Rawung mengatakan jika Kio tersebut hanya keluar dari kelenteng satu kali dalam setahun, yakni disaat prosesi upacara besar Goan Siao.
Dijelaskan Rawung, Kio akan dikeluarkan dari Klenteng saat prosesi Goan Siao yang diyakini umat Tridharma sebagai hari kemuliaan salah satu dari tiga penguasa alam, Te Kwan Ta Tie (Bumi), Thian Kwan Ta Tie (Langit) dan Sui Kwan Ta Tie (Air) yang digabungkan disebut Sam Ceng Kao Cu.
ADVERTISEMENT
“Arti dari Cap Go Meh adalah bulan pertama diawal tahun Imlek. Pada prosesi ini, usungan Kio dan Arca-arca suci akan diturunkan. Kio atau usungan juga akan dikeluarkan dari Klenteng untuk diarak dijalan membawa Tangsen,” kata Rawung kembali.
febry kodongan/manadobacirita