Pemprov Sulut Tegaskan Pemotongan BLT Sebagai Perbuatan Melawan Hukum

Konten Media Partner
12 Agustus 2021 11:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
MANADO - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara, Roy Mewoh, menegaskan jika pemotongan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilakukan oleh oknum pemerintah desa, sebagai perbuatan melawan hukum, yang bisa ditindak.
ADVERTISEMENT
Menurut Mewoh, seperti petunjuk dari Presiden, seluruh jenis bantuan sosial, termasuk BLT yang bersumber dari Dana Desa, tidak boleh ada sepeserpun dipotong, karena itu adalah hak warga yang saat ini tengah dalam kondisi sulit akibat pandemi COVID-19.
Mewoh mengakui akan segera mengkoordinasikan persoalan ini ke Kadis PMD Kabupaten Bolmong, untuk diminta segera melakukan pengecekan di lokasi tersebut.
"Saya ingatkan lagi, yang pasti itu tidak boleh ada pemotongan. BLT ini sudah diatur dan petunjuk dan teknis yang diatur dalam Permendes. Sekali lagi, hak masyarakat itu tidak ada sama sekali pemotongan sepeser pun, apalagi saat ini adanya pandemi," kata Mewoh kembali.
Sekadar diinformasikan, pemotongan BLT terjadi di Desa Lolan, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow. Pemotongan BLT terjadi dua kali, yakni pertama di tahun 2020 sebesar Rp 50 ribu, dan pada Agustus 2021 ini sebesar Rp 100 ribu.
ADVERTISEMENT
Sangadi atau Kepala Desa Lolan, Hermanto Hasut, membenarkan adanya pemotongan BLT untuk pembuatan pagar Balai Desa. Namun, dirinya membantah jika hal itu atas keinginan dari pemerintah, karena itu adalah bentuk swadaya yang diberikan oleh masyarakat, tanpa adanya pemaksaan.
"Itu bukan saya yang potong, tapi itu adalah masyarakat. Kebetulan, di desa ini ada swadaya dan kebetulan bertepatan," ujar Hermanto.
Menurut Hermanto, saat dilakukan swadaya untuk pembangunan pagar, tidak ada yang menyampaikan komplain dan semua menyetujui tanpa adanya paksaan.
“Disini penerima BLT itu banyak, ada 143 orang. Sedangkan pembangunan fisik sudah tidak ada. Jadi pemotongan ini sudah ada persetujuan masyarakat, yang mengatakan boleh, karena ini swadaya masyarakat. Nah diambil dari situ (BLT), bukan dipotong dulu,” ujar Hermanto kembali.
ADVERTISEMENT
febry kodongan