Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pilkada 2024: Calon Petahana Andrei-Richard Diduga Gunakan ‘Buzzer’ Wartawan
30 September 2024 10:58 WIB
·
waktu baca 9 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
‘Buzzer’ ini mengunggah konten kampanye–yang sudah disiapkan oleh tim Pemerintah Kota (Pemkot) Manado– di akun media sosial pribadinya. Topik yang diangkat seputar klaim keberhasilan Andre-Richard memimpin Manado.
Rentang penyebaran yakni sejak akhir 2023 hingga kini mendekati Pemilihan Wali Kota Manado pada November 2024.
Richard telah membantah adanya instruksi penyebaran konten dan penggunaan 'buzzer'.
Para ‘buzzer’ berada di bawah modus kontrak kerja sama iklan pemberitaan–advertorial– antara media dengan Pemkot Manado.
Konten advertorial berbeda dengan konten berita. Jika advertorial tak mengubah isi konten yang disiapkan oleh klien atau dalam konteks ini Pemkot Manado, tetapi kalau berita harus melalui tahap verifikasi klaim dan keberimbangan.
Konten advertorial juga harus mencantumkan informasi kalau isi pesan tersebut adalah iklan, bukan berita, menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
ADVERTISEMENT
Menurut pengakuan wartawan Buff (nama samaran), ‘buzzer’ wartawan atau pemilik media ini dibayar beragam dengan batas minimal Rp5 juta selama tiga bulan untuk dua advertorial dan konten di akun medsos pribadi.
“Yang pasti memang ada kelompok (wartawan) yang ikut posting (unggah) video di medsos pribadi, tapi ada juga yang tak mau,” kata Buff ketika dihubungi oleh Manado Bacirita.
Sikap wartawan terhadap tawaran ‘buzzer’ ini beragam. Ada yang tetap melanjutkan kontrak dengan rentang harga maksimal Rp5 juta dan tidak menjadi ‘buzzer’, seperti Buff, ada juga yang justru menghentikan kontrak advertorial setelah ada permintaan menjadi ‘buzzer’, seperti Gan.
"Tidak sesuai dengan apa yang saya belajar ketika pertama jadi wartawan. Masa redaksi kami mau diatur-atur. Belum lagi kami harus posting (unggah) di media sosial (pribadi) pakai embel-embel jargon kepala daerah," kata Gan saat dihubungi awal Agustus 2024.
ADVERTISEMENT
Pemkot Bayar Rp600 Juta untuk Iklan
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kota Manado, Erwin Kontu mengaku Pemkot Manado menghabiskan Rp600 juta untuk biaya advertorial kegiatan pemerintah pada 47 media lokal dalam satu periode anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Erwin menjelaskan, pembayaran kepada media tersebut dilakukan per tiga bulan. Ketika diminta rincian daftar nama media penerima untuk pertanggungjawaban penggunaan uang pajak tersebut, Erwin enggan menjelaskan.
Dari minimnya keterbukaan data publik ini, Manado Bacirita belum bisa menelusuri apakah wartawan yang terafiliasi dengan Pemkot ini juga ikut dibayar menggunakan uang APBD tersebut untuk menjadi ‘buzzer’ atau tidak.
Instruksi Berasal dari Grup WhatsApp
Pengakuan Buff selaras dengan tren yang ditemukan di akun media sosial Facebook sejumlah wartawan yang terafiliasi dengan Pemkot Manado.
ADVERTISEMENT
Penelusuran oleh Manado Bacirita, di akun Facebook beberapa wartawan di Manado, sejak 24 Juni 2024 hingga 17 Agustus 2024, ditemukan setidaknya 10 unggahan video atau foto Andrei-Richard disertai beragam tagar, seperti #AARSbekingmanadojadinyaman dan #AARSbekingmanadolebeterang. Di sejumlah konten tersebut, ada frasa kata 'lanjutkan' yang identik atau sering digunakan sebagai jargon kampanye Andrei-Richard.
Unggahan berasal dari instruksi Staf Khusus Wali Kota Manado Bidang Media Steven Rondonuwu dan petinggi paguyuban wartawan melalui aplikasi pesan WhatsApp Group bernama ‘Kanal Media Pemkot Manado’ yang berisikan para wartawan dan beberapa pejabat di lingkungan Pemkot Manado.
Dalam periode penelusuran yang sama, Manado Bacirita menemukan 14 instruksi yang meminta wartawan untuk menyebarkan konten yang telah disiapkan sebelumnya. Instruksi tersebut dikirimkan dalam rentang waktu Pukul 09.00 WITA hingga 22.00 WITA.
ADVERTISEMENT
“Guys share akang neh, pake hashtag #AARSmanadojadinyaman. Tag 5 teman juga, akun Andrei Angouw dan Richard Sualang,” begitulah bunyi pesan dari Steven dalam grup tersebut.
Beberapa instruksi lainnya seperti:
“AARS terdepan Lanjutkan.”
“Rekan-rekan, mintol (minta tolong) di-share ke akun medsos masing-masing, gunakan tagar #AARSbekingmanadolebeterang, tag minimal 5 teman dan tag akun Andrei Angouw dan Richard Sualang”
AARS menunjukkan akronim nama Andrei dan Richard. Tagar #AARSbekingmanadolebeterang merujuk pada pemasangan atau perbaikan instalasi lampu jalan yang membuat Kota Manado jadi lebih terang. Sementara tagar lainnya menunjukkan jargon lain paslon ini.
Tampik Tudingan Gunakan ‘Buzzer’
Richard Sualang membantah menggunakan ‘buzzer’ wartawan dalam advertorial program Pemkot Manado. Menurutnya, wartawan atau pemilik media yang memiliki kontak dengan Pemkot Manado tak wajib menyebarkan konten advertorial di media sosial milik pribadi.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada (keharusan). Coba baca itu di WA (WhatsApp), ‘Kawan2 bantu share’. Jadi tidak ada keharusan. Kalau nda (tidak) mau (sebar), nda (tidak) apa-apa," kata Richard.
Senada dengan Richard, Steven juga menampik tudingan tersebut dan menjelaskan bahwa kontrak kerja sama dengan media hanya sebatas merilis advertorial di platform media tersebut.
"Apa ada pernyataan di situ yang membuat wajib share (sebarkan di medsos akun pribadi) dan kalau nda (tidak sebarkan), tidak diberikan kontrak kerja sama?" kata Steven.
Bantahan ini juga diungkapkan Erwin Kontu. "Mungkin jika ada wartawan yang posting (unggah) soal keberhasilan AARS di media sosial itu kesadaran pribadi mereka karena memang mendukung atau suka ke pimpinan (Andrei-Richard). Tapi, kalau itu jadi syarat (iklan), saya pastikan tidak ada. Kominfo tidak di ranah itu," ujar Erwin kembali.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Erwin mengamini adanya instruksi penyebaran sejumlah konten foto dan video Pemkot Manado yang perlu dilakukan oleh kepala SKPD, Aparatur Sipil Negara (ASN), dan kepala dinas.
"Itu bukan diperuntukkan bagi wartawan, hanya itu ASN dan kepala lingkungan. Disebar pun itu bukan di grup yang ada wartawan. Itu adalah bentuk pertanggungjawaban ke masyarakat apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Dan itu sah-sah saja menurut saya," kata Erwin.
Erwin menambahkan, strategi penyebaran konten ini banyak dilakukan melalui medsos, alih-alih media arus utama lantaran engagement yang tinggi dan terukur.
‘Uang Kampanye Jangan Pakai Anggaran Negara’
Akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Michael Mamentu MA, meminta segala bentuk kampanye oleh kontestan Pilkada termasuk calon petahana harus menggunakan uang pribadi, alih-alih memakai uang pajak dari rakyat.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau kampanye jangan menggunakan anggaran negara,” kata Michael saat dihubungi Sabtu (7/9).
“Saya kira awak media juga bisa memberikan bukti-bukti chat (dugaan instruksi kampanye) ke Bawaslu,” ujar Michael.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 34 Tahun 2018 juga menyebutkan para kontestan pemilu diwajibkan membuat laporan penggunaan dana kampanye. Michael melanjutkan, laporan ini kemudian mesti diaudit oleh penyelenggara pemilu atau KPU.
“Setiap tampilan di media yang masuk kategori kampanye memang harus berbayar (dalam bentuk advertorial) karena itu bukan ‘berita’, karena sifatnya yang subjektif,” ujar Michael kembali.
Informasi soal konten tersebut sebagai bentuk iklan ini lah yang juga menjadi poin penting yang harus diketahui oleh audiens.
Penyalahgunaan Wewenang Bisa Dilaporkan
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara, Donny Rumagit, mengatakan petahana yang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak bisa menyalahgunakan wewenang atau program pemerintah dalam jangka waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga penetapan calon terpilih.
ADVERTISEMENT
Penyalahgunaan tersebut juga meliputi dugaan penggunaan uang pemerintah untuk kampanye terselubung.
Klausul tersebut ditemukan pada UU Pilkada tahun 2016 Pasal 71 ayat 3 yang berbunyi, “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.”
Merujuk Pasal 188 beleid tersebut, pencalonan bisa dibatalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan calon petahana dapat terancam pidana maksimal enam bulan dan denda maksimal Rp6 juta.
"Dalam pasal itu, penggunaan APBD (untuk berkampanye) termasuk yang diatur pada frasa menggunakan wewenang dan program yang ada di ayat 3 tersebut," ujar Donny.
ADVERTISEMENT
Selama ini, Donny kerap menerima laporan soal penyelewengan dana APBD untuk kampanye calon petahana pada Pilkada 2024. Namun, penyelidikan dan proses hukum terkendala di kurangnya bukti dan saksi yang bisa menjabarkan pola dugaan penyelewengan anggaran.
Selain itu, aturan penggunaan ‘buzzer’ belum ada dan masih menjadi ranah abu-abu.
Sejauh ini, penggunaan media sosial untuk kampanye hanya tertuang pada pasal 47 dan 48 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017. Pada pasal tersebut, KPU menjelaskan bahwa akun kampanye dari partai politik atau pasangan calon mesti didaftarkan secara resmi ke KPU.
“Sudah ada aturan pendaftaran akun media sosial yang akan digunakan untuk kampanye. Tetapi untuk orang per orang (‘buzzer’). belum ada aturan yang mengikat,” kata Donny.
ADVERTISEMENT
"Akan lebih baik jika memang ada laporan yang disampaikan dengan bukti yang kuat serta saksi yang mengetahui hal itu.”
Mengapa ‘Buzzer’ Wartawan Muncul?
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Manado, Fransiskus Marcelino Talokon, menjelaskan fenomena wartawan ikut menjadi tim sukses atau ‘buzzer’ terpengaruhi oleh banyak faktor, seperti nihilnya pemahaman kode etik wartawan, tidak adanya proses penyeleksian ketat sebagai wartawan di tingkat kota, dan tuntutan kesejahteraan.
“Menjadi seorang wartawan saat ini begitu gampang, tanpa harus melewati proses pelatihan seperti dulu, mulai dari pelatihan, menjadi calon wartawan, lalu menjadi wartawan dengan mendapatkan kode (nama penulis). Ini terjadi karena saat ini, untuk membuat website berita, tak lagi membutuhkan modal besar,” kata Fransiskus.
“Bahkan ada yang bisa langsung jadi pemimpin redaksi karena saat ini media didirikan dengan mudah karena hanya beli domain saja. Inilah yang akhirnya membuat banyak pelanggaran kode etik, termasuk ikut menjadi ‘buzzer’ politik terutama pada Pilkada seperti sekarang.”
ADVERTISEMENT
Terlebih, menurutnya, pola yang terjadi di daerah adalah banyak media yang masih bergantung pada anggaran pemerintah daerah sebagai sumber pemasukan. Dengan dalih tuntutan kesejahteraan, wartawan pun akhirnya terjebak pada fenomena ini.
‘Harus Ada Pemisah Berita dan Iklan’
Menanggapi fenomena kontrak ‘buzzer’ wartawan, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menjelaskan media mesti bersikap tegas dan menginformasikan ke publik pembeda antara iklan dan berita.
"Harus ada pemisahan dan pembeda yang tegas antara produk berita dan iklan," ujar Ninik ketika dihubungi.
Pembeda ini dibutuhkan untuk meningkatkan integritas dan kepercayaan publik baik pada individu wartawan maupun media tempatnya bekerja.
Wartawan, menurut Ninik, harus menjadi wasit yang profesional dan adil serta menegakkan kode etik jurnalistik, terutama terkait independensi dan keberimbangan.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga diucapkan oleh Fransiskus yang menyayangkan praktik ‘buzzer’ wartawan lantaran dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap profesi wartawan dan media lantaran keberpihakan kepada penguasa.
"Anggota AJI dilarang menjadi tim sukses apalagi menjadi kader partai politik. Bahkan menjadi penyelenggara Pemilu juga harus melepas keanggotaan. Ini penting agar wartawan memang tak terjebak konflik kepentingan," ujarnya.
Merujuk Surat Edaran Dewan Pers Nomor 01/SE-DP/XII/2022, Dewan Pers mengizinkan wartawan untuk terjun ke politik dengan syarat harus mengundurkan diri dari profesi kewartawanannya dan non-aktif terlibat dalam proses jurnalistik.
Lebih jauh, Dewan Pers telah secara tegas meminta seluruh awak media untuk menaati peraturan yang dibuat oleh penyelenggara pemilu tentang pemasangan iklan termasuk artikel bersifat pencitraan, merujuk pada Peraturan KPU Nomor 4 tahun 2017.
ADVERTISEMENT
This article was produced within the framework of the UNESCO Social Media 4 Peace project, funded by the European Union. The views expressed in the article belong to the author only and do not represent the views of UNESCO or the European Union.