Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
WPFD 2025, AJI Manado Diskusi Soal Dampak AI Terhadap Kebebasan Pers dan Media
8 Mei 2025 5:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
MANADO - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Manado menggelar diskusi bertema 'Dampak Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers dan Media'.
ADVERTISEMENT
Kegiatan yang digelar di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Rabu (7/5), merupakan rangkaian dari peringatan World Press Freedom Day (WPFD atau Hari Kebebasan Pers Sedunia yang digelar AJI di 40 daerah di Indonesia.
Hadir sebagai narasumber adalah Dekan FISIP Unsrat, DR Ferry Daud Liando, Praktisi Artificial Intelligence (AI), Yunan Helmy Balamba dan Ketua AJI Manado, Fransiskus Marcelino Talokon. Sementara peserta adalah para jurnalis, anggota pers kampus dari Unsrat dan IAIN Manado, mahasiswa FISIP serta dari LBH Pers.
Sekretaris AJI Manado, Isa Jusuf, saat membuka kegiatan, menyebutkan jika AI saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun, AI harus dipahami bukan hanya soal teknologi saja, tapi juga dampaknya secara luas.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, AI saat ini bukan hanya menghasilkan teks, gambar dan video yang realistis, tapi bisa juga jadi sumber deepfake dan berita palsu atau hoaks, yang tentu bisa memengaruhi banyak sektor, termasuk juga akademisi, pers dan media.
"AJI menaruh fokus tersendiri terkait hal ini karena tentunya dampaknya sangat besar untuk semua sektor saat ini," ujar Isa.
Sementara itu, saat diskusi, Ketua AJI Manado, Fransiskus Marcelino Talokon, kembali mengingatkan tentang pentingnya kode etik dalam kerja jurnalistik, terutama jika berbicara AI atau kecerdasan buatan.
Menurutnya, dengan perkembangan AI yang serba maju dan semakin realistis, maka perlu adanya verifikasi setiap informasi yang didapatkan, sehingga benar-benar apa yang akan disampaikan nyata dan bukan hasil rekayasa.
ADVERTISEMENT
"Ini jadi tantangan untuk pers dan media saat ini, di mana verifikasi mulai tak lagi jadi utama dalam memproduksi berita. Apalagi di saat perkembangan AI semakin realistis, maka ini jadi tanda awas, karena jangan sampai media justru yang menampilkan konten AI tanpa verifikasi," kata Frans sapaan akrabnya.
Soal verifikasi ini juga menjadi bagian penting dari penjelasan Yunan Helmy Balamba, praktisi AI, pada saat diskusi. Pria yang sejak awal tahun 2000-an sudah menggeluti dunia digital ini, mengaku jika AI memang sudah semakin maju saat ini.
Bahkan menurutnya, AI saat ini sudah ada tingkatan expert, di mana AI bisa menyontek kebiasaan pola berpikir dari orang, sehingga ketika diberi perintah untuk membuat sesuatu yang sama dengan orang yang dia analisis, maka itu akan benar-benar sama.
ADVERTISEMENT
"Misalnya di dunia pers, AI ini kita berikan data tentang cara menulis dan gaya tulisan seorang jurnalis, lalu kita berikan perintah untuk membuat tulisan dengan cara menulis dan gaya tulis jurnalis itu, maka dia akan bisa mengerjakannya," ujar Yunan.
Di kesempatan itu, Yunan juga mempraktikkan ketika dia menggunakan AI untuk berbincang menggunakan dialek Manado, serta berpura-pura menjadi moderator pada acara diskusi tersebut. Saat itu, AI yang Yunan beri nama Crea itu, langsung merespons dengan cepat dan bertindak sebagai moderator termasuk menyiapkan pertanyaan untuk narasumber menggunakan dialek Manado.
“Dengan memberikan data atau perintah yang tepat, maka AI akan bisa melaksanakannya itu," ujar Yunan.
Namun demikian, Yunan mengatakan jika sehebatnya AI, tapi ada kelemahan, terutama jika data yang tersedia kurang, maka respons dari AI itu juga tidak akan maksimal. Untuk itu ada juga AI yang datanya sumir.
ADVERTISEMENT
"Saya setuju dengan Ketua AJI, di mana validasi dan verifikasi data itu penting. AI itu menampilkan apa data yang kita berikan, sehingga perlu ada verifikasi ulang apa data itu benar atau belum," ujar Yunan kembali.
Sementara itu, Dekan FISIP Unsrat, DR Ferry Daud Liando, mengaku berterima kasih dengan diskusi yang digelar di kampus, terutama berbicara tentang kecerdasan buatan atau AI. Dia berharap kegiatan seperti ini dengan melibatkan mahasiswa bisa memberikan efek baik untuk kampus.
Dekan yang pernah menjadi majelis etik AJI Manado ini, mengaku jika dia ingin mahasiswa mendapatkan banyak pelajaran tak hanya dari dunia kampus, tapi juga dari lapangan termasuk pelatihan seperti ini.
"Saya ingin mahasiswa itu mendapatkan ilmu yang banyak tak hanya dari kampus tapi juga dari praktisi dan orang yang punya pengalaman di lapangan. Untuk itu, saya berharap kegiatan seperti ini bisa berkesinambungan dengan melibatkan para mahasiswa. Tak hanya di FISIP tapi untuk yang lain juga," kata Ferry kembali.
ADVERTISEMENT
Kegiatan diskusi yang dimoderatori oleh Vivi Pamikiran ini berlangsung aktif, di mana para peserta banyak memberikan tanggapan. Rata-rata penanggap menyoroti soal AI dan juga peran pers di dalamnya.