Konten dari Pengguna

Hari Raya Asadha: Momen Refleksi Kali Pertama Ajaran Buddha Dibabarkan

Manggala Wiriya Tantra
Pembelajar Seumur Hidup
23 Juli 2021 21:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Manggala Wiriya Tantra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang bhikkhu sedang puja bakti di Candi Borobudur. Sumber https://pixabay.com/id/photos/budha-sembayang-biksu-198577/
zoom-in-whitePerbesar
Seorang bhikkhu sedang puja bakti di Candi Borobudur. Sumber https://pixabay.com/id/photos/budha-sembayang-biksu-198577/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh : Manggala Wiriya Tantra – Dosen Agama Buddha Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya
ADVERTISEMENT
Tahun ini Hari Raya Asadha jatuh pada tanggal 24 Juli. Tak seperti biasa dirayakan oleh ribuan umat buddha di Candi Borobudur, kali ini Hari Asadha harus dirayakan dari rumah karena dampak pandemi. Kendati demikian tidak menyurutkan semangat umat buddha dalam memaknainya. Hari Asadha diperingati sebagai momen paling bersejarah dalam perkembangan agama buddha.
“Asadha adalah momen penting di mana ajaran buddha pertama kalinya dibabarkan di dunia ini, dari sinilah akhirnya kita bisa mengenal ajaran luhur yang ditemukan oleh Sang Buddha Gautama” ucap Manggala Dosen Agama Buddha Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya.
Kala itu Sang Buddha Gautama pertama kali berkotbah kepada lima orang pertapa yang sebelumnya menganggap ia gagal, karena dianggap tidak mampu menjalankan praktik bertapa yang ekstrem selama enam tahun di hutan Uruvela, India. Padahal sejatinya praktik bertapa ekstrem, seperti tidak makan dan tidak minum itu hampir saja membuat pertapa Gautama mati.
ADVERTISEMENT
Pertapa Gautama akhirnya sadar, bahwa praktik bertapa menyiksa diri tidak membawanya mencapai tujuan untuk mengakhiri penderitaan setelah mendengar syair dari serombongan penari ronggeng yang kebetulan lewat dekat gubuknya.
“Kalau tali gitar ditarik terlalu kencang, talinya akan putus, suaranya hilang. Kalau ditarik terlalu kendur, tak dapat mengeluarkan suara. Tarikannya tak boleh terlalu kencang dan terlalu kendur, harus pandai menimbang dan mengira.” Syair inilah yang akhirnya membawa pertapa Gautama menemukan Jalan Tengah, jalan mengakhiri penderitaan, mencapai pencerahan.
Umat Buddha meyakini kebahagiaan sejati dapat diraih setelah menyadari tiada kehidupan yang kekal dan memutus sebab penderitaan. Dalam kotbah pertama Buddha Gautama dijelaskan tentang musnahnya penderitaan (dukkhanirodha ariyasacca) dengan cara melenyapkan nafsu dan kekotoran batin (kilesa).
ADVERTISEMENT
Kotbah pertama Buddha Gautama dikenal dengan istilah Dhammacakkappavattana Sutta artinya sutta tentang pemutaran roda dhamma. Dari titik inilah sejarah perkembangan agama Buddha dimulai. Lima orang pertapa yakni Kondanna, Vappa, Bhadiya, Mahanama, dan Assaji menjadi siswa pertama Buddha. Dan sejak itulah setelah kelima siswa pertama Buddha ditahbiskan menjadi bhikkhu yang dikenal dengan sebutan Pancavaggiya.
Kelima siswa pertama Buddha itu diberikan nasihat agar berhenti menjalankan dua hal ekstrem, yakni menuruti kesenangan nafsu indrawi dan melakukan penyiksaan diri karena hanya membawa pada lingkaran samsara. Satu-satunya jalan menuju pencapaian Nibbana (kebahagiaan tertinggi) dan mengakhiri samsara adalah Jalan Ariya Berunsur Delapan yang dikenal dengan istilah Ariya Atthangika Magga.
Rupang Buddha Candi Borobudur. Sumber: https://pixabay.com/id/photos/candi-buddha-agama-buddha-patung-2434193/
“Poin penting dalam hari raya Asadha ini bagi umat Buddha adalah mengingat kembali kotbah pertama Buddha tentang Empat Kebenaran Mulia” kata Manggala.
ADVERTISEMENT
Empat Kebenaran Mulia mencakup tentang (1) penderitaan yakni kelahiran, usia tua, kematian, berkumpul dengan yang dibenci, berpisah dengan orang yang dicinta; (2) asal mula penderitaan yakni keinginan nafsu indrawi (tanha); (3) musnahnya penderitaan yakni lenyapnya hawa nafsu indrawi; dan (4) jalan menuju musnahnya penderitaan yakni jalan ariya berunsur delapan.
Lebih lanjut Sang Buddha menjelaskan delapan jalan ariya berunsur delapan sebagai jalan menuju musnahnya penderitaan, yakni pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.
“Sebagai umat buddha Hari Raya Asadha ini sangat tepat digunakan sebagai momen refleksi diri untuk mengikis hawa nafsu dan keserakahan dengan meditasi, serta berdoa dari rumah agar pandemi segera berlalu,” pungkas Manggala yang juga mantan Sekretaris Jenderal PP Hikmahbudhi itu.
ADVERTISEMENT