Konten dari Pengguna

Menggali Tantangan Kurikulum Merdeka: Harapan dan Realitas di Lapangan

Manisha Khairolla
Saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
12 November 2024 9:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Manisha Khairolla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar hanya Ilustrasi  : https://www.shutterstock.com/image-photo/concentrated-teen-girls-boys-discussing-small-2450794597
zoom-in-whitePerbesar
Gambar hanya Ilustrasi : https://www.shutterstock.com/image-photo/concentrated-teen-girls-boys-discussing-small-2450794597
ADVERTISEMENT
Pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia, pendidikan memiliki peran penting dalam membangun generasi penerus yang berkompeten. Sayangnya, meskipun berbagai kebijakan dan reformasi telah dilakukan, sistem pendidikan Indonesia masih menunjukkan banyak kelemahan yang mencolok. Dalam hal ini kita kaitkan dengan program 'Merdeka Belajar' yang digagas oleh Menteri Nadiem Makarim, yang sampai saat ini masih terdapat masalah yang belum sepenuhnya teratasi.
ADVERTISEMENT
Banyak orang mengeluhkan implementasi Kurikulum Merdeka karena anak-anak menjadi kurang termotivasi dan sering mengabaikan pembelajaran di sekolah. Mereka cenderung merasa bahwa meskipun tidak belajar atau mendapatkan nilai buruk, mereka tetap akan lulus. Hal ini akan membuat anak-anak meremehkan proses belajar, menganggap pendidikan tidak penting, dan akhirnya kurang menghargai kesempatan untuk berkembang secara akademis maupun pribadi.
Kurikulum Merdeka, yang diharapkan menjadi jawaban atas berbagai tantangan pendidikan di Indonesia, kini menuai kritik dari berbagai kalangan. Bahkan anak – anak sekarang pergi ke sekolah bukan dengan niat utama untuk belajar, melainkan lebih terfokus pada penampilan dan gaya hidup.
Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan, terutama ketika melihat rendahnya tingkat literasi dan pengetahuan dasar di kalangan siswa, banyak dari mereka yang belum mampu menjawab pertanyaan- pertanyaan sederhana, seperti siapa bapak pendidikan atau apa fungsi MPR/ DPR dan masih banyak lagi. Hal ini menciptakan tantangan besar dalam membentuk karakter dan disiplin siswa, yang seharusnya menjadi tujuan utama pendidikan.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Detik.com, Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 mengkritik kebijakan Kurikulum Merdeka untuk nasional. Jusuf Kalla menilai aturan ini bisa dilakukan untuk satu atau dua sekolah, tapi tidak untuk seluruh wilayah di Indonesia.
JK menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka kurang cocok diterapkan secara nasional. Menurutnya, kurikulum ini lebih sesuai jika diimplementasikan secara terbatas, misalnya hanya di satu atau dua sekolah.
"Bicara soal sistem, saya katakan Kurikulum Merdeka tidak cocok untuk diterapkan secara nasional. Ini bisa dilaksanakan terbatas di beberapa sekolah saja," ujarnya.
Beberapa kritik terhadap penerapan Kurikulum Merdeka mencakup berbagai aspek, mulai dari efektivitasnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan hingga tantangan dalam penerapannya. Berikut beberapa kritik yang sering disampaikan:
ADVERTISEMENT
1. Efektivitas pembelajaran
Kurangnya motivasi untuk belajar bisa jadi disebabkan oleh fleksibilitas yang diberikan oleh Kurikulum Merdeka. Meskipun tujuannya adalah untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih materi yang ingin dipelajari, hal ini juga dapat memicu sikap acuh tak acuh terhadap pendidikan. Ketika siswa merasa tidak ada konsekuensi signifikan dari ketidakseriusan mereka, mereka cenderung mengambil jalan pintas dan mengabaikan pembelajaran.
2. Pengaruh lingkungan dan budaya belajar
Selain itu, lingkungan dan budaya belajar di sekolah juga berperan penting dalam menentukan sikap siswa terhadap pendidikan. Jika lingkungan sekolah tidak mendukung semangat belajar, siswa akan lebih mudah terjerumus dalam kebiasaan malas dan mengabaikan tanggung jawab mereka. Keterlibatan aktif orang tua dan guru dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar dan memahami pentingnya pendidikan.
ADVERTISEMENT
3. Kesenjangan fasilitas antar sekolah
Tidak semua sekolah memiliki sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk mendukung fleksibilitas yang diharapkan oleh Kurikulum Merdeka. Sekolah di daerah terpencil atau dengan keterbatasan anggaran mungkin sulit memenuhi kebutuhan fasilitas pembelajaran mandiri yang lebih interaktif, sehingga tujuan kurikulum ini tidak dapat diterapkan secara merata.
4. Kurangnya pengawasan dan bimbingan pada siswa
Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan lebih besar kepada siswa, tetapi tidak semua siswa memiliki kedisiplinan dan kemandirian yang cukup untuk memanfaatkan kebebasan ini. Tanpa pengawasan dan bimbingan yang memadai, siswa dapat terjebak dalam sikap acuh tak acuh atau malas belajar.
Kritik terhadap Kurikulum Merdeka bukan berarti bahwa sistem ini tidak memiliki kelebihan. Namun, evaluasi dan perbaikan harus dilakukan agar kurikulum ini dapat benar-benar mencapai tujuannya. Pihak terkait, mulai dari pemerintah, DPR, dinas pendidikan, guru dan tenga pendidik, hingga orang tua, perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini, karena keberhasilan implementasi kurikulum ini akan sangat bergantung pada komitmen dan konsistensi semua pemangku kepentingan dalam menjalankan perannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Forum komunikasi rutin antara sekolah dan orang tua perlu diadakan untuk memastikan adanya keselarasan dalam membimbing siswa. Dinas pendidikan dan satuan pendidikan harus berkoordinasi secara intensif untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum. DPR sebagai lembaga legislatif juga memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi implementasi kurikulum ini secara nasional. Hal ini agar memastikan bahwa siswa tidak hanya lulus saja tanpa bekal yang memadai, tetapi juga memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk masa depan mereka. Pendidikan harus membekali mereka dengan pemahaman yang kuat, kemampuan berpikir kritis, serta keterampilan praktis yang akan berguna dalam karier mereka dan kehidupan sosial di masa depan.
Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan di Indonesia, tetapi tantangan yang ada harus dihadapi dengan serius. Keterlibatan semua pihak dalam mendukung proses pembelajaran sangat penting untuk menciptakan generasi yang tidak hanya lulus secara formal, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang pendidikan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
ADVERTISEMENT