Konten dari Pengguna

Revolusi Kerja Digital : Ketika Platform Mengubah Nasib Pekerja Indonesia

Manisha Khairolla
Saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
1 Desember 2024 14:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Manisha Khairolla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gemerlap ekonomi digital, ada pertanyaan mendasar yang jarang kita renungkan: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari revolusi platform ini ?. Mari kita kupas lebih dalam bagaimana kekuatan ekonomi dan politik bermain dalam transformasi dunia kerja di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika dulu kekuasaan ekonomi terletak pada pemilik pabrik dan gedung perkantoran, kini beralih ke pemilik platform digital. Para 'juragan virtual' ini mengendalikan nasib jutaan pekerja melalui algoritma dan kebijakan platform.
Sejak kemunculan platform seperti Gojek dan Grab, lanskap pekerjaan di Indonesia mengalami perubahan dramatis. Tukang ojek yang dulu menunggu penumpang berjam-jam di pangkalan, kini bisa mendapatkan orderan melalui smartphone. Pedagang warung yang tadinya hanya mengandalkan pembeli lewat, sekarang bisa menjangkau pelanggan di seluruh kota melalui aplikasi pesan-antar makanan.
Peluang dan tantangan
Di satu sisi, platform digital membuka pintu kesempatan lebar-lebar. Sarjana yang belum mendapat pekerjaan tetap bisa menghasilkan pendapatan sebagai pengemudi ojek online. Ibu rumah tangga dapat berjualan makanan dari dapur rumahnya. Bahkan fresh graduate bisa menjadi freelancer digital dengan klien dari berbagai negara. Namun, di balik kemudahan ini tersimpan tantangan baru. sistem kemitraan yang diterapkan platform digital seringkali menempatkan pekerja pada posisi yang rentan. Mereka tidak dianggap sebagai karyawan tetap, sehingga tidak mendapatkan standar manfaat seperti asuransi kesehatan, tunjangan, jaminan pendapatan minimum dan juga tekanan target yang kadang mencekik. Belum lagi persaingan yang semakin ketat seiring bertambahnya jumlah pekerja platform. Padahal, mereka menghadapi risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak kalah seriusnya dengan pekerja konvensional.
ADVERTISEMENT
Platform digital telah mengubah definisi "bekerja" secara fundamental. Konsep jam kerja perlahan tergantikan dengan fleksibilitas waktu. Kantor tidak lagi harus berupa gedung fisik, bisa jadi hanya berupa aplikasi di smartphone. Namun, perubahan ini juga memunculkan pertanyaan krusial: bagaimana melindungi hak-hak pekerja di era digital ?. Hal ini merupakan permasalahan yang harus dibenahi ketika batas antara waktu kerja dan waktu pribadi menjadi semakin kabur, pekerja digital seringkali menghadapi tekanan untuk selalu "siap" atau "online". Ini dapat mengarah pada eksploitasi terselubung, di mana pekerja merasa terpaksa bekerja lebih lama dari yang seharusnya demi memenuhi target atau mempertahankan peringkat mereka di platform.
Pertarungan Kepentingan
Dalam hal ini kita bisa melihat dibalik kemudahan di era digital kita bisa menilai pertarungan kepentingan yang kompleks :
ADVERTISEMENT
• Perusahaan platform digital mengejar profit dan ekspansi
• Investor menuntut pertumbuhan yang argresif
• Pemerintah yang mencoba menyeimbangkan inovasi dan perlindungan kerja
• Konsumen yang meninginkan layanan murah, cepat, dan aman
Regulasi Pemerintah
Pemerintah telah mulai merespons dengan regulasi khusus, tetapi masih banyak aspek yang perlu dibenahi. Mengutip website katadata.co.id, kementerian ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan bahwa mereka tengah mempersiapkan regulasi terkait pekerja berbasis online, termasuk pengemudi taksi dan ojek online (ojol) serta kurir.
“Apakah pola kerjanya berbasis kemitraan atau bukan? Tunggu saja waktunya. Hal ini akan diatur dalam rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker),” ujar Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, usai menghadiri rapat kerja tertutup dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta pada Rabu (28/8).
ADVERTISEMENT
Regulasi tersebut nantinya akan memastikan bahwa seluruh pekerja platform digital memenuhi kategori kerja layak, sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO).
Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan akademisi memiliki peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi serta pengembangan strategi bisnis yang optimal di era digital. Dengan memahami dan menerapkan pendekatan yang selaras dengan tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh revolusi digital, kita dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di masa depan.
Kesimpulan
Memahami dimensi ekonomi politik dalam revolusi kerja digital membuat kita sadar: perubahan ini bukan sekadar tentang teknologi, tapi juga tentang kekuasaan, kepentingan, dan perjuangan untuk keadilan ekonomi, yang dipertaruhkan bukan hanya nasib pekerja hari ini, tapi juga masa depan dunia kerja di Indonesia. Revolusi kerja digital telah mengubah nasib jutaan pekerja Indonesia seperti, dua sisi mata uang, ia membawa peluang sekaligus tantangan. Perubahan ini bukanlah tren sementara, melainkan transformasi fundamental yang akan terus berkembang. Bagi para pekerja Indonesia, kemampuan beradaptasi dan terus belajar akan menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang di era baru ini.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Hasan, H., Arfah, A., & Arifin, A. (2024). Revolusi Digital dan Strategi Bisnis “Tinjauan Terkini terhadap Pertumbuhan Ekonomi”. SEIKO: Journal of Management & Business, 7(1), 1299-1303.