Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Cerita Bu Wiwin, Merintis Panoratik hingga Buka Kelas Membatik
19 Juli 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Martono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ia bernama lengkap Wiwin Supriani, seringnya dipanggil Bu Wiwin. Ibu rumah tangga kelahiran 47 tahun lalu ini diboyong ke Kota Madiun setelah menikah pada 2011 silam.
ADVERTISEMENT
Dua tahun kemudian, ia menerima tawaran untuk mengikuti pelatihan membatik yang diadakan oleh Disperindag Kota Madiun dan Panti PKK selama 2 hari, yang kemudian diteruskan dengan pelatihan-pelatihan di Pasuruan dan Yogyakarta. Dari berbagai tempat pelatihan, Bu Wiwin memperoleh banyak ilmu dan keterampilan membatik.
Begitu melihat para senior yang lebih dahulu memproduksi batik dan mulai dikenal karyanya, Bu Wiwin memutuskan untuk produksi sendiri di rumah. Seperangkat alat dan bahan untuk membatik dibeli menggunakan uang transport saat pelatihan yang ia kumpulkan, jumlahnya sekitar 1 juta rupiah.
Masih tergolong minim, batik yang dihasilkan juga masih murah. Harga jualnya 150 ribu untuk 2 meter kain. Pembeli rata-rata tetangga sekitar rumah. Motif batik tulis yang dihasilkan juga masih sederhana. Namun, dari sedikit demi sedikit keuntungan itu, usaha Bu Wiwin bisa berkembang.
ADVERTISEMENT
Batik terus diproduksi. Keahlian juga terus diasah. Bersama komunitasnya, ia ke Madura untuk belajar teknik pewarnaan ombak tsunami. Pernah juga ikut pelatihan teknik pendulum (batik pendulum) yang menggunakan alat digantung di atas lalu diayun dan membentuk motif. Selain itu, ia juga aktif mencoba-coba sendiri, misalnya teknik ecoprint yang ia dapat dari Yogyakarta, dari yang awalnya dipalu kini memakai cara stim (kukus). Pengukusan dengan dandang berlangsung selama 2 jam dan sekali kukus bisa 5 gulung.
Batik Bu Wiwin sering dibawa oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Madiun (bidang industri dan UMKM) ke berbagai pameran di luar kota. Karyanya juga terpampang di Galeri Dekranasda. Hal itu diikuti oleh kualitas bahan dan motif batik yang terus mengalami peningkatan. Banyak orang yang kemudian mengenalnya. Saat ini, satu kain batik tulis sudah bisa dijual seharga 2,5 juta rupiah.
Jenis batik yang diproduksi ada batik tulis, cap, ecoprint, shibori, dan ecoprint mix batik. Bahan yang digunakan juga bermacam-macam sesuai dengan harga, biasanya Bu Wiwin memakai kain primisima, kain viscose, dan kain ATBM.
ADVERTISEMENT
Untuk motif batik, Bu Wiwin kerap mengangkat kekhasan kota Madiun. Hal ini didasarkan oleh konsumen yang sering menanyakan kekhasan Kota Madiun. Khas Kota Madiun sendiri ada pecel Madiun, batik pendekar, Madiun sejuta bunga, dan jeruk melati. Awalnya, Madiun mengangkat seger Madiun (jeruk dan melati). Setelah itu, barulah muncul batik pecel.
Dalam memproduksi batiknya, Bu Wiwin dibantu oleh teman-teman di Asosiasi Pengrajin Batik Kota Madiun (APBM), misalnya kalau membutuhkan tenaga cap atau tukang gambar. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan batik tulis, paling minim, sekitar 4 hari sampai 1 bulan (premium). Batik premium selalu dikerjakan Bu Wiwin sendiri, tujuannya agar tetap terjaga kualitasnya.
Konsumen Bu Wiwin adalah orang lokal hingga orang dari luar pulau, Kalimantan. Konsumen tersebut berasal dari relasi-relasi yang terjalin, berbagai pameran yang mengenalkan produknya hingga luar daerah, dan promosi online (Google Maps, Instagram, dan Facebook). Sebulan, Bu Wiwin bisa meraup omzet sekitar 5 sampai 20 juta rupiah.
Di samping produksi, Bu Wiwin juga menjadi narasumber pelatihan-pelatihan membatik dan aneka teknik pewarnaan. Pelatihan sendiri ada yang privat dan ada yang kelompok. Harganya pun bervariasi.
ADVERTISEMENT
Secara privat, Bu Wiwin hanya menyediakan bahan dan warna saja. Sementara itu, secara kelompok, Bu Wiwin menyediakan bahan, warna, dan alat. Banyak orang yang berlatih ke tempatnya secara privat. Orang dari dinas, komunitas, dan sekelompok warga kerap mengundangnya untuk melatih secara kelompok.
Pelatihan yang dilakukan bisa memilih sesuai kebutuhan, misalnya shibori saja atau mencanting saja. Waktu yang dibutuhkan juga berbeda-beda, contohnya shibori hanya perlu 1 hari, ecoprint bisa 1 hari juga, sedangkan batik 4 hari. Biaya pelatihan kisaran 150 ribu sampai 450 ribu per orang. Kalau mengundang ada biaya narasumber tersendiri.
Bu Wiwin punya ciri khas dalam membatik. Orang-orang yang berlatih dengannya bisa dengan mudah dikenali, misalnya teknik ciprat yang bermotif, arahnya berbeda, bukan sekadar ciprat seperti yang lainnya. Beberapa waktu yang lalu, Bu Wiwin sempat mengajari penyandang disabilitas untuk belajar teknik ini.
ADVERTISEMENT
Penghuni rumah Jalan Panorama Wilis No. 23A, Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman ini selalu meningkatkan skill, memunculkan ide-ide baru untuk desain, dan update teknik-teknik baru. Selain itu, ia berharap kegiatan pelatihannya bisa berskala nasional bahkan mengajar hingga ke luar negeri.