Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengasa Pemahaman Lintas Mapel dengan Asesmen Kolaboratif
29 Oktober 2024 21:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Yulius Maran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak pernah terbayang oleh saya menjadi seorang guru seperti sekarang ini. Apalagi menjadi seorang Kepala Sekolah pada sebuah satuan pendidikan tingkat pertama, yang nota bene mendampingi usia remeja, masa transisi dari pendidikan dasar ke menengah. Saya akui bahwa menjadi guru bukan cita-cita saya, namun menjalani hidup sebagai seorang guru adalah panggilan saya. Saya mengatakan menjadi guru bukan cita-cita saya karena saya tidak pernah melewati pendidikan formal keguruan. Namun demikian, karena panggilan menjadi guru tersebut telah mengubah pola pikir saya bahwa pendidikan adalah karya bersama.
ADVERTISEMENT
Karya bersama membawa pemahaman saya kepada sebuah kolaborasi. Kolobarasi mengandaikan ragam kompetensi, pemahaman, keterampilan melebur menjadi sebuah hasil yang luar biasa. Kolaborasi tidak mengkotak-kotakan kecerdasan atau pemahaman setiap disiplin ilmu. Sebaliknya kolaborasi membuka ruang kreativitas dan inovasi dari beragama disiplin ilmu. Kolaborasi ibarat pisau bedah kecerdasan pemahaman lintas ilmu. Maka, kolaborasi tidak lain adalah personalisasi belajar di abad 21.
Personalisasi belajar abad 21 menghendakai perubahan sekolah abad 19 menuju sekolah merdeka belajar. Bagaimana mendesain sekolah merdeka belajar? Kuncinya ada di guru. Jika setiap guru memahami konsep merdeka belajar dengan baik, tentu saja tidak banyak miskonsepi di seputar pendidikan yang mesti kita benahi. Namun yang terjadi masih banyak miskonsepi yang harus diluruskan demi mencapai sebuah kemerdekaan belajar. Cara yang paling sederhana yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir guru. Guru bukan Gudang ilmu satu-satunya. Artinya guru harus membuka wawasan bahwa yang belajar tidak hanya murid namun juga guru. Mengajar adalah belajar. Mengajar adalah belajar menemukan cara-cara baru agar materi yang diajarkan dapat dipahami dengan baik, bukan dihafal dengan baik.
ADVERTISEMENT
Hal kedua yang perlu diubah adalah berpikir lintas mapel. Guru harus mulai sadar perubahan pendidikan bukan pada satu mata pelajaran saja. Konsep berpikir mengajar sudah saatnya mengarah pada cara berpikir menyeluruh. Artinya bahwa guru harus membuka ruang selebar-lebarnya berkolaborasi dengan mata pelajaran lain. Konsep kolaborasi ini bukan pada asesmen sumatif atau model penilaian di akhir namun kolaborasi pada asesmen formatif. Guru harus mulai belajar mengasah pemahaman lintas mapel dengan merancang asesmen kolaboratif.
Beberapa tips mengasah pemahaman lintas mata pelajaran dengan asesmen kolaboratif. Pertama, Membaca muatan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran secara menyeluruh. Kedua, membuat mind mapping topik ajar untuk satu tahun. Ketiga, membangun dialog dengan guru mata pelajaran lain sampai menemukan benang merah KD. Keempat, membuatkan kerangka topik yang bersinggungan dan memikirkan projek bersama. Selanjutnya setelah empat langkah ini sudah dilakukan, mulai memikirkan hal-hal teknis lainnya dan langkah-langkah proses pembelajaran yang menarik. Asesmen Kolaboratif tidak bisa terlaksana jika setiap guru masih mempertahankan egonya masing-masing. Mari berpikir secara komprehensif. Bukan saatnya lagi berpikir secara partial, karena sejatinya pengetahuan dan keterampilan yang beragama ketika bisa dintegrasikan dengan baik akan menghasilkan karya yang maha dashyat, yakni hasil dari asesmen kolaboratif.***
ADVERTISEMENT