Konten dari Pengguna

Ketahanan Jaringan Ketenagalistrikan Nasional dan Implikasi Adopsi EBT

Marcel Bonifacio Tirta Wijata
Seorang pegiat energi bersih dan perangkat lunak bebas merdeka.
4 Juli 2024 6:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marcel Bonifacio Tirta Wijata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Bagaimana kondisi ketahanan jaringan ketenegalistrikan nasional saat ini? dan bagaimana implikasinya terhadap adopsi EBT?

Ilustrasi Saluran Udara Tegangan Tinggi. Foto: Fré Sonneveld/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Saluran Udara Tegangan Tinggi. Foto: Fré Sonneveld/Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam upaya menuju masa depan energi yang berkelanjutan, Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks, yaitu distribusi kapasitas jaringan ketenagalistrikan yang tidak merata. Namun, apa artinya ini bagi ambisi Indonesia untuk memanfaatkan energi terbarukan? Bagaimana kesenjangan kapasitas jaringan ketenagalistrikan mempengaruhi tujuan Indonesia untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025?
ADVERTISEMENT
Pertimbangkan implikasi dari laporan International Energy Agency, yang mengindikasikan penurunan signifikan dalam investasi untuk perluasan dan renovasi jaringan ketenagalistrikan. Strategi apa yang dapat diambil Indonesia untuk mengatasi tren ini dan memastikan infrastruktur energi yang kuat dan merata? Selain itu, World Economic Forum menyoroti potensi kapasitas tenaga surya dalam wilayah Indonesia. Dapatkah Indonesia memanfaatkan potensi ini untuk mengatasi tantangan jaringan ketenagalistrikan saat ini? Seiring dengan upaya negara ini untuk mewujudkan masa depan yang lebih hijau, seberapa penting memperbaiki ketidakseimbangan kapasitas jaringan ketenagalistrikan untuk pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini mengundang refleksi tentang jalan yang harus ditempuh Indonesia untuk mencapai masa depan energi yang stabil, aman, dan berkelanjutan.
Upaya Indonesia untuk mencapai masa depan energi yang berkelanjutan dirusak oleh kenyataan pahit akan ketidakstabilan jaringan ketenagalistrikan dan ketidakcukupan infrastruktur. Infrastruktur ketenagalistrikan nasional, tulang punggung penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, terkepung oleh kesenjangan mencolok dalam distribusi kapasitas jaringan ketenagalistrikan. Jaringan ketenagalistrikan Jawa-Bali dan Sumatera, yang kuat dan relatif tangguh, memenuhi sebagian besar kebutuhan energi di Indonesia, yaitu 80%. Sebaliknya, daerah-daerah yang lebih terpencil menghadapi penurunan kapasitas jaringan ketenagalistrikan yang drastis, membuat mereka terjebak dalam ketergantungan pada sumber energi yang kurang stabil dan kurang berkelanjutan. Dikotomi ini tidak hanya melemahkan adopsi teknologi energi terbarukan secara merata, tetapi juga mengingkari komitmen negara terhadap masa depan yang lebih hijau.
ADVERTISEMENT
Sumber-sumber Energi Terbarukan Variabel (Variable Renewable Energy/VRE), seperti tenaga surya dan angin, digembar-gemborkan oleh berbagai lembaga riset sebagai penopang paradigma energi yang lebih bersih. Namun, integrasi teknologi-teknologi ini ke dalam jaringan listrik Indonesia masih terhambat oleh infrastruktur saat ini. Intermitensi dari sumber energi terbarukan menuntut jaringan ketenagalistrikan yang tidak hanya kuat tetapi juga fleksibel dan adaptif. Namun, kondisi saat ini menunjukkan jaringan ketenagalistrikan yang penuh dengan keterbatasan, di mana kapasitas kehilangan saluran transmisi atau pembangkit yang tidak memadai menjadi sangat jelas. Kebutuhan akan perombakan model pendapatan jaringan ketenagalistrikan secara menyeluruh jelas terlihat, begitu juga dengan kebutuhan akan mekanisme pembiayaan yang inovatif untuk mengkatalisasi transisi ke energi terbarukan.
Untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan adopsi energi terbarukan yang terukur, Indonesia harus fokus pada pengembangan smart micro-grid. Tidak seperti jaringan listrik tradisional, smart micro-grid dapat beroperasi secara independen atau bersama dengan jaringan ketenagalistrikan utama, menyediakan sistem energi yang lebih fleksibel dan tangguh. Jaringan mikro ini, digabungkan dengan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, dapat menghasilkan listrik yang stabil dan berkelanjutan untuk daerah terpencil dan kurang terlayani. Smart micro-grid memanfaatkan teknologi pintar untuk mengelola pasokan dan permintaan energi secara efisien, mengurangi kerugian transmisi dan meningkatkan stabilitas jaringan secara keseluruhan. Dengan menggabungkan solusi penyimpanan energi dan sistem pemantauan real-time, jaringan mikro ini dapat secara efektif menyeimbangkan intermitensi sumber energi terbarukan. Selain itu, smart micro-grid dapat mendukung produksi energi yang terdesentralisasi, memberdayakan masyarakat lokal, dan mengurangi ketergantungan pada jaringan pusat.
ADVERTISEMENT
Berinvestasi dalam infrastruktur smart micro-grid tidak hanya akan meningkatkan ketahanan energi tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi dan inklusi sosial. Hal ini akan menciptakan peluang bagi bisnis lokal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup penduduk di daerah terpencil. Selain itu, implementasi smart micro-grid juga sejalan dengan tujuan Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Ilustrasi PLTS Atap. Sumber: Vivint Solar/Unsplash
Dalam menghadapi kebutuhan energi yang terus meningkat dan keharusan pembangunan berkelanjutan, situasi ketenagalistrikan di Indonesia mengalami perubahan transformatif. Secara historis, jaringan ketenagalistrikan nusantara merupakan sistem tambal sulam, yang sering kali terkepung oleh ketidakefisienan dan jangkauan yang terbatas. Namun, beberapa tahun terakhir ini telah menjadi saksi dari upaya bersama antara pemerintah Indonesia dan PLN untuk memperkuat infrastruktur jaringan ketenagalistrikan nasional. Upaya ini bukan hanya sekedar perluasan, tetapi juga menata ulang kemampuan jaringan ketenagalistrikan, mengintegrasikan teknologi mutakhir dan sumber energi terbarukan. Upaya pemerintah dalam mengatur PLTS melalui sistem kuota merupakan langkah strategis untuk mendesentralisasikan produksi energi. Dengan memberikan insentif untuk instalasi PLTS atap, pemerintah tidak hanya mengurangi tekanan pada jaringan ketenagalistrikan, tetapi juga mendemokratisasi pembangkitan energi. Poros kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas jaringan ketenagalistrikan dengan mengurangi intermitensi yang melekat pada sumber daya terbarukan. Umumnya, sifat terdistribusi dari sistem PLTS dapat mengurangi kerugian transmisi, yang merupakan langkah signifikan menuju efisiensi energi.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan langkah Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau, sinergi antara kebijakan pemerintah, kemajuan teknologi, dan peningkatan infrastruktur sangatlah penting. Upaya saat ini untuk memperkuat jaringan ketenagalistrikan dan mengatur adopsi energi terbarukan merupakan langkah ke arah yang benar. Namun, evaluasi dan adaptasi strategi yang berkelanjutan akan sangat penting untuk memastikan bahwa transisi energi di Indonesia tidak hanya berhasil, tetapi juga inklusif dan tangguh. Merangkul distribusi smart micro-grid akan menjadi komponen penting dari strategi ini, yang menawarkan solusi yang terukur dan berkelanjutan untuk tantangan energi nasional.