Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
BNPB: Titik Api Kebakaran Hutan di Indonesia Menurun 32,6 Persen
25 Oktober 2017 21:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB

ADVERTISEMENT
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data penurunan titik api/panas (hotspot) selama tahun 2017 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan berkurang, indeks standard pencemaran udara normal hingga sehat, jarak pandang normal, dan aktivitas masyarakat berjalan nomal. Tidak ada bandara yang tertutup akibat asap.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, jumlah hotspot dari pantauan satelit NOAA menurun 32,6 persen selama tahun 2017 dibandingkan tahun 2016.
"Pada tahun 2016 jumlah hotspot dari NOAA sebanyak 3.563 sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik. Begitu juga hotspot kebakaran hutan dan lahan dari pantauan satelit Terra-Aqua, terjadi penurunan 46,9 persen. Selama tahun 2016 terdapat 3.628 hotspot, sedangkan tahun 2017 sebanyak 1.927 titik untuk tingkat kepercayaan di atas 80 persen," ujar Sutopo dalam keterangan tertulis, Rabu (25/10).

Sutopo menuturkan, berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas kebakaran hutan dan lahan juga berkurang.
ADVERTISEMENT
Selama tahun 2017, kata Sutopo, terdapat 124.983 hektare hutan dan lahan yang terbakar. Menurutnya, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun 2016 seluas 438.360 hektar dan tahun 2015 seluas 2,61 juta hektar.
Selain itu menurutnya, ada pergeseran lokasi kebakaran hutan dan lahan. Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan, pada 2017, bergeser ke NTT, NTB dan Papua.
"Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama tahun 2017, daerah yang banyak terbakar di NTT seluas 33.030 hektare, NTB 26.217 hektare, dan Papua 16.492 hektare," ujarnya.
Menurut Sutopo, daerah-daerah sebelumnya yang menjadi 'langganan' kebakaran hutan di tahun 2016, justru berkurang.
Luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau 6.841 hektare, Sumatera Selatan 3.007 hektare, Jambi 109 hektare, Kalimantan Barat 6.992 hektare, Kalimantan Selatan 3.007 hektare, Kalimantan Tengah 1.365 hektar dan Kalimantan Timur 262 hektare.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Sutopo menambahkan, musim kemarau tahun 2017 tergolong normal.
"Lebih kering dibandingkan 2016 yang saat itu kemaraunya basah dan periode musim kemarau lebih pendek karena terpengaruh fenomena La Nina," tuturnya.
"Namun dibandingkan tahun 2015, kemarau 2017 lebih rendah intensitas keringnya. Tahun 2015 adalah kemarau yang sangat kering dan panjang karena adanya pengaruh El Nino," lanjut Sutopo.
Sutopo menjelaskan, patroli terpadu terus dilakukan dengan mendirikan 300 posko desa dengan jangkauan 1.203 desa rawan kebakaran hutan dan lahan. Kementerian LHK menggerakkan 1.980 personil Manggala Agni dan 9.963 orang Masyarakat Peduli Api untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan.
"Ribuan personel TNI dan Polri dikerahkan untuk antisipasi dan pemadaman. BNPB mengerahkan 26 helikopter water bombing dan 3 pesawat untuk hujan buatan. Total 71,9 juta liter air telah dijatuhkan oleh helicopter water bombing, dan 162 ton garam disemai untuk hujan buatan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT