Konten dari Pengguna

Perempuan dalam Pusaran Aksi Pelestarian Lingkungan

lindungihutan
Akun resmi informasi kegiatan LindungiHutan.
9 April 2023 6:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari lindungihutan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Upaya pelestarian lingkungan nyatanya tidak hanya dilakukan oleh mereka kaum laki-laki. Namun, perempuan juga punya andil besar dalam memperjuangkan lingkungan yang asri dan lestari. Perempuan dalam berbagai aktivitasnya memiliki relasi yang dekat dengan alam. Keduanya sama-sama melahirkan kehidupan, merawat, dan menjaga untuk memberikan manfaatnya bagi sekitar.
Foto penanaman mangrove. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Selama ini kerja-kerja lingkungan acap kali diisi oleh laki-laki, atau paling tidak dianggap demikian oleh masyarakat. Padahal, sepak terjang perempuan tak kalah hebatnya daripada laki-laki, Gretha Thunberg misalkan. Perempuan cum aktivis lingkungan ini terbukti memimpin banyak gerakan dan aksi kampanye di berbagai belahan dunia.
ADVERTISEMENT
Sementara di Indonesia, tentu ada berbagai perempuan yang punya peran besar dalam menjaga kelestarian lingkungan. Perempuan-perempuan tersebut di antaranya sebagai berikut!

Alpiah dari Bekasi dan Perjuangannya Melestarikan Mangrove

Foto Teh Alpiah. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Alpiah merupakan ketua Kelompok Bahagia Berkarya atau Kebaya asal Muaragembong Bekasi. Dirinya bersama 15 orang lainnya bersama-sama menjaga kelestarian mangrove mulai dari menanam hingga membuat olahan produk berbahan dasar mangrove.
“Kelompok Kebaya sehari-harinya menanam mangrove, mengolah mangrove, sampai memasarkan produk-produknya, Alhamdulillah saat ini Kebaya sudah punya 10 macam produk mulai dari sirup, jus, stick, kacang umpet, keripik umpet, keripik daun, keripik buah, kopi, sampai tepung,” Terang Alpiah.
Kebaya selain menjadi wadah bagi perempuan di Muaragembong untuk ikut menjaga kelestarian hutan mangrove juga memberikan kesempatan untuk berkarya. Apalagi, produk olahan mangrove tersebut bernilai ekonomi dan bisa menambah pendapatan mereka.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya makanan, Kebaya juga memanfaatkan mangrove sebagai pewarna alami. Propagul (buah mangrove yang berkecambah) yang sudah menjadi limbah dikumpulkan, dikeringkan, dan dimasak atau digodok menjadi pewarna batik.
“Saat ini Kebaya sudah mulai memproduksi batik dengan pewarna mangrove dan juga akan launching untuk penjualan khusus pewarna mangrove, untuk pewarna dari batik kita pakai dari jenis rhizophora yang mana bahan dasarnya berasal dari limbah propagul,” Jelas Alpiah.
Apa yang dilakukan oleh Alpiah merupakan harapan supaya masyarakat Indonesia lebih mengenal mangrove dan produk-produk olahannya. Aplagai, keberadaan hutan mangrove selain bermanfaat dari sisi lingkungannya ternyata juga menyimpan potensi ekonomi.
Kepenginnya produk mangrove ini bisa dikenal seluruh Indonesia bahkan sampai internasional, karena sampai saat ini, masih banyak warga Kabupaten Bekasi yang enggak kenal mangrove, bahkan ada pembeli yang datang bertanya apa itu mangrove? Bikin mabok enggak? Mati enggak kalau makan mangrove? Itu bikin saya kadang miris,” Ungkap Alpiah.
ADVERTISEMENT

Bagi Teh Aas Menanam untuk Mempertahankan Tanah Kelahirannya!

Foto Teh Aas. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Dari Bekasi kita bergeser ke ibu kota tepatnya di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Sosok perempuan bernama Aas ini memimpin kelompok perempuan nelayan dan berusaha mempertahankan tanah kelahirannya. Bagi dirinya, menanam artinya melawan!
Teh Aas sapaan akrabnya sehari-hari beraktivitas sebagai petani, mengurus pantai, berkebun, dan juga melaut. Beberapa di antaranya juga ada yang menyambi dengan membuka jasa katering.
Namun menurut pengakuan Teh Aas, dulunya masyarakat Pulau Pari bekerja sebagai nelayan rumput laut. Dari hasil melaut dirinya mengaku makmur atas hasil lautnya karena dapat digunakan untuk menyekolahkan anak-anak hingga membangun rumah.
Sayangnya, rumput laut tersebut kini mati karena maraknya pencemaran limbah dan adanya reklamasi yang kemudian memengaruhi kondisi tanaman. Kini, masyarakat beralih mengelola tempat wisata sebagai penghidupan sehari-harinya. Hanya saja dunia nelayan tidak lantas Teh Aas tinggalkan.
ADVERTISEMENT
Teh Aas bersama perempuan lain di Pulau Pari juga sudah sedari lama melakukan penanaman mangrove. Mengingat, besarnya manfaat yang ada bagi kawasan pesisir dan masyarakat yang menghuninya.
“Banyak sekali manfaat kita menanam mangrove untuk ke depannya, kita berharap sih abrasi yang terjadi sekarang ini enggak terjadi lagi, apalagi mangrove selain menahan abrasi juga menjadi tempat berkembang biak ikan,” Jelas The Aas.
Terakhir, Teh Aas berharap dirinya dan masyarakat Pulau Pari dapat hidup dengan sejahtera dari hasil laut yang ada,
“Inginnya sih Pulau Pari itu tidak ada korporasi atau organisasi yang mengklaim, karena sampai sekarang kita masih berjuang mempertahankan tanah kelahiran untuk anak cucu kita, apalagi kita lahir dan dibesarkan di sini dan mungkin juga bakal mati di Pulau Pari, jadi jangan pernah usik hidup warga Pulau Pari karena kita sudah sejahtera dengan laut kita,” Pungkas Teh Aas.
ADVERTISEMENT