Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pesisir Tambakrejo Semarang dan Jejak Sisa Abrasi yang Ada
21 Desember 2023 15:10 WIB
Tulisan dari lindungihutan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berita Kota Semarang akan tenggelam sudah saya baca dari lama, tetapi apakah benar adanya baru saya tahu jawabannya belum lama ini. Sekitar 15 menit dari pusat kota, saya bersama teman menuju kawasan pesisir Tambakrejo yang berada di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Suasana khas pesisir mulai terasa ketika memasuki jalur Pantura. Genangan air laut tampak begitu dekat dengan jalan raya. Sungai-sungai memiliki tinggi permukaan air yang setara dengan tanah dan jalanan. Ada begitu banyak genangan air laut di sana-sini. Namun, ada begitu banyak pula pabrik dan gudang lengkap beserta truk kontainer yang hilir mudik ke sana kemari. Tampaknya, laju pembangunan tak boleh berhenti kendatipun alam sudah memberikan ‘sinyal’ tidak baik-baik saja.
Memasuki kawasan Tambakrejo, rumah-rumah berderet di pinggiran sungai banjir kanal. Perahu nelayan berjejer tertambat di belakang rumah. Saya menemui Pak Yazid dan Pak Jo dari Kelompok CAMAR. Bersama kelompok CAMAR saya diajak berkeliling menelusuri jejak abrasi di Pesisir Tambakrejo Semarang
Abrasi di Pesisir Tambakrejo, Kota Semarang
Tahun 1980-an, jarak lokasi pesisir dengan permukiman warga masih sekitar 1,5 Km. Dahulu, masyarakat terbiasa berjalan hingga mencapai bibir pantai. Perlahan semuanya berubah. Tahun 2000-an, abrasi mulai menjadi ancaman bagi wilayah ini. Bibir pantai yang dulu masih bisa dilihat, kini sirna. Dari pintu belakang rumah masyarakat Tambakrejo, saya bisa langsung menjumpai laut.
“Abrasi paling parah tahun 2015, itu kena abrasi yang merusak sepanjang 1,5 kilometer dari pantai menuju kampung, dan itu banyak akses serta tambak-tambak punya masyarakat itu rusak sehingga menjadi kendala untuk budidaya bandeng di sekitar sini,” Ujar Pak Yazid, sosok yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan dan petani mangrove.
ADVERTISEMENT
Apa yang dikatakan Pak Yazid benar adanya. Selain tambak, ketika saya menjelajah di Tambakrejo ada berbagai sisa-sisa bangunan yang menandakan aktivitas kehidupan dahulunya. Sayang, bangunan tersebut kini sudah tergenang air laut.
Pom Bensin di Tengah Laut
Dari sekretariat Kelompok CAMAR, saya diajak menuju lokasi penanaman mangrove yang lokasinya perlu ditempuh menggunakan perahu kurang lebih 5-10 menit. Derung mesin kapal meraung membawa kami ke tengah lautan. Dari kejauhan saya bisa melihat ada semacam bangunan terbengkalai seperti mengapung di tengah lautan.
Saya meminta kepada pengemudi kapal untuk memutari bekas bangunan yang saya maksud. Ternyata, reruntuhan bangunan tersebut adalah bekas pom bensin. Pom bensin ini menjadi bukti pernah adanya kehidupan. Sekaligus membenarkan apa yang dikatakan Pak Yazid. Abrasi di Tambakrejo menelan cukup banyak daratan yang kini digenangi air laut. Terbukti, dari tempat saya menaiki kapal di sekretariat kelompok CAMAR hingga bekas pom bensin ini terletak, barang kali jaraknya terbentang lebih dari 1 Km.
ADVERTISEMENT
Menyisakan Makam yang Tenggelam
Selepas mengitari pom bensin tenggelam, kami bergeser ke lokasi penanaman mangrove Kelompok CAMAR. Di lokasi ini, sejak tahun 2011 Kelompok CAMAR menanam mangrove. Berbagai ukuran pohon mangrove bisa ditemui di sini, mulai dari yang paling besar sampai yang baru saja ditanam. Pagar bambu dipasang guna melindungi bibit mangrove yang baru saja ditanam. Hal tersebut dilakukan agar terjangan ombak laut tak menghanyutkan pohon.
Di tengah rerimbunan mangrove, saya melihat ada nisan kuburan yang tergenang air laut. Menurut penuturan Pak Yazid, dulunya di tempat ini merupakan pemakaman umum. Namun, seiring terimbasnya abrasi, masyarakat kemudian tak lagi menggunakannya dan mencari lokasi baru di tempat yang lebih aman.
“Makam ini mulai terkena dampak air pasang sehingga tidak bisa digunakan secara maksimal itu tahun 2015 awal, karena tenggelam akhirnya masyarakat memilih pindah ke Semarang Timur,” Ungkap Pak Yazid.
ADVERTISEMENT
Namun, tak semuanya juga kemudian memilih pindah lantaran biaya memindahkan makam yang tak bisa dikatakan murah. Oleh sebab itu, sisa-sisa makam yang tenggelam masih bisa saya temukan di pesisir Tambakrejo.
“Yang pindah katakanlah hampir 80%, yang 20%-nya tidak mampu untuk memindahkanya, karena ketika memindah itu butuh biaya,” Sambung Pak Yazid.
Rumah yang Terus Ditinggikan
Selesai dari lokasi penanaman mangrove, kami memutuskan untuk kembali ke Sekretariat Kelompok CAMAR. Sesampainya di sana, saya sempat berbincang dengan beberapa nelayan dan masyarakat setempat. Tak sedikit dari mereka yang bercerita bahwa akibat abrasi, banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk tetap bisa hidup di pesisir Tambakrejo.
Selain biaya memindahkan makam yang besar, masyarakat Tambakrejo juga mesti meninggikan rumah mereka agar tidak kebanjiran ketika rob datang. Tentu, merenovasi rumah bukanlah sesuatu yang murah bukan? Bahkan, masyarakat pesisir Tambakrejo bisa meninggikan rumahnya hingga 3 kali semenjak abrasi menerjang.
Saya bertemu dengan Antok, warga Tambakrejo yang kebetulan sedang meninggikan rumahnya. Tampak ada setumpuk material bangunan di depan rumahnya dan beberapa tukang yang sedang bekerja. Ini sudah ke empat kalinya Antok meninggikan rumahnya.
ADVERTISEMENT
“Ini satu meteran, dari lantai bawah ini, satu meter lebih, takutnya nanti kalau ada pasang lagi, air rob,” Ujar Antok.
Ketika ditanya mengapa tak memilih pindah, bagi Antok hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Lagi pula, pekerjaannya juga tidak bisa ditinggalkan. Alhasil, meninggikan rumah menjadi solusi untuk bisa tetap tinggal di Tambakrejo tanpa harus terendam air pasang.
Upaya Melawan Abrasi, Kelompok CAMAR Menanam Lebih Dari 500.000 Mangrove di Tambakrejo
Sengkarut masalah di pesisir Tambakrejo tentu tak bisa dibiarkan. Ada banyak keluarga dan orang yang menggantungkan hidupnya di sini. Pindah bukanlah solusi mudah yang dapat di-‘iya’-kan begitu saja oleh masyarakat Tambakrejo. Benteng pesisir mesti dibangun, hutan mangrove harus dijaga keberadaan dan kelestariannya!
Kini Pak Yazid bersama dengan masyarakat Tambakrejo yang tergabung dalam Kelompok CAMAR berupaya untuk menahan laju abrasi makin parah. Dirinya bersama Kelompok CAMAR aktif menanam dan merawat hutan mangrove yang ada.
ADVERTISEMENT
“Kalau dihitung secara keseluruhan kisaran hampir 500.000 pohon mangrove yang sudah ditanam,” Tutur Pak Yazid.
Keseluruhan bibit mangrove yang ditanam oleh Kelompok CAMAR berhasil menghijaukan kawasan dengan luas kurang lebih tiga hektare. Semoga upaya-upaya yang dilakukan kelompok CAMAR bisa terus dilakukan dan berbuah kebaikan untuk lingkungan dan masyarakat Tambakrejo. Doa-doa baik menyertai orang-orang baik pula!