Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
LPEM FEB UI: Pentingnya Mengukur Kekayaan Inklusif Pasca Pandemi COVID-19
13 Agustus 2021 11:38 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari LPEM FEB UI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
JAKARTA, 28 Juli 2021, International Institute for Sustainable Development (IISD) menyelenggarakan webinar yang bertemakan "Building Post-Covid Recovery Around Wealth Rather than GDP”’ pada 11 Juli 2021. Webinar tersebut merupakan rangkaian acara dari “High-Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development” yang diselenggarakan oleh PBB bekerja sama dengan berbagai institusi termasuk IISD. Mewakili UI, Dr. Alin Halimatussadiah hadir sebagai salah satu pembicara untuk topik “Reflections on the Urgency of Wealth Enrichment in Post-COVID-19 Era: Perspectives from Indonesia”. Alin yang merupakan Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI hadir pada forum tersebut dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Riset Measuring Inclusive Wealth for Indonesia, sebuah studi kolaborasi antara IISD Canada, SDGs Hub UI dan LPEM FEB UI.
Webinar ini membahas pentingnya melihat indikator kekayaan suatu negara secara inklusif dan komprehensif (inclusive/ comprehensive wealth) untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kekayaan diukur dengan melihat seberapa banyak modal yang ada dalam negara tersebut, karena besarnya modal menentukan kemampuan atau kapasitas suatu negara dalam menghasilkan pendapatan dan kesejahteraan. Dalam hal ini, modal yang perlu diakumulasi bukan hanya modal produksi (produced capital), tetapi juga jenis modal lain yaitu modal sumber daya alam/SDA (natural capital), modal manusia (human capital), dan modal sosial (social capital). Inclusive wealth sangat relevan dengan konsep keberlanjutan karena mempunyai perspektif jangka panjang dibandingkan dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB). Inclusive Wealth diharapkan dapat melengkapi PDB yang pada umumnya digunakan indikator performa pembangunan utama saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam paparannya, Alin menjelaskan bagaimana pandemi COVID-19 berpotensi menurunkan nilai Inclusive Wealth di Indonesia. Dari perhitungan produced capital yang dilakukan, terlihat bahwa akumulasi modal lebih terkonsentrasi pada sektor konstruksi dibandingkan ke sektor yang lebih produktif, seperti peralatan dan mesin yang erat kaitannya dengan sektor manufaktur. “Temuan ini dapat menjelaskan fenomena de-industrialisasi di Indonesia, di mana terdapat penurunan produktivitas sektor manufaktur karena depresiasi peralatan dan mesin tidak dibarengi dengan akumulasi modal yang memadai untuk terus mendorong perkembangan sektor industri. Di tengah situasi COVID-19, investasi pada produced capital yang terhambat akan semakin menurunkan kapasitas perekonomian dalam memproduksi output,” ujar Alin.
Dari sisi natural capital, Alin berpendapat bahwa tantangan utama di Indonesia di sisi ini adalah menjaga agar kuantitas SDA dan kualitas lingkungan tetap terjaga sehingga dapat mendukung pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan. “Selama hampir satu dekade terakhir, deforestasi netto di Indonesia mencapai lebih dari 3.5 juta hektar padahal hutan bukan hanya berperan penting dalam penyerapan karbon, tetapi dalam penyediaan jasa ekologi lainnya seperti keanekaragaman hayati, air, dan penyediaan berbagai jenis produk hutan selain kayu,” tambah Alin. Ia menyarankan perlunya mengevaluasi sektor pemicu deforestasi seperti pertanian dan pertambangan karena idealnya pembangunan ekonomi tidak menghasilkan trade-off terhadap lingkungan, bahkan perlu diusahakan agar seiring sejalan.
ADVERTISEMENT
Terakhir dari sisi modal manusia, Alin berpendapat bahwa pandemi berpotensi menurunkan modal manusia di Indonesia. Hal ini tercermin dari meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan, disrupsi pada aktivitas pendidikan, meningkatnya ketimpangan terutama dari sisi pemilikan aset privat, dan menurunnya kualitas kesehatan karena polusi. Dampak-dampak ini merupakan sebagian dari hal yang perlu ditangani segera karena peningkatan produktivitas di sektor industri juga sangat memerlukan modal manusia yang berkualitas unggul dan produktif.
Alin menutup dengan menyampaikan bahwa konsep inclusive wealth menekankan pada pentingnya mengakumulasi semua jenis modal dan perlu dihindarinya penurunan pada jenis modal tertentu. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, dibutuhkan aset/modal untuk bisa memproduksi sesuatu. Maka, ketersediaan dari seluruh jenis modal, baik itu modal produksi, modal SDA, dan modal manusia, memiliki peranan yang sama penting untuk menghasilkan pendapatan dan kesejahteraan. Kedua, akumulasi modal— -misalnya dalam modal manusia—- akan membutuhkan biaya dalam jangka pendek namun diharapkan hasil investasi ini akan menciptakan keuntungan yang lebih besar dalam jangka panjang. Ketiga, meningkatkan akumulasi modal yang bisa menghasilkan manfaat ganda, misalnya program perhutanan sosial yang mendukung konservasi hutan sekaligus juga bisa menurunkan angka kemiskinan. Keempat, pentingnya memprioritaskan investasi pada jenis modal yang tepat.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, alokasi investasi perlu lebih diarahkan pada jenis modal yang lebih produktif, berdampak jangka panjang, dan meningkatkan resiliensi. Selain itu perlu didorong akumulasi modal yang sifatnya komplementer, seperti misalnya investasi di infrastruktur ICT untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal serta akses pendidikan yang lebih merata atau infrastruktur yang tahan bencana dan perubahan iklim. Perlu juga dihindari investasi yang menghasilkan trade-off antar jenis modal, seperti ekspansi perkebunan yang mengorbankan area bernilai konservasi tinggi atau pembangunan industri yang mengorbankan kualitas lingkungan.