Konten dari Pengguna

Mansplaining: Mengajarkan atau Merendahkan Wanita?

Mardisha Anjani
Mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya
13 Oktober 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mardisha Anjani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Designed by freepik
zoom-in-whitePerbesar
Designed by freepik
ADVERTISEMENT
Diskursus ketidaksetaraan gender sedang menjadi tren perbincangan di media sosial, terutama TikTok, X, dan Instagram. Istilah-istilah baru terkait topik tersebut mulai bermunculan, salah satunya adalah mansplaining. Istilah ini mungkin tidak asing di kuping Anda. Sebenarnya, apa itu mansplaining?
ADVERTISEMENT
Sebagai perempuan, pernahkah Anda bertanya terkait suatu hal ke teman atau kolega Anda yang merupakan seorang laki-laki, kemudian jawaban yang diberikan olehnya seakan merendahkan atau meremehkan pengetahuan Anda? Misalnya, mereka mengatakan hal seperti “Begitu saja masa tidak tahu?” setelah menjelaskan suatu topik kepada Anda yang merupakan seorang perempuan. Hal tersebut termasuk mansplaining.
Kata mansplaining awalnya terinspirasi dari esai yang dibuat oleh Rebecca Solnit pada tahun 2008 berjudul “Men Explain Things to Me”Dimana didalamnya, Solnit menceritakan tentang kecenderungan pria untuk merendahkan dan membungkam suara wanita. Kata mansplaining kemudian muncul dari donatur anonim yang menanggapi esai karya Solnit tersebut. Kata mansplaining sendiri merupakan gabungan dari kata “man” yang berarti pria dan “explain” yang berarti menjelaskan. Secara istilah, mansplaining adalah fenomena dimana laki-laki menjelaskan suatu hal kepada wanita dengan konotasi menggurui atau bahkan meremehkan karena rasa superioritas gender.
ADVERTISEMENT
Di dalam esai pertama Solnit, dijelaskan pengalamannya dengan temannya Sallie dimana mereka sedang berada di suatu pesta. Kemudian, kemudian host dari pesta tersebut yang merupakan seorang pria mencoba berbincang dengan Solnit. Pria ini mengetahui bahwa Solnit merupakan seorang penulis buku, namun ia tidak tahu bahwa buku-buku yang telah ditulis Solnit sudah meluas dan populer. Pria itu bertanya kepada Solnit apakah ia mengetahui keberadaan buku tentang Muybridge yang telah keluar di tahun itu. Ia menodong Solnit dengan berbagai pertanyaan mengenai karya dan pengetahuannya terhadap buku seakan-akan Solnit, yang merupakan penulis dari buku tersebut, tidak tahu apa-apa mengenai apa yang telah ditulisnya. Teman Solnit, Sallie, memberitahu kepada pria tersebut bahwa buku Muybridge yang ia maksud adalah buku karya Solnit sendiri. Setelah pria tersebut menangkap perkataan Sallie, ia pun terdiam. Pria ini bahkan tidak mengetahui apa-apa tentang buku tersebut dan hanya mengetes Solnit untuk melihat seberapa tahunya Solnit mengenai dunia buku.
ADVERTISEMENT
Mansplaining kerap terjadi di lingkungan sehari-hari. Namun, banyak dari laki-laki yang tidak sadar akan hal tersebut. Hal ini disebabkan oleh berbagai stereotip gender yang hadir di lingkungan masyarakat. Stereotip gender yang beredar di sebabkan oleh budaya patriarki yang masih berkembang di Indonesia, seperti pola pikir di mana wanita dianggap lebih “lemah” dibandingkan laki-laki, atau laki-lakilah yang selalu dianggap sebagai pemimpin. Pola pikir yang tertanam tersebut membuat beberapa laki-laki melihat wanita sebagai inferior dan tidak tahu-menahu tentang berbagai hal.
Lalu, bagaimana caranya untuk menghindari mansplaining? Pada dasarnya, tidak ada salahnya bagi laki-laki untuk mengajarkan wanita mengenai suatu hal. Yang perlu diperhatikan adalah maksud dan cara menyampaikan ilmu tersebut. Ketika seorang wanita meminta penjelasan mengenai suatu topik, berilah jawaban yang relevan mengenai pertanyaannya dan jangan meremehkannya hanya karena dia seorang wanita.
ADVERTISEMENT
Fenomena mansplaining bukanlah menjadi penghalang bagi kedua lawan jenis untuk berkomunikasi. Namun, fenomena ini bisa dijadikan sebuah pelajaran bagi semua orang untuk selalu memperhatikan etika saat berinteraksi dengan orang lain, serta sebagai pengingat agar orang-orang sadar akan pentingnya melawan stereotip gender yang beredar di lingkungan sekitar.
Referensi: