TBC : Merenggut Nyawa dan Kualitas Hidup

Mareza Dwithania
Dokter. ASN. Tenaga Kesehatan Teladan Tk Nasional 2021. Konselor Menyusui. Relawan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Sumatera Barat. Relawan Rangkul Keluarga Kita. Negarawan/ASN Academy Batch 5. Professional Exchange (IFMSA)-Napoli, Italy (2015)
Konten dari Pengguna
20 Mei 2022 10:35 WIB
comment
66
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mareza Dwithania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto : koleksi pribadi. Dokumentasi kunjungan rumah bersama Lintas Sektor program SONGKET jo ALAT TENUN.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto : koleksi pribadi. Dokumentasi kunjungan rumah bersama Lintas Sektor program SONGKET jo ALAT TENUN.
ADVERTISEMENT
Nafas saya masih tersengal-sengal, telapak kaki belum kokoh rasanya berpijak pada bumi. Lutut yang telah berusaha keras menahan tubuh mendaki jalan setapak kini bergetar. Hari ini terasa berbeda, biasanya saya duduk di bawah atap mengobati pasien di Puskesmas, namun hari ini di bawah terik matahari kupandangi sebuah rumah dari kejauhan. Ya, kami melakukan kunjungan lapangan ke rumah pasien penderita Tuberkulosis (TBC).
ADVERTISEMENT
Ini merupakan sebuah prosedur yang harus dijalani dan bentuk penanganan yang komprehensif, setelah seseorang ditegakkan diagnosis TBC maka petugas harus melakukan investigasi atau pelacakan kontak. Jika sekarang dalam penanganan COVID-19 kita mengenal kata tracking dan tracing, ya kira-kira seperti itulah yang kami jalankan terhadap penderita TBC dan lingkungannya.
Sebuah rumah yang menghadap ke timur itu tertutup rapat pintu dan jendelanya, padahal hari masih pagi. Dengan penuh keyakinan kami ketuk saja pintu itu, ternyata ada orang di dalam rumah, kami masuk dan meminta kesediaan pemilik rumah untuk membuka jendela agar cahaya matahari masuk ke rumah. Pencahayaan yang kurang ini adalah tempat yang disenangi kuman TBC.
Seorang laki-laki lanjut usia sedang duduk sambil terbatuk-batuk. Saya pandangi posturnya yang kurus dan wajah pasi terlihat lesu, tidak ada nafsu makan dari keterangan keluarga. Aktivitas yang sehari-hari ke ladang (kebun) kini tak dapat lagi dilakukan, hanya berdiam di rumah di balik tubuh yang ringkih dan anggota keluarga lain silih berganti mengurus beliau. Di rumah itu ada tinggal istri, anak, menantu dan cucu-cucu beliau. Semua adalah sasaran pelacakan kontak yang akan kami lakukan untuk penjaringan lebih dini dan pencegahan penularan TBC lingkungan rumah tersebut. Semakin cepat dilakukan pencegahan penularan dan semakin cepat diobati anggota keluarga yang tertular tentu akan semakin baik bagi keselamatan keluarga dari komplikasi jeratan kuman TBC ini. hal ini demi menyelematkan jiwa dan juga kualitas hidup penderita TBC dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Tuberkulosis atau disebut juga TBC merupakan penyakit infeksi paru yang disebabkan kuman bernama Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini sudah menjadi permasalahan dunia, tak hanya Indonesia. Dari tahun ke tahun belum ditemukan upaya jitu dan strategis dalam menuntaskan penyakit infeksi ini.
Dalam WHO Global Report tahun 2020 mencuat data mencengangkan bahwa saat ini Indonesia telah menduduki peringkat kedua yang sebelumnya lama bertahan di peringkat tiga sebagai negara dengan beban penderita TBC tertinggi di dunia. Tentu hal ini menjadi perhatian serius pemerintah karena menyangkut kesejahteraan dan hak kesehatan warga negara Indonesia. Tak tanggung-tanggung penyakit mematikan ini memakan jiwa 11 orang per jam meninggal akibat TBC di Indonesia.
Dampak penyakit TBC sangat besar, selain menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi juga akan menjadi beban yang besar bagi bangsa. Selain itu juga akan menjadi beban bagi keluarga, baik beban ekonomi, sosial, dan psikologis. Pengobatan dan pencegahan TBC memakan waktu yang lama dan dana yang besar berdampak pada beban kesehatan sekaligus perekonomian Indonesia. Pasien TBC harus menjalani pengobatan rutin selama enam bulan atau lebih, membutuhkan biaya transportasi dan biaya pemenuhan nutrisi yang harus dialokasikan. Permasalahan yang lain adalah rasa kebosanan dan pesimis yang menghinggapi mental penderita TBC sehingga menyebabkan pengobatan tidak tuntas dan angka resistensi obat yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Penularan yang cepat dan angka penjaringan yang rendah menyebabkan upaya program penanggulangan TBC yang sudah dilakukan salama ini masih lemah. Permasalahan TBC semakin serius, semakin banyak nyawa yang direnggut, pemerintah harus segera bertindak. Sikap pemerintah ini ditunjukkkan dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 67 pada bulan Agustus tahun 2021 lalu. Dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa penanggulangan TBC menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah povinsi hingga pemerintah daerah bahkan sampai ke desa/kelurahan.
Saat ini juga dikenal istilah peran Penta Helix, yaitu upaya membebaskan Indonesia dari TBC harus merapatkan strategi multipihak antara sektor pemerintahan, swasta, akademisi, masyarakat dan media. Semua harus bergerak dan mengambil peran, tidak bisa menutup mata terhadap penyakit ini. Bukankah kita sudah membuktikannya saat pandemi ini dalam penanggulangan COVID-19? Tanpa keterlibatan semua pihak baik pemerintah ataupun non pemerintah, pemberdayaan masyarakat sampai ke level keluarga, pandemi ini tentu akan sulit dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Bangsa sudah terpuruk dengan beban yang tinggi, giliran kita memulihkan bumi pertiwi, mengukir senyum anak bangsa menatap masa depan yang gemilang. Kita bisa bersama bersinergi meningkatkan kualitas hidup penderita TBC. Jangan jauhi orangnya, tapi cegahlah penularannya. Penderita TBC harus memiliki fisik dan mental yang kuat, selain melawan rasa sakit, juga harus mampu menumbuhkan semangat agar optimis untuk sembuh dan dapat hidup dengan berkualitas.
Saya menggalakkan sebuah inovasi di Kecamatan Silungkang bernama SONGKET jo ALAT TENUN (Songsong Keluarga Bebas Tuberkulosis, Ajak Lintas Sektor Temukan Minum Obat Sampai Tuntas). Songket adalah icon kerajinan tangan Silungkang, alat tenun digunakan untuk menenun songket. Dengan ciri khas sosiokultural dan strategi kolaboratif ini kami menggandeng lintas sektor pemerintahan desa, TOMA (tokoh masyarakat), babinsa/babinkamtibmas, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta merangkul kader kesehatan dalam upaya pencegahan, pengobatan serta promosi kesehatan dalam penanggulangan TBC. Jalinan benang yang terikat dan membentuk motif yang indah merupakan filosofi program ini agar dapat sukses merangkul lintas sektor mewujudkan eliminasi TBC di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Saya berupaya agar semakin banyak orang melek TBC, meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap penyakit silent killer ini. Indonesia sedang darurat, kita harus cepat bergerak. Dengan demikian diharapkan upaya Eliminasi TBC Tahun 2030 dapat lebih efektif dan efisien karena tidak tertumpu pada sektor kesehatan saja namun melibatkan semua elemen. Bersama kita bisa menuntaskan TBC, Selamatkan Bangsa dengan TOSS TB! Temukan, Obati Sampai Sembuh.