Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Optimalisasi Pajak & Retribusi Daerah untuk Mendorong Proyek Strategis Nasional
2 Februari 2025 18:20 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Margaret Naomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak dan retribusi daerah merupakan dua instrumen fiskal yang menjadi fondasi utama dalam pembangunan daerah. Namun, lebih dari sekadar menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah, pajak dan retribusi memiliki peran strategis yang mendalam untuk mendukung keberlanjutan program nasional, salah satunya yaitu Proyek Strategis Nasional (PSN). Program-program tersebut dihadirkan pemerintah pusat sebagai katalis untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, yang akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Proyek Strategis Nasional adalah kumpulan proyek prioritas yang dirancang untuk meningkatkan daya saing Indonesia di berbagai sektor. Sebagai contoh, pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera yang bertujuan menghubungkan berbagai provinsi di Sumatera telah berhasil menciptakan konektivitas yang lebih baik antara pusat-pusat ekonomi di pulau tersebut. Infrastruktur ini tidak hanya mempercepat arus logistik, tetapi juga mengurangi biaya distribusi barang. Namun, pembangunan besar seperti ini membutuhkan aliran pendanaan yang berkelanjutan, dan salah satunya dapat didukung oleh potensi pajak dan retribusi daerah. Maka, pertanyaannya adalah:
Bagaimana daerah dapat berperan lebih aktif dalam pembiayaan PSN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional?
ADVERTISEMENT
Tantangan Pemungutan Pajak
Di beberapa wilayah, masalah mendasar seperti kesenjangan fiskal
antara pemerintah pusat dan daerah masih menjadi penghambat. Kebijakan pusat seperti pemberian insentif fiskal untuk mendukung investasi PSN sering kali berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah. Sebagai contoh, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Nusa Tenggara Barat, mendapatkan berbagai insentif fiskal dari pemerintah pusat untuk menarik investasi di sektor pariwisata. Pemerintah pusat memberikan berbagai insentif fiskal kepada investor di KEK Mandalika berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KEK dan kebijakan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Beberapa insentif utama meliputi Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Bea Masuk, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan retribusi, serta kemudahan perizinan. Meskipun KEK Mandalika diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dalam jangka panjang, pemberian insentif fiskal ini dapat berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam jangka pendek. Dampak dari insentif pembebasan PBB dan pajak lainnya mengurangi potensi pendapatan daerah yang biasanya bersumber dari sektor properti dan bisnis. Lebih lanjut, dengan adanya keringanan retribusi, pemerintah daerah tidak dapat mengoptimalkan pendapatan dari izin usaha, pengelolaan lingkungan, dan layanan publik lainnya. Di sisi lain, pemerintah daerah tetap harus membiayai infrastruktur pendukung seperti jalan, air bersih, listrik, dan pengelolaan sampah, yang memerlukan anggaran dari APBD. Hal ini tentunya menjadi beban keuangan tambahan bagi pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Tantangan pemungutan pajak dan retribusi selanjutnya adalah rendahnya kepatuhan wajib pajak. Kurangnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajak berkontribusi pada rendahnya partisipasi dalam sistem perpajakan. Sebagian besar pelaku usaha dalam sektor informal, seperti pekerja lepas, pedagang kaki lima, pengrajin, dan pemilik usaha rumahan, belum terdaftar sebagai wajib pajak. Hal ini mengakibatkan potensi penerimaan yang bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur lokal menjadi hilang. Selain itu, kurangnya sistem pendataan yang akurat dan terintegrasi menyebabkan banyak pelaku usaha yang tidak terjangkau oleh administrasi perpajakan.
Kemudian alasan berikutnya adalah sebagian besar daerah belum sepenuhnya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak. Menurut Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) untuk Semester I tahun 2024, sebanyak 480 pemerintah daerah (pemda), atau 87,9 persen dari total 546 pemda di Indonesia, telah masuk dalam kategori digital, sementara 66 pemda lainnya masih belum mencapai kategori tersebut. Penggunaan sistem manual di beberapa daerah berisiko menimbulkan kebocoran, yang pada akhirnya dapat menghambat optimalisasi pendapatan daerah.
ADVERTISEMENT
Upaya Optimalisasi
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah pusat dan daerah telah menerapkan langkah konkret guna mengoptimalkan pengelolaan pajak serta retribusi daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 menggantikan PP Nomor 10 Tahun 2021 sebagai dasar hukum baru yang lebih komprehensif dalam mengatur pajak daerah dan retribusi. Pemerintah daerah didorong untuk merancang kebijakan pajak dan retribusi yang lebih adaptif terhadap kebutuhan lokal tanpa mengurangi kontribusi terhadap pembangunan nasional. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Bali telah memberlakukan pungutan bagi wisatawan asing yang berkunjung ke wilayah tersebut. Pelaksanaan kebijakan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, khususnya Pasal 8 ayat (3) dan (4), yang kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan Bagi Wisatawan Asing. Pungutan Rp 150.000 per wisatawan asing ini diberlakukan mulai 14 Februari 2024. Hingga April 2024, kebijakan tersebut telah menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 61,4 miliar dari 409.600 wisatawan asing yang melakukan pembayaran.
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah juga didorong untuk melakukan digitalisasi sistem perpajakan daerah. Digitalisasi memungkinkan proses menjadi lebih transparan dan efisien, mengurangi potensi kebocoran, serta meningkatkan akuntabilitas. Selain digitalisasi, edukasi masyarakat menjadi elemen yang tak kalah penting. Pemerintah daerah perlu menggandeng asosiasi bisnis lokal, organisasi masyarakat, dan akademisi untuk menyelenggarakan program edukasi yang menyasar berbagai lapisan masyarakat. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan berbagai institusi di daerah untuk mengadakan seminar perpajakan bagi pelaku UMKM. Program ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan kewajiban pajak tetapi juga memberikan pemahaman tentang bagaimana pajak digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Namun, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah adalah kunci keberhasilan utama. Dalam proses perencanaan PSN, daerah harus lebih dilibatkan sehingga kebijakan yang diambil benar-benar relevan dengan kebutuhan lokal. Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang mempunyai potensi besar dalam sektor pariwisata dan peternakan, optimalisasi pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi harus mempertimbangkan penguatan industri pariwisata berbasis ekowisata serta pengembangan usaha pada sektor peternakan. Kebijakan fiskal yang mendukung kedua sektor tersebut tidak hanya berkontribusi pada peningkatan pendapatan daerah, tetapi juga berperan dalam memperkuat kesejahteraan masyarakat setempat melalui pembukaan lapangan kerja dan stimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.Contoh lainnya adalah Provinsi Sulawesi Selatan, di mana sektor pertanian dan perikanan menjadi pilar utama perekonomian, kebijakan fiskal harus diarahkan pada pengembangan infrastruktur pertanian serta industri kelautan. Pemerintah pusat perlu memastikan bahwa kebijakan perpajakan yang diterapkan tidak menghambat pertumbuhan sektor ini, melainkan memberikan insentif yang dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian serta perikanan.
ADVERTISEMENT
Sebagai langkah pendukung, pemerintah juga dapat mempertimbangkan untuk memberikan insentif berbasis kinerja kepada daerah yang berhasil meningkatkan penerimaan pajak tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi lokal. Misalnya, dana tambahan dapat dialokasikan kepada daerah yang mencapai target peningkatan PAD, yang kemudian dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, meningkatkan kualitas layanan publik, serta mendukung program pengembangan ekonomi. Selain itu, mekanisme insentif ini perlu disertai dengan sistem evaluasi yang transparan dan berbasis data guna memastikan bahwa alokasi dana tambahan benar-benar berdampak positif terhadap pembangunan daerah. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya mendorong efektivitas pengelolaan pajak daerah tetapi juga menciptakan insentif bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada secara lebih berkelanjutan.
Keberhasilan pembangunan nasional sangat bergantung pada bagaimana pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dalam mengelola pajak dan retribusi daerah. Dengan sistem yang lebih efisien, kebijakan yang adaptif, dan sinergi yang lebih erat, potensi pajak dapat dimaksimalkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang memberikan dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat mulai dari daerah sampai nasional. Pajak bukan hanya tentang angka, lebih daripada itu, pajak adalah alat yang menghubungkan mimpi pembangunan dengan kenyataan. Sudah waktunya kita melihat pajak sebagai investasi bersama untuk Indonesia yang lebih baik.
ADVERTISEMENT