Aturan Kegiatan Transportasi di Masa COVID-19 yang Membingungkan Rakyat

Maria Ardianingtyas
Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M, Advokat dan Pemerhati Hukum di Indonesia www.malawfirm.net
Konten dari Pengguna
13 April 2020 4:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Ardianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: kumparan.com
ADVERTISEMENT
Minggu malam 12 April 2020, ada sebuah berita daring yang membahas mengenai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Peraturan itu diteken tanggal 9 April 2020 oleh Menteri Perhubungan Ad Interim. Kita sebut saja Peraturan ini sebagai Permenhub PM 18 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya saking banyaknya peraturan baru yang dikeluarkan terkait penanganan COVID-19, saya sudah mulai malas mengikutinya. Terlebih bulan April ini adalah Bulan Peduli Autisme Sedunia di mana fokus saya lebih pembahasan ke arah sana. Namun ketika saya membaca berita daring tersebut, saya jadi ingin tahu apa sebenarnya isi Permenhub PM 18 Tahun 2020. Kenapa disebut ada pasal mengenai pengendalian moda transportasi yang membingungkan jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 (Permenkes No. 9 Tahun 2020)?
Sebenarnya di dalam dasar hukum Permenhub PM 18 Tahun 2020 yang bisa dilihat di bagian Mengingat, Permenkes No. 9 Tahun 2020 disebutkan di dalamnya. Adapun Mengingat adalah bagian dalam suatu peraturan yang memuat dasar hukum yaitu dasar kewenangan, pembentukan peraturan perundang-undangan itu dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan itu. Jadi Permenkes No. 9 Tahun 2020 sebenarnya merupakan dasar hukum pembuatan Permenhub PM 18 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Mari kita lihat Pasal-pasal terkait pembatasan kegiatan transportasi yang dianggap membingungkan tersebut. Dimulai dari Permenkes No. 9 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum Permenhub PM 18 Tahun 2020. Adapun Pasal terkait tersebut adalah Pasal 13 ayat (1) huruf ( e) dan ayat (10) dari Permenkes No. 9 Tahun 2020 yang mengatur sebagai berikut: Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”) meliputi Pembatasan Moda Transportasi, yang mana pembatasan tersebut dikecualikan untuk moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Kemudian Pasal terkait lainnya adalah Pasal 2 huruf (b), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1) butir ( c) dan (d) dari Permenhub PM 18 Tahun 2020 yang mengatur sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19 dilakukan melalui pengendalian transportasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai PSBB (Pasal 2 huruf (b));
b. Pengendalian transportasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai PSBB dilakukan terhadap transportasi yang mengangkut penumpang dan logistik/barang (Pasal 9);
c. Pengendalian transportasi yang mengangkut penumpang merupakan pembatasan jumlah penumpang pada sarana transportasi. Hal ini juga berlaku untuk kegiatan transportasi dari dan ke daerah PSBB (Pasal 10);
d. Pengendalian kegiatan transportasi untuk transportasi darat meliputi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. Dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut: aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit (Pasal 11 ayat (1) butir ( c) dan (d)).
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dikutip dari website Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/421-harmonisasi-peraturan-perundang-undangan.html), bahwa ada 3 (tiga) cara mengatasi disharmoni peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengubah/mencabut pasal tertentu yang mengalami disharmoni atau seluruh pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan oleh Lembaga/instansi yang berwenang membentuknya,
2. Mengajukan permohonan uji materil kepada lembaga yudikatif,
3. Menerapkan asas hukum/doktrin hukum sebagai berikut:
a. Lex Superior Derogate Legi Inferiori,
b. Lex Specialis Derogate Legi Generalis
c. Lex Posterior Derogate Legi Priori.
Menurut pendapat saya, asas hukum yang tepat untuk diterapkan dalam menyikapi adanya indikasi disharmoni Pasal tentang Pengendalian Kegiatan Transportasi yang diatur di dalam Permenhub PM 18 Tahun 2020 dan Permenkes No. 9 Tahun 2020 adalah Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis yaitu aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum atau Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama.
ADVERTISEMENT
Jika Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis diterapkan, maka Permenhub PM 18 Tahun 2020 yang akan berlaku dan mengesampingkan Permenkes No. 9 Tahun 2020, karena Pasal dalam Permenhub PM 18 Tahun 2020 tersebut mengatur mengenai Pengendalian Kegiatan Transportasi yang termasuk dalam ranah Kementerian Perhubungan. Jika Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori, maka Permenhub PM 18 Tahun 2020 yang akan berlaku dan mengesampingkan Permenkes No. 9 Tahun 2020, karena Pasal tentang Pengendalian Kegiatan Transportasi yang diatur di dalam Permenhub PM 18 Tahun 2020 tersebut lebih baru daripada Permenkes No. 9 Tahun 2020. Jadi sampai di sini jelas bahwa tentang Aturan Pengendalian Kegiatan Transportasi yang berlaku selama masa PSBB terkait COVID-19 adalah Permenhub PM 18 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Namun ada persoalan lain yaitu mengenai apakah yang dimaksud dengan aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 11 ayat (1) butir (d) (1) dari Permenhub PM 18 Tahun 2020? Tidak ada penjelasan yang tegas mengenai definisi aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB dan aturan hukum yang terkait dengan hal ini.
Maka dengan segala kerendahan hati, saya ingin memberikan saran untuk para pembuat aturan dan kebijakan yang terhormat untuk membuat aturan dan kebijakan yang sejelas-jelasnya yang tegas agar masyarakat tidak bingung memahaminya. Karena interpretasi aturan bisa macam-macam dan hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Janganlah membuat kepusingan pada rakyat yang sudah pusing dengan kehadiran COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
Jakarta, 13 April 2020
Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M
Advokat & Pengamat Hukum