Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Industri Minuman Beralkohol di Era UU Cipta Kerja
3 Maret 2021 10:09 WIB
Tulisan dari Maria Ardianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (“Perpres 10/2021”) yang diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021 dan berlaku pada tanggal 4 Maret 2021 sempat menuai kecaman keras dari berbagai kalangan umat Islam di Indonesia, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (“MUI”). Pasalnya di dalam Lampiran III Perpres 10/2021, yaitu Daftar Bidang Usaha Dengan Persyaratan Tertentu, sempat diatur mengenai dibukanya penanaman modal baru untuk bidang usaha industri minuman beralkohol (“minol”) yang mengandung alkohol, alkohol anggur dan malt. Hal ini tidak hanya terbatas untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (“PMDN”) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (“UMKM”) saja, tapi juga terbuka bagi Penanaman Modal Asing (“PMA”) tanpa batasan kepemilikan. Padahal di aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres 44/2016”), industri minol dengan nomer KBLI 11010, 11020 dan 11031 tersebut termasuk dalam bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal baru, baik untuk PMDN, UMKM maupun PMA.
ADVERTISEMENT
Namun akhirnya Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan penanaman modal baru di bidang usaha industri minol yang tercantum dalam lampiran Perpres 10/2021. “Setelah menerima masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ormas-ormas lain, tokoh-tokoh agama, juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” demikian pernyataan Presiden yang disampaikan di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa siang 2 Maret 2021. Pencabutan lampiran Perpres 10/2021 terkait bidang usaha industri minol tersebut diikuti oleh keterangan pers Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”) yang menjelaskan secara singkat mengenai Perpres 10/2021 terkait industri minol dan sejarahnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kelanjutan Industri Minol Paska Pencabutan Lampiran Perpres 10/2021
Menurut penulis, sebenarnya pencabutan lampiran Perpres 10/2021 terkait bidang usaha industri minol tersebut tidak terlalu signikan dampaknya terhadap kelanjutan dibukanya lagi penanaman modal baru dengan bidang usaha industri minol di Indonesia. Karena lampiran tersebut adalah Lampiran III yang memuat Daftar Bidang Usaha Dengan Persyaratan Tertentu (“Lampiran III”). Artinya, jika industri minol dicabut dari Lampiran III, itu berarti industri minol tidak termasuk lagi dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Dalam arti lain tidak ada larangan atau persyaratan apapun, termasuk batasan daerah, untuk melakukan penanaman modal dengan bidang usaha industri minol. Padahal tadinya Lampiran III terkait industri minol sebenarnya mengatur soal batasan daerah yaitu empat daerah setingkat provinsi yang baru dapat dibuka untuk penanaman modal baru industri minol, yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua. Dimana tadinya terdapat catatan bahwa penanaman modal baru di industri minol tersebut harus memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Tidak tertutup kemungkinan daerah provinsi lain memperoleh kesempatan yang sama berdasarkan usulan Gubernur yang kemudian ditetapkan oleh Kepala BKPM.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan amanat Pasal 12 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”) jo. Pasal 76 dan 77 Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Ciptaker”), semua bidang usaha pada prinsipnya terbuka bagi kegiatan penanaman modal apapun, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Tidak seperti Perpres sebelumnya, Perpres 10/2021 tidak mengatur dan tidak memuat lampiran Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal. Perpres 10/2021 hanya mengatur dan memuat 3 (tiga) lampiran saja yaitu Lampiran I mengenai Daftar Bidang Usaha Prioritas, Lampiran II mengenai Daftar Bidang Usaha Yang Dialokasikan Atau Kemitraan Dengan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah dan yang terakhir adalah Lampiran III. Itu berarti bidang usaha yang tidak termasuk ke dalam ketiga lampiran tersebut dapat diusahakan oleh semua Penanam Modal di Indonesia, termasuk juga oleh PMA dengan persyaratan minimal Rp. 10.000.000.000, - (sepuluh miliar rupiah) untuk penanamam modal di luar nilai tanah dan bangunan (Pasal 3 Perpres 10/2021). Itu berarti bahwa pemodal asing pun sebenarnya bisa melakukan investasi di bidang usaha industri minol asalkan memenuhi nilai investasi minimal PMA (Pasal 7 Perpres 10/2021). Hal ini berbeda dengan Perpres 44/2016 yang masih mengatur bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal.
ADVERTISEMENT
Daftar Negatif Investasi Ditiadakan
Dengan dicabutnya Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, aturan mengenai daftar negatif investasi resmi ditiadakan, kecuali yang diatur di dalam Pasal 12 UU Penanaman Modal jo Pasal 77 UU Ciptaker. Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal seperti “naik pangkat”, dari yang biasanya dapat diatur melalui Peraturan Presiden menjadi diatur setingkat Undang-undang. Pasal 12 UU Penanaman Modal pun telah diamandemen dengan Pasal 77 UU Ciptaker. Dimana yang tadinya Pasal 12 tersebut hanya mengatur bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal yaitu produksi senjata, mesiu, alat peledak, peralatan perang dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang, dengan amandemen Pasal 77 UU Ciptaker, menjadi mengatur 6 (enam) bidang usaha tertutup. Keenam bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal tersebut adalah budi daya dan industri narkotika golongan I, segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunan, kapur, kalsium, akuarium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam, industri pembuatan senjata kimia dan industri bahan kimia industri dan industri bahan perusak lapisan ozon. Adapun pembukaan penanaman modal baru di bidang usaha industri minol tidak termasuk di dalam pasal tersebut di atas, dengan arti lain terbuka untuk penanaman modal baru.
ADVERTISEMENT
Perizinan Berusaha Industri Minol
Di era UU Ciptaker ini, ketika kita berbicara mengenai aturan penanaman modal di bidang usaha industri minol sebenarnya tidak hanya terbatas pada Perpres 10/2021 saja, tetapi juga Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (“PP 5/2021”). Di dalam Lampiran II PP 5/2021, untuk Sektor Perindustrian diatur mengenai persyaratan perizinan berusaha, jangka waktu pemenuhan persyaratan, kewajiban perizinan berusaha dan jangka waktu pemenuhan kewajiban untuk industri minol. Mengenai bidang usaha minol sesuai KBLI yaitu KBLI 11010 mengenai Industri Minuman Beralkohol Hasil Destilasi, KBLI 11020 mengenai Industri Minuman Beralkohol Hasil Fermentasi Anggur dan Hasil Pertanian Lainnya, KBLI 11031 mengenai Industri Minuman Beralkohol Hasil Fermentasi Malt dan KBLI 11032 mengenai Industri Malt. Tentunya pelaku usaha tidak dapat menjalankan bidang usaha industri minol apabila tidak memenuhi seluruh kelengkapan dan persyaratan sebagaimana diatur dengan PP 5/2021 dan tidak semata mengacu pada Perpres 10/2021 dan revisinya jika ada. Selain itu, ada juga Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (“Perpres 74/2013”) yang harus dipatuhi. Pasal 4 Perpres 74/2013 mengatur bahwa minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perindustrian.
ADVERTISEMENT
Penulis berpendapat bahwa terlepas dari segala perdebatan, pro dan kontra dibukanya lagi perizinan penanaman modal baru di bidang usaha industri minol, Pemerintah sudah memberikan ruang dan aturan hukum yang baik bagi pelaku usaha yang ingin atau sudah bergeral di industri minol. Apalagi niat Pemerintah untuk serius membuka investasi di sektor pariwisata, industri minol dapat menjadi penunjang. Angka impor minol dapat ditekan jika industri minol lokal dapat bertumbuh dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Yang paling penting bukan melarang industri minolnya, tetapi bagaimana aturan perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol dan persyaratan jaringan distribusi serta tempat tertentu dapat diatur dengan baik. Termasuk juga pengendalian dan pengawasan izin edar minol di Indonesia agar tidak merusak moral generasi bangsa.
ADVERTISEMENT
Maria Ardianingtyas, S.H, LL.M
Advokat & Konsultan Hukum Cipta Kerja