Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Merevisi Pasal UU Cipta Kerja dengan Peraturan Presiden
9 Juni 2021 6:26 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Maria Ardianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Tulisan ini berkaitan dengan tulisan Penulis sebelumnya yang berjudul “Industri Minuman Beralkohol di Era UU Cipta Kerja,” yang dimuat tanggal 3 Mei 2021)
ADVERTISEMENT
Polemik dibukanya investasi baru untuk industri minuman beralkohol akhirnya dituntaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (“Perpres 49 Tahun 2021”). Perpres 49 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 25 Mei 2021 seperti “meresmikan” bahwa industri minuman keras mengandung alkohol (KBLI 11010), anggur (KBLI 11020) dan malt (KBLI 11031) dinyatakan tertutup untuk penanaman modal baru. Sebenarnya Perpres hanyalah sebuah peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Dimana amanat yang diberikan UU Cipta Kerja kepada Perpres ini adalah hanya untuk mengatur persyaratan penanaman modal.
ADVERTISEMENT
Penanaman Modal Baru Industri Minuman Keras Resmi Ditutup
Terasa janggal melihat aturan yang termuat di dalam Perpres 49 Tahun 2021 tersebut. Karena jelas Pasal 77 UU Cipta Kerja telah mengatur ketentuan baru dari Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dimana Pasal 12 tersebut menyatakan bahwa bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal adalah: a. budi daya dan industri narkotika golongan I, b. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino, c. penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), d. pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan, serta korak hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam, e. industri pembuatan senjata kimia, dan f. industri bahan kimia dan industri bahan perusak lapisan ozon. Untuk Industri minuman keras mengandung alkohol, anggur dan malt tidak termasuk di dalam bidang usaha tertutup sebagaimana diatur di dalam Pasal 12 UU Cipta Kerja di atas. Namun Perpres 49 Tahun 2021 ini telah mengatur bahwa industri minuman keras mengandung alkohol, anggur dan malt adalah bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal baru. Bagaimana mungkin sebuah Peraturan Presiden memuat aturan yang bertentangan dengan Undang-undang di atasnya. Dimana UU Cipta Kerja tidak menyatakan dan/atau mengatur bahwa industri minuman keras mengandung alkohol, anggur dan malt adalah bidang usaha yang dinyatakan tertutup, namun Perpres 49 Tahun 2021 menyatakan tertutup. jenis dan urutan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia
ADVERTISEMENT
Jenis dan Urutan Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Penulis berpendapat bahwa segala pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah semestinya mengacu pada ketentuan aturan yang berlaku. Aturan tersebut adalah Undang-undang No. 12 Tahun 2011 jo. Undang-undang No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”). UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa Undang-undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Untuk jenis dan urutan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri dari: a. Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”), b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, c. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU, d. Peraturan Pemerintah, e. Peraturan Presiden, f. Peraturan Daerah Provinsi, dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Terlihat bahwa kedudukan Peraturan Presiden dalam hierarki peraturan perundang-undangan jelas lebih rendah dibanding kedudukan UU di atasnya. Jadi sudah semestinya jika isi dari Peraturan Presiden tidak bertentangan atau mengatur larangan yang tidak dilarang oleh UU di atasnya. Namun cerita dari Perpres No. 49 Tahun 2021 memang berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut Prof. Maria Farida Indrati S. , S.H. dalam buku Ilmu Perundang-undangan 1: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan (Kanisius 2007), berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 dan Penjelasannya, pemegang ketiga kekuasaan negara di Indonesia dilakukan oleh:
- kekuasaan eksekutif, dipegang oleh Presiden,
- kekuasaan legislatif, dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR,
- kekuasaan yudikatif, dipegang oleh Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan lainnya.
Sebagai penyelenggara pemerintahan, Presiden memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang diperlukan, mengingat Presiden merupakan pemegang kekuasaan pengaturan di negara Republik Indonesia. Namun dengan catatan untuk aturan setingkat undang-undang, Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Adapun muatan Peraturan Presiden yang dapat dibentuk sendiri oleh Presiden mestinya hanya yang bersifat mengatur (regeling).
ADVERTISEMENT
Stufentheorie (Hans Kelsen)
Melihat lagi aturan Perpres 49 Tahun 2021 yang mana muatan aturannya dapat diduga melebihi aturan UU Cipta Kerja, jelas bahwa pembentukan Perpres 49 Tahun 2021 telah mengesampingkan teori hierarki norma hukum (Stufentheorie) dari Hans Kelsen yang selama ini dianut oleh sistem pembentukan perundang-undangan di Indonesia. Di dalam buku Prof. Maria Farida Indrati S. , S.H., disebutkan bahwa berdasarkan pendapat Hans Kelsen, norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai akhirnya tiba pada suatu Norma Dasar (Grundnorm).
Seharusnya Perpres 49 Tahun 2021 atau Peraturan Presiden apapun yang dibentuk oleh Presiden tidak dapat melebihi dan/atau bertentangan dengan apa yang sudah diatur di dalam Undang-undang di atasnya. Terlebih lagi Perpres 49 Tahun 2021 juga secara khusus memuat aturan baru tentang penanaman modal dengan bidang usaha minuman beralkohol. Hal ini dapat dibaca di dalam Pasal 6 ayat (1) (d) dari Perpres 49 Tahun 2021 yang mengatur bahwa persyaratan Penanaman Modal lainnya yaitu bidang usaha yang dibatasi dan diawasi secara ketat serta diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri di bidang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Dari aturan ini, Penulis seperti melihat adanya kemungkinan bahwa Rancangan Undang-undang tentang Larangan Minuman Beralkohol akan segera disahkan oleh DPR. Atau ada kemungkinan lain bahwa Perpres 49 Tahun 2021 akan menjadi dasar hukum dari peraturan di bawahnya yaitu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai dasar untuk melarang penanaman modal baru di bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, anggur dan malt.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian Hukum Dapat Mempengaruhi Kepercayaan Investor
Situasi seperti ini menurut Penulis sungguh memprihatinkan. Bagaimana investor atau calon investor akan percaya menanamkan investasi di Indonesia jika preseden buruk diciptakan dan ketidakpastian hukum tercipta di Indonesia. Entah apa yang ada di pikiran para investor atau calon investor melihat kondisi seperti ini, ragu berinvestasi atau malah melihat peluang bahwa Pemerintah Indonesia tidak tegas dalam hal aturan investasi. Tanpa adanya kepastian hukum, rasanya mustahil investasi di Indonesia akan mencapai targetnya. Apalagi kondisi ekonomi dunia di tengah situasi pandemic seperti saat ini cukup sulit. Merevisi Undang-undang dengan Peraturan Presiden yang hierarkinya lebih rendah bertentangan dengan sistem hukum yang sudah berjalan baik di Indonesia. Jangan karena desakan golongan tertentu, Presiden lantas goyah dan mengambil keputusan berpihak. Kepastian hukum dalam dunia investasi sangat penting. Penulis berharap semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
oleh Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M
(Advokat & Pemerhati Hukum Investasi)