Otak Pembunuhan Aparat Kepolisian di Mata Friedrich Nietzche

Maria Ardiningsih Pandin
Saya adalah mahasiswa S1 Jurusan Psikologi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Konten dari Pengguna
25 November 2022 13:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Ardiningsih Pandin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi polisi (sumber: https://pixabay.com/illustrations/man-adult-gun-police-criminal-2786170/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi polisi (sumber: https://pixabay.com/illustrations/man-adult-gun-police-criminal-2786170/)
ADVERTISEMENT
Fenomena kasus viral pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo (FS) menjadi salah satu kasus yang menarik untuk dilihat dari perspektif moral. Dalam kasus tersebut isu moral sangat menarik untuk diungkap. Friedrich Nietzche memberikan dasar memahami tentang moral tuan dan budak. Bersandar pada pemikiran Friedrich Nietzsche ini penulis ingin menganalisis perilaku FS.
ADVERTISEMENT
Polisi Sebagai Pengayom Masyarakat
Polisi mempunyai dampak kesamaan di berbagai negara, polisi adalah pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Sedangkan di Indonesia, polisi diartikan sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap para orang yang melanggar undang-undang) atau dapat pula di artikan sebagai anggota dari badan pemerintahan (pegawai negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa polisi adalah badan pemerintah yang berfungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebagai tonggak utama penegakan hukum disebuah negara polisi harus mengikuti kode etik yang berlaku sebagai pedoman untuk bertingkah laku dalam melaksanakan tugas. Sehingga polisi dalam menjalankan tugasnya dapat mengikuti moral masyarakat yang ada dan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang dilayaninya.
ADVERTISEMENT
Kasus Ferdi Sambo
Kasus ini merupakan manipulasi pembunuhan terhadap Brigadir J oleh mantan Inspektur Jendral Polisi FS dan antek – anteknya. Kejadian terjadi di rumah dinas FS di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pada hari Jumat 8 Juli 2022 pukul 17.16 WIB. Penembakan ini melibatkan mantan Inspektur Jendral Polisi FS, istri FS, Barada E, Bripka RR, dan Sopir istri FS. Penyebab kejadian ini terpicu oleh adanya laporan oleh istri FS tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.
Perilaku FS
Dalam kasus ini perilaku FS yang terungkap adalah
1. Sebelum Penembakan
Setelah mendapatkan laporan dari istrinya tentang pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J, FS merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J. Awal mulanya FS menyuruh Bripka RR untuk menembak Brigadir J namun RR mengaku tidak kuat dan menyuruh barada E untuk menembak Brigadir J.
ADVERTISEMENT
2. Saat Kejadian
Saat kejadian penembakan FS mengumpulkan Bripka RR, Barada E, dan Brigadir J di ruang tengah lantai satu, rumah dinasnya. Saat itu Brigadir J di perintahkan untuk jongkok sambil mengangkat kedua tangannya. Sesudah Brigadir J jongkok, FS memerintahkan barada E untuk menembak Brigadir J. Setelah Barada E melakukan penembakan, FS menembak kepala bagian belakang Brigadir J untuk memastikan bahwa Brigadir J telah meninggal.
3. Setelah Penembakan
Setelah kejadian penembakan, FS menjanjikan sejumlah uang untuk Bripka RR, Barada E, dan sopir istri FS sebagai kompensasi atas apa yang telah terjadi. Selain itu, untuk menutupi kasus pembunuhan itu FS juga meminta anak buahnya untuk merusak dan menghancurkan CCTV. Setelah rencana atau skenario selesai dibuat, FS melaporkan kejadian ini ke polisi.
ADVERTISEMENT
4. Setelah Kejadian Penembakan ketahuan Publik
Setelah kejadian penembakan ketahuan publik FS berbohong kepada publik dan mengatakan bahwa Barada E yang menembak Brigadir J.
Teori Friedrich Nietzche Moral Untuk Berkuasa
Dunia Nietzsche adalah keinginan untuk berkuasa. Nietzsche melihat moralitas sebagai kehendak untuk berkuasa, ada yang secara aktif memerintah dan ada yang terus-menerus patuh secara reaktif, selalu ada tuan dan budak. Moralitas dalam hal ini merupakan ekspresi dari keinginan untuk berkuasa. Di mata Nietzsche, moralitas mengungkapkan keinginan untuk menguasai kelompok (kawanan) dengan mentalitas budak. Pola pikir budak tentang moralitas massa ini dilindungi dan kekristenan memperkuatnya.
Dalam moralitas tradisional, khususnya dalam agama Kristen, mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan orang dianggap baik, sedangkan menganggap diri kuat dan mementingkan diri sendiri dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Nietzsche juga menyerang sifat altruistik (sikap mendahulukan orang lain, tidak egois dan rendah hati) yang merupakan tradisi sistem moral tradisional, dan bagaimana sikap ini juga bisa disamakan dengan nilai-nilai tradisi Kristen. Menjadi egois dan egois itu buruk dan mengutamakan orang lain itu baik dan bermoral. Sekali lagi, Nietzsche melihat ini hanya sebagai kurangnya kemauan menghadapi dinamika kehidupan. Nietzsche menganggap sikap egois, yang secara tradisional ditentang atau dianggap buruk dalam sistem moral, sebagai sikap hidup yang berani. Sebaliknya, moralitas dan nilai-nilainya menjadi penghambat perkembangan manusia, orang terjebak olehnya, padahal standarnya dibuat oleh orang itu sendiri. Lebih ekstrem lagi, Nietzsche berpendapat bahwa ketika orang berhenti menjadi egois, Itu adalah tanda berkurangnya potensi dan yang terbaik dari manusia.
ADVERTISEMENT
Pandangan Nietzsche mengenai moralitas tuan dan budak tidak dapat dilepaskan dari pembahasan sebelumnya tentang kehendak untuk berkuasa. Karena bagi Nietzsche moralitas tuan dan moralitas budak adalah cermin terhadap keberdayaan atau ketidakberdayaan manusia menghadapi realitas kehidupan di hadapannya. Terutama bagi Nietzsche, konsep ini secara khusus ditujukan sebagai kritik terhadap iman Kristiani dan Yahudi pada zamannya.
Menurut Nietzsche moralitas budak hanya bisa timbul dari kebencian dan rasa takut. Yaitu manusia yang percaya dan taat terhadap perintah-perintah Tuhan tanpa memiliki keinginan untuk menggali lebih dalam isi kepercayaannya. Sehingga mengakibatkan kreativitasnya menjadi rendah, daya juangnya merosot dan malas bekerja keras. Sikap ini memicu tindakan yang mengarah pada memegang mati-matian kebenaran yang bersifat dangkal serta egois. Bagi Nietzsche sikap itu merupakan reaksi terhadap kebencian dan dendamnya kepada orang lain, dunia dan realitas di depannya.
ADVERTISEMENT
Adapun semua ciri, sifat, dan karakter yang melekat pada kaum budak disebut sebagai nilai buruk. Siapa pun yang bukan termasuk kaum tuan alias dianggap buruk. Kaum tuan menyadari bahwa ada kelompok lain yang miskin, lemah, rendah, atau budak. Namun, keberadaan mereka tidak begitu memengaruhi kaum tuan. Ketika kaum tuan mengatakan bahwa diri mereka adalah yang baik, kaum tuan kemudian menunjuk kaum budak sebagai yang buruk. Namun, menurut Nietzsche, nilai baik dalam kaum tuan tidak muncul dari dominasi mereka terhadap kaum budak. Kaum tuan pada dirinya sendiri baik adanya. Jika ada kelompok lain yang dianggap buruk, kaum tuan memandang mereka biasa saja tanpa preferensi apa pun. Dengan kata lain, kaum tuan menganggap yang buruk hanya sebagai kesan atau tambahan (afterthought).
ADVERTISEMENT
Moral Ferdi Sambo Prespektif Nietzche
FS seorang mantan polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat malah menembak dan menghilangkan nyawa ajudannya yang ia temui sehari-hari. Kejadian itu merupakan kasus yang melanggar kode etik dan tidak sesuai dengan norma yang ada. Jika dikaitkan dengan moral menurut Nietzche, FS termasuk dalam moral tuan karena mengedepankan kepentingan dan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan orang lain yang menjadi korban atas perbuatan yang ia lakukan. Terlihat di perilaku FS sebelum penembakan sampai setelah penembakan. Dalam perilaku – perilaku tersebut FS mencoba untuk terus mengontrol, mengendalikan, dan membuat skenario untuk mencapai tujuannya yaitu membunuh Brigadir J.
Berbeda dengan Brigadir J yang menuruti semua perintah FS, Brigadir J termasuk kedalam moral budak karena menurut Nietzche moral budak adalah orang yang lemah dan taat pada perintah tuannya, dalam hal ini adalah Brigadir J menuruti semua perintah FS dan tidak berani untuk melanggar perintahnya, perilaku inilah yang mencerminkan moralitas budak.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dari paparan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa FS termasuk moral tuan. Karena FS mencoba unutk mengontrol, mengendalikan, dan membuat skenario untuk membunuh Brigadir J.
Pelajaran yang dapat diambil dari kasus FS adalah bahwa moral tuan harus diikuti dengan hati nurani yang bersih agar perilaku yang didasarkan pada moral tuan itu tidak mencederai kemanusiaan khususnya hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup.
Kajian moral FS belum terungkap sepenuhnya karena kasus tersebut masih menjalani proses di persidangan untuk mengungkap kebenaran. Sehingga masih ada kemungkinan kebenaran yang belum terungkap.
Maria Ardiningsih Pandin, mahasiswa S1 Psikologi UKWMS