Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Sejarah Letusan Gunung Agung dari Masa ke Masa
24 September 2017 19:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Status Gunung Agung kini telah meningkat menjadi level IV (awas). Sejauh ini, BNPB melansir telah terjadi 71 gempa vulkanik dalam, 25 gempa vulkanik dangkal, 8 gempa tektonik lokal. Kepulan asap sulfatara mulai membumbung tinggi hari ini (24/9).
ADVERTISEMENT
Gunung Agung merupakan salah satu gunung aktif yang paling eksplosif di Indonesia, melebihi Gunung Merapi di Yogyakarta dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Dari segi tinggi, ketinggian puncak Gunung Agung adalah 3.142 meter di atas permukaan laut.
Sayangnya, sebagai salah satu gunung paling eksplosif di Indonesia, Gunung Agung tidak memiliki catatan detail terkait dengan letusannya. Catatan awal tentang letusan Gunung Agung yang terekam adalah di tahun 1808.
Sebelumnya, Gunung Agung pernah meletus beberapa kali. Di tahun 1808, 1821, 1843, 1963 (terakhir dan paling dahsyat). Pada tahun 1808, Gunung Agung meletus, melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah yang begitu banyak. Uap dan abu vulkanik pun terjadi. Keaktifan Gunung Agung berlanjut hingga tahun 1821. Kala itu, Gunung Agung kembali erupsi. Letusannya dinilai tak sedahsyat letusan di tahun 1808.
ADVERTISEMENT
Setelah 22 tahun tertidur, Gunung Agung kembali meletus pada tahun 1843. Letusan Gunung Agung kala itu dimulai dengan sejumlah gempa bumi, muntahan abu vulkanik, pasir, serta batu apung. Selepas tahun ini, Gunung Agung kembali tertidur selama ratusan tahun.
Hingga akhirnya, Gunung Agung kembali aktif setelah hiatus selama 120 tahun. Letusan terjadi pada 54 tahun lalu, tepatnya tanggal 17 Maret 1963 dengan begitu dahsyatnya--bahkan menjadi salah satu letusan terbesar di abad-20. Dalam peristiwa letusan ini, sekitar 1.400 orang meninggal dan hampir 300 orang terluka.
Gunung Agung menjadi salah satu gunung yang disakralkan. Berbagai tradisi dan upacara kerap dilaksanakan untuk menghormati gunung tertinggi di Bali tersebut. Bahkan, jika ingin melakukan pendakian, pendaki diimbau untuk menggunakan jasa pemandu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tersesat atau hilang dalam perjalanan.
ADVERTISEMENT
Berbagai mitos pun sering terdengar di telinga masyarakat sekitar dan pendakinya. Salah satunya adalah larangan untuk membawa logistik yang berbahan dasar daging sapi. Mitos ini terkait dengan aturan dalam kepercayaan Hindu yang menghormati sapi sebagai lambang ibu pertiwi yang menjamin kesejahteraan manusia.
Tak hanya terkait mitos larangan membawa makanan berbahan dasar sapi, mitos pun terdengar terkait dengan sumber air yang ada di Gunung Agung. Pengambilan air hanya boleh dilakukan setelah berdoa secara khusus. Aturan ini berlaku bagi siapapun.
Sementara, jika gunung ini akan meletus, pemimpin agama dan masyarakat setempat melihat akan adanya tanda niskala (gaib) yang mengawali proses erupsinya Gunung Agung, yakni bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi.
Terlepas dari berbagai alasan mistisnya, seluruh aturan yang dibuat tentu harus dipatuhi untuk keselamatan diri pendaki dan menghormati kebudayaan setempat.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan meningkatnya aktivitas Gunung Agung saat ini, tidak diperbolehkan adanya kegiatan pendakian dan masyarakat diimbau untuk mengungsi di luar radius 12 kilometer dari titik puncak gunung dan selalu siap siaga bila Gunung Agung erupsi.