Fenomena Penolakan Vaksin di Indonesia

Maria Lewi Susanto
Mahasiswa komunikasi pemasaran di Universitas Bina Nusantara
Konten dari Pengguna
22 Desember 2021 19:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Lewi Susanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemberian vaksin. Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemberian vaksin. Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak terasa, sudah dua tahun berlalu sejak Covid-19 pertama kali menginjakan kaki di Indonesia. Dampaknya pun sangat besar mulai dari melemahnya sektor ekonomi hingga sosial. Sebagai seorang mahasiswa, saya menjadi salah satu yang terdampak. Aktivitas perkuliahan yang seharusnya dilakukan secara tatap muka, beralih menjadi online.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Worldometer, Indonesia menempati posisi terbesar ke empat di Asia dengan jumlah kasus mencapai 4.174.216 orang hingga Rabu, 15 September 2021. Lalu, bagaimana cara Indonesia keluar dari pandemi ini? Salah satunya melalui pemberian vaksin.
Sayangnya, vaksin sering disalahartikan. Menurut pengertiannya, vaksin adalah antigen yang telah dilemahkan. Seringkali saya mendengar pernyataan, "Sudah vaksin jadi aman dari Covid-19". Nyatanya, pandangan seperti itulah yang beredar di masyarakat, berarti sudah vaksin berarti kebal terhadap virus. Eits salah lho! Vaksin bekerja dengan membentuk anti bodi, jadi kita masih bisa terinfeksi. Meskipun begitu, tubuh sudah bisa melawan virus penyebab Covid-19.
Selain itu, dengan menerima vaksin, maka dampak serius akibat virus Covid-19 bisa menurun. Dilansir dari sehatnegeriku.kemkes, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI menyatakan bahwa vaksin mampu menurunkan risiko terinfeksi Covid-19, mengurangi perawatan dan kematian.
ADVERTISEMENT
Demi mendukung terciptanya herd imunity di antara masyarakat, Presiden Jokowi membeli 329.500.000 vaksin untuk penduduk Indonesia. Beliau juga menjadi penerima pertama suntikan vaksin Covid-19 di Indonesia pada 13 Januari 2021. Vaksin yang diberikan adalah produksi Sinovac Biotech.
Proses pemberian vaksin pun disiarkan secara serentak oleh berbagai media. Salah satu tujuannya untuk meyakinkan masyarakat akan keamanan dan efektivitas vaksin. Tetapi, bagaimana respons masyarakat?
Fenomena Penolakan
ilustrasi penolakan. Freepik.com
Vaksin seharusnya bukan hal baru lagi di masyarakat. Nyatanya, vaksin sudah diberikan sejak kita masih kecil dalam bentuk imunisasi . Tetapi, tetap saja kemunculan vaksin Covid-19 menjadi suatu hal asing di antara masyarakat.
Responsnya pun beragam mulai dari menerima, ragu-ragu dan menolak. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil survei Badan Pusat Statistik kepada 212.762 responden, sebanyak 20 persen responden belum menerima vaksin karena khawatir dengan efek samping atau tidak percaya efektivitas vaksin. Waduh, kok bisa ya?
ADVERTISEMENT
Menurut Dr. Endang Mariani, pengamat dan praktisi Psikososial dan Budaya, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, penolakan ini merupakan suatu reaksi yang wajar lho!
Ternyata Indonesia sudah pernah mengalami kejadian serupa. Tepatnya saat wabah cacar melanda di zaman penjajahan Hindia belanda.
Pada zaman tersebut, para dokter berusaha meyakinkan pasien untuk mau menerima vaksin. Tetapi, pasien justru mempercayai bahwa cacar merupakan ulah mahkluk halus. Oleh karena itu, pengobatan pun dilakukan secara sederhana menggunakan bahan alami dan mantra-mantra.
Balik lagi ke zaman sekarang, penolakan terhadap vaksin bukan hanya karena pengaruh kepercayaan, tetapi juga perkembangan teknologi dan informasi. Informasi makin mudah menyebar termasuk berita bohong. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam kurun waktu 19 Agustus 2020 – 23 Agustus 2021, terdapat 299 isu hoaks mengenai vaksin.
ADVERTISEMENT
Tentu saja berita hoaks ini bisa memengaruhi persepsi masyarakat mengenai vaksin. Contoh nyata yaitu beberapa orang di sekitar saya yang mulanya yakin menjadi ragu dan malah menolak vaksin. Eits, jangan diselepekan juga karena keraguan dan penolakan ini bisa menjadi sesuatu yang serius apabila tidak segera ditangani!
Berikut Upaya yang Kita Bisa Lakukan
Ilustrasi tenang. Freepik.com
Yang terpenting dan terutama adalah reaksi dari diri kita sendiri, dengan bersikap tenang dan tidak panik. Rasa cemas, panik dan takut akibat berita yang simpang siur bisa menurunkan imun kita! Jika imun menurun, maka virus dapat dengan mudah menginfeksi.
Nah, bayangkan saja kalau seluruh masyarakat panik dan imunnya melemah, maka virus bisa menyebar dengan mudah duh! Selain itu, dengan bersikap tenang maka pikiran kita bisa lebih terbuka dalam memahami informasi. Jadi, bisa deh membedakan mana berita yang benar dan bohong.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi solidaritas. Pexels.com
Menurut penelitian, seseorang cenderung kooperatif jika mereka percaya bahwa orang lain juga melakukan. Artinya jika masyarakat secara serentak menerima vaksin, maka akan mendorong masyarakat lainnya untuk yakin dan menerima juga. Apalagi masyarakat Indonesia kan terkenal dengan solidaritasnya. Jadi, yuk kita vaksin!
Ilustrasi menggunakan gadget. Freepik.com
Terkait dengan perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, kita juga harus berhati-hati dalam menggunakannya lho! Dengan cermat dalam membaca berita dan menghindari mempercayai suatu informasi tanpa menyaring terlebih dahulu. Misalnya, dengan melakukan crosscheck ke portal berita lainnya. Apalagi jika infonya dari media sosial karena rentan banget sama berita bohong.

Jadi, jangan sampai yang smart jangan hand phone nya aja ya, tetapi kitanya juga dong! Namun, yang paling mudah sih baca berita dari sumber yang faktual dan dapat dipercaya aja deh, misalnya kumparan nih.