ASN Riwayatmu Kini

Maria Sihotang
ASN, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda, staf penguji Kelompok Substansi Pengembangan Pengujian Mikrobiologi dan Biologi Molekuler, Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Badan POM. S1 Biologi USU, S2 Bioteknologi ITB.
Konten dari Pengguna
24 Maret 2021 16:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Sihotang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi PNS, https://www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PNS, https://www.freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teringat curhatan rekan aparatur sipil negara (ASN, dulu akrab disebut PNS atau pegawai negeri sipil) beberapa tahun lalu yang sempat viral karena resign setelah 14,5 tahun menjadi ASN. Banyak pro dan kontra terhadap pilihan resign yang diambil oleh rekan ASN tersebut. Pro dan kontra ini pun dikaitkan dengan predikat buruk yang terlanjur melekat pada ASN. Sedemikian burukkah citra ASN?
ADVERTISEMENT
ASN di masa lalu
Kita acap kali mendengar cerita ketidakdisiplinan ASN di masa lalu. ASN berangkat ke kantor ketika matahari telah terik merupakan pemandangan yang lazim terlihat. Setelah mengisi absen, mereka nongkrong di warung kopi sekitar kantor. Ngobrol hingga mendekati jam pulang, ada pula yang “membahas mimpi” untuk mengisi porkas SDSB (lotere yang legal jaman orde baru dulu), kemudian melengkapi absen pulang lalu kembali ke rumah.
Ada juga yang sesampainya di kantor, mengisi absen kemudian pulang ke rumah setelah sebelumnya mampir ke pasar untuk berbelanja, lalu mengurus rumah (memasak, menyapu, mencuci) hingga mendekati jam pulang dan kembali ke kantor untuk mengisi absen pulang. Miris memang jika melihat kenyataan ini. Tidak bisa disalahkan jika masyarakat memandang sebelah mata dan mencibir profesi ini. Bagaimana tidak dipandang rendah? Dari habit bekerjanya saja sudah jelas terlihat korup. Korupsi waktu istilahnya.
ADVERTISEMENT
Belum lagi kegiatan-kegiatan fiktif yang menyerap anggaran tidak sedikit, padahal kenyataannya kegiatan itu tidak dilakukan. Mark up anggaran kerap terjadi. ASN yang melakukan perjalanan dinas memiliki peluang mendapatkan penggantian uang tiket penerbangan hingga empat kali lipat. Biaya penginapan pun diraup semaksimal mungkin. Menginap di rumah keluarga saat dinas namun menerima penggantian biaya hotel berbintang bukanlah hal yang sulit dilakukan. Semua “keuntungan” itu untuk memperkaya diri. Tanpa disadari mereka telah memberi makan keluarganya menggunakan uang haram, uang yang bukan haknya.
Kebiasaan buruk itu seakan menjadi hal yang dapat dimaklumi oleh semua orang. Publik seakan menutup mata dan memaklumi jika para ASN itu melakukan korupsi. Mereka menganggap hal itu wajar saja, karena untuk menjadi pegawai negeri itu harus mengeluarkan uang banyak. Uang untuk salam tempel. Salam tempel untuk beli kopi. Beli kopinya bukan segelas dua gelas. Uangnya bisa untuk membeli kopi bersumur-sumur. Nah, kalau diawal dari sebelum diterima sebagai ASN saja sudah berkorban materi banyak, wajarlah saat sudah menjadi ASN harus mengembalikan modal yang sudah keluar diawal, tentu saja berikut keuntungannya.
ADVERTISEMENT
Semengerikan itulah karakter mayoritas ASN di masa lalu. Seakan urat malunya sudah putus, merekapun tak ragu menampilkan gaya hidup mewah. Padahal tahu sama tahu take home pay seorang PNS itu tidak banyak.
Wajah baru ASN
Namun semua itu mulai bergeser. Perlahan namun penuh harapan dan sepertinya cukup menjanjikan jika ASN akan dapat lepas dari korupsi. Dimulai dari sistem penerimaan ASN yang diperbaiki. Penerimaan ASN diumumkan secara terbuka dengan formasi kebutuhan dan persyaratan yang disampaikan secara transparan. Sehingga siapapun yang memenuhi syarat dapat mengajukan lamaran. Tentu saja sudah tanpa uang kopi agar bisa diterima. Cukup masukkan lamaran, lalu menunggu panggilan test setelah dinyatakan lulus seleksi administrasi.
Perubahan administrasi perjalanan dinas juga mulai membuat ASN meringis. Sudah menjadi rahasia umum kalau dulu ASN bisa membeli tiket kosong. Terbang menggunakan Merpati namun mengajukan klaim memakai tiket Garuda. Mau tidak mau kebiasaan ini harus ditinggalkan. Klaim maksimal perjalan dinas sudah tidak dapat dilakukan karena biaya perjalanan sudah menggunakan sistem at cost yang disesuaikan dengan golongannya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya terkait kehadiran pegawai. Absensi dilakukan menggunakan mesin finger print (mesin pemindai sidik jari). Sistem kendalinya juga lebih ketat. ASN dituntut menunjukkan kinerja yang baik dan bukan sekedar memperhitungkan kehadiran fisik semata. Kehadiran dan capaian kinerja ini terkait dengan besaran tunjangan kinerja yang diterima oleh ASN yang bersangkutan. Setiap awal tahun, ASN dituntut menetapkan rencana-rencana kegiatan yang akan dilakukan sepanjang tahun berjalan, kemudian secara berkala atasannya akan melakukan penilaian terhadap capaian-capaian terhadap target kegiatan yang telah ditetapkan pada awal tahun tersebut.
Tidak terlalu melebih-lebihkan jika kita katakan revolusi mental yang dicanangkan Bapak Presiden Joko Widodo mulai menampakkan hasil di wajah ASN kita saat ini. Terlebih di masa pandemik satu tahun terakhir ini. Dengan adanya tatanan kehidupan yang baru, ritme bekerja juga berubah. ASN dituntut untuk mampu menentukan pola kerja yang efektif sesuai kebutuhan. ASN dapat menentukan pilihan untuk bekerja dari rumah (work from home/ WFH) atau bekerja di kantor (work from office/WFO), sepanjang target kinerja yang telah ditetapkan pada awal tahun dapat tercapai dan ASN mampu memperlihatkan bukti fisik akan capaiannya.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, dan kita berharap, perbaikan secara sistemik dalam karir jabatan ASN pun saat ini lebih baik. Walau masih terdapat kekurangan, namun optimisme reformasi birokrasi yang semakin membaik harus kita apresiasi. Komitmen bersama, khususnya di kalangan ASN, adalah kunci perbaikan tersebut terus-menerus dapat diwujudkan secara progresif.