Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ibu Muda yang Butuh 'Teman Dewasa'
18 November 2019 17:42 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Marissakres tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menikah muda dan memiliki anak di usia muda sebenarnya bukan harapanku. Tapi ternyata takdir berkata lain, aku diberi kepercayaan menjadi seorang istri sekaligus ibu.
ADVERTISEMENT
Bisa apa aku kalau Tuhan sudah berkehendak? Harus bersyukur pastinya, dan jalani dengan ikhlas.
Baru dua bulan menikah, Tuhan mempercayaiku untuk hamil. Perasaan campur aduk, antara senang, sedih, dan bingung. Senang karena Tuhan baik sekali mempercayai aku untuk menjadi seorang ibu secepat itu. Sedih karena takut keluarga perhatiannya ke bayi dan aku dilupakan. Bingung, karena pikirku saat itu lagi masuk angin dan asam lambung naik, hehehe ternyata malah hamil.
Selama masa kehamilan, tentu banyak sekali dramanya. Mulai dari mual gak berhenti-henti sampai usia kandungan 4 bulan, pingsan 2 kali di kereta karena gak dikasih duduk di kursi prioritas, tapi mau gak mau harus tetap pergi kerja.
Dan yang lebih drama lagi, aku menjadi super menye. Kesal kalau lihat suami sudah asyik dengan teman-temannya, entah itu main game atau chatting, dan lain sebagainya. Hal ini pun berlangsung hingga kemarin.
ADVERTISEMENT
“Kamu kok seru banget main game-nya?”
“Kamu chat di group sampai ketawa gitu kok bisa?”
Pertanyaan ini sering sekali aku lontarkan dari hamil sampai si bayi sudah melihat dunia 3,5 bulan ini.
Tapi sebenarnya, kalau suami lagi main game atau main HP, dan aku minta pertolongan untuk bergantian mengurus si bayi, dia dengan sigap mengiyakan. Bahkan bangun tengah malam mengganti pampers, menjadi ayah ASI, dia lakukan demi aku tidur yang cukup.
Lho kalau gitu kenapa kesal? Nah, itu dia, aku introspeksi lagi, kenapa? Aku lagi dalam fase apa sebenarnya?
Sampai akhirnya, Minggu (17/11), selepas piket malam, melihat suami bermain PS dengan temannya sembari menggendong si bayi, kok aku merasa iri kalau dia lagi asyik sama dunianya sendiri yang kelihatannya seru banget sampai aku merasa tersisihkan. Sedangkan aku masih berusaha “menyelesaikan” diriku dulu pasca-melahirkan. Ditambah pula lelah mengurus bayi semalaman sembari bekerja menjaga timeline.
ADVERTISEMENT
Melihat suami yang asyik main PS dengan temannya saat itu, aku jadi sadar, jadi selama ini ternyata yang aku butuhkan adalah teman sharing dengan orang dewasa, selain suamiku. Pantas pikirku, enak ya suami penat mengurus anak bisa bermain dengan teman-temannya.
Sedangkan aku? Aku gak punya teman dewasa. Maksudnya, teman yang sudah menikah dan memiliki anak yang bisa aku ajak sharing keluh kesahku menjadi ibu yang bekerja dan juga mengurus anak. Wajar saja, teman-teman di usiaku masih banyak yang belum menikah. Sedangkan, suami yang usianya 5 tahun di atasku, teman-temannya sudah banyak yang berkeluarga.
Kalau di film Milly dan Mamet, ada adegan di mana Milly melarang temannya pulang, "Ih, sudah lama gak ngobrol sama orang dewasa." Nah itu, tuh, pas banget untuk menggambarkan.
ADVERTISEMENT
Aku, tuh, cuma ngobrol sama suami maksimal 4 jam setiap hari. Karena kesibukan kami masing-masing. Jujur, aku sampai merasa kehilangan kemampuanku untuk ngomong dengan orang dewasa. Merasa bodoh dan kudet pula. Percaya diri udah amblas, deh, kalau di depan orang dewasa.
Apalagi lihat suami bisa pegang HP sambil haha-hihi chat sama teman-temannya, bahkan main PUBG dengan volume kencang dan dia ngobrol sama temannya dalam game tersebut.
Antara iri, merasa tidak menarik, tidak berguna, tidak berharga, bodoh, cemburu, marah, dan lain sebagainya. Tapi aku gak tahu harus mulai berteman dengan siapa dan dengan cara apa. Aneh bukan?
Hal seperti ini berlangsung cukup lama. Aku pun gak bilang sama suami. Sampai selepas piket malam kemarin aku ngamuk dan bilang, "Kamu enak punya teman, aku cuma hidup sendiri sama anak kecil ini yang bahkan hidupnya pun harus bergantung sama aku."
ADVERTISEMENT
Suami baru sadar kalau selama ini istrinya sok kuat dan sok bisa selesaikan masalah sendiri. Dan gak habis pikir, dia lalu mengenalkan teman-temannya, membawa ke dunianya.
Selang beberapa jam, muncul chat yang sebagian besar bilang, “Hai aku xxx, Marissa semangat kerjanya, kalau libur kita janjian ketemuan, yuk, biar anak kita main bareng sembari kita sharing.”
Ternyata suami meminta teman-temannya yang sudah menikah dan memiliki anak untuk menyemangati aku. Biar aku merasa gak sendiri dan punya banyak teman orang dewasa.
Sungguh manis, tapi….. diriku malu :’)