Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Kariadi, Pandemi dan Pertempuran 5 hari
15 Oktober 2020 13:14 WIB
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tujuh puluh lima tahun silam, di seputar Tugu Muda ini, pemuda dan masyarakat Kota Semarang, Salatiga, Kabupaten Kendal, Grobogan, dan Demak bersatu padu mempertahankan dan merebut Kota Semarang dari pendudukan Tentara Kido Butai Jepang. Tidak mengenal lelah, selama 5 hari, tepatnya tanggal 14 s.d. 18 Oktober 1945.
ADVERTISEMENT
Para patriot pejuang kerakyatan dalam peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang melakukan perlawanan, didasari sikap ikhlas, rela berkorban jiwa, raga dan harta benda. Penjara Wanita Bulu, Gedung Lawang Sewu, dan Museum Diponegoro, adalah saksi bisu bercecernya darah dan bergelimpangnya raga para pejuang rakyat yang menjadi korban keganasan Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Hari ini ingatan kita membawa ke aula Rumah Sakit Purusara kini menjadi RS dr Kariadi, Semarang, dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara, strategi perjuangan pemuda menggunakan taktik perang bergerilya.
Bakdo magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dokter Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun di sumber air bagi warga. Mendapat informasi rencana pembunuhan massal di Semarang, dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke reservoir utama penyumbang air di Semarang.
ADVERTISEMENT
Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Istri dr Kariadi, drg Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dokter Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang.
Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 pejuang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara Kota Semarang.
Kini, kita penting meneladani semangat juang dari sosok dr Kariadi, yang kala itu gugur saat sedang berjuang di medan peperangan. Inspirasi yang bisa ambil hikmahnya adalah bahwa para pahlawan itu bisa dari berlatar profesi, sehingga kini mari kita isi kemerdekaan kita ini, baik dalam profesi apa pun untuk menerapkan jiwa kepahlawanan dalam sanubari kita, jiwa kepahlawanan itu diantaranya adalah semangat juang, tak kenal menyerah dan tentunya cinta Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Itu semua adalah wujud nyata filosofi “se-dumuk bathuk senyari bumi”, yang harus tetap membara di setiap dada rakyat Indonesia yang masih diberi kesempatan menghirup nyamannya udara kemerdekaan, untuk terus mempertahankan setiap jengkal tanah di bumi Indonesia dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan positif dan kreatif demi kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Itu menjadi tugas dan kewajiban kita semua, sebagai wujud tanggung jawab kita sebagai bangsa yang besar, yaitu bangsa yang pandai menghormati dan menghargai jasa para pahlawan kusuma bangsa, dengan melanjutkan cita-cita per-juangannya dan mewujudkan pembangunan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat.
Secara regular tahunan paroh oktober, masyarakat Kota Semarang memenuhi kawasan Tugu Muda, untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan pejuang yang telah gugur, sekaligus introspeksi bagi kita, apakah kita telah melaksanakan amanat para pejuang yang sudah mendahului kita, dengan sebaik-baiknya?
ADVERTISEMENT
Perjuangan tidak pernah ada kata usai. Masih sangat banyak yang harus kita perjuangkan untuk bangsa. Hari ini, selain ancaman yang mengganggu persatuan kesatuan dalam ke-Bhinneka-an, seperti aksi terorisme, radikalisme, narkoba, ujaran kebencian, hoaks, dll, kita juga dihadapkan pada masa Pandemi Covid-19.
Garda Terdepan
Maka, kita harapkan, nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta kegotongroyongan, menjadi semangat kita untuk bangkit melawan pandemi Covid-19 yang penyebarannya sangat cepat dan berdampak pada hampir semua sektor kehidupan, mulai dari kesehatan, ekonomi, pendidikan, politik, kesejah-teraan sosial, dan bahkan kegiatan keagamaan.
Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk mengurangi dampak lebih besar akibat wabah virus Covid-19 dilakukan di semua tingkatan, bahkan hingga tingkat RW, karena pemerintah tidak bisa kerja sendiri, diperlukan gotong royong semua komponen.
ADVERTISEMENT
Garda terdepan saat ini bukan lagi pemerintah atau tenaga kesehatan saja, tetapi justru masyarakat. Dengan kesadaran dan kepedulian masyarakat, saya harap akan membantu negeri ini menghadapi pandemi. Maka, solidaritas sosial antar masyarakat menjadi penting untuk membantu mengurangi dampak wabah ini.
Bentuk solidaritas sosial yang diterapkan, seperti “Jogo Tonggo,” layak kita duplikasi dan gandakan. Apa itu? Prinsip kerja yang dikembangkan adalah: untuk kemanusiaan, gotong royong, tidak permanen, hanya dilakukan saat kondisi darurat, transparan, serta melibatkan semua pihak dalam mengatasi wabah covid 19. Implementasi Jogo Tonggo ini melibatkan seluruh sektor dengan membentuk satgas sampai di tingkat RW.
Seiring dengan langkah tersebut, guna menggerakkan dan mendorong laju perekonomian masyarakat di tengah-tengah pandemi Covid-19, Pemprov Jateng telah menetapkan kebijakan tatanan normal baru (new normal) untuk membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu point penting Peringatan Pertempuran 5 Hari di Semarang ini, adalah agar kita mampu mengadopsi nilai-nilai kejuangan dan kebersamaan untuk dapat diterapkan pada kerja dan karya kita hari ini.
Indonesia akan makin besar kalau kita selalu bergerak untuk kebaikan dan bukan hanya diam saja. Dari Kota Semarang dan Jawa Tengah, sebagai basis perjuangan kemerdekaan dan sumber peradaban yang sarat kearifan lokal, kita gelorakan semangat perjuangan pantang menyerah demi kejayaan Indonesia.