Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Membudayakan Paperless dalam Birokrasi Kita
30 Desember 2020 13:03 WIB
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pelayanan publik yang cepat, mudah dan murah menjadi panglima di era kekinian. Maka kemudian, era tersebut harus dibarengi dengan upaya lain menjadi segaris selayaknya gayung bersambut. Di sini platform digitalisasi menjadi paradigm lain yang perlu diusung untuk mendongkrak kualitas pelayanan di atas.
ADVERTISEMENT
Suka tak suka, era baru itu jelas mesti memberikan dampak konstruktif bagi kenaikan indeks kepuasan masyarakat. Jejak ini memang butuh dikawal, didukung dan diteladani dari jajaran atas hingga level bawah.
Maka kemudian, pegawai (ASN dan non ASN) termasuk elit-nya harus berubah. Artinya jika sebelumnya gagap IT harus mau belajar soal internet, media sosial, dll, dan mampu mengoperasionalkan teknologi tersebut.
Namun, jika birokrat masih berat untuk berlabuh ke lain hati, yakni dari kertas (paper) ke digital, maka yang terjadi hanya pemborosan tanpa efisiensi anggaran.
Coba kita buka kembali, berapa dana yang dikeluarkan setiap institusi untuk pengadaan kebutuhan kertas dalam setahunnya. Selain itu, berapa tetumpukan arsip yang harus dikelola, belum lagi jangka panjangnya berapa jumlah limbah yang dihasilkan , juga berapa lama (hanya) untuk menemukan kembali arsip kegiatan dalam himpitan laporan-laporan kertas.
ADVERTISEMENT
Kita layak memberikan apresiasi pada beberapa titik daerah yang sudah menerapkan kebijakan paperless dalam menyelesaikan pekerjaannya. Ada banyak inovasi berbasis digital di birokrasi pemerintah, misalnya aplikasi pajak kendaraan, presensi karyawan, dll, yang minim bahkan nirkertas. Pada ujung yang lain, model pertanggungjawaban penggunaan anggaran masih menggunakan dokumen konvensional berupa laporan di atas kertas. Ini yang acap digenggam para bendahara atau bagian keuangan juga penanggungjawab kegiatan.
Sesungguhnya bukan paperlessnya, tapi konsistensi mempraktikkan paperless dalam setiap tahapan penyelesaian pekerjaan. Pemerintah tentu bisa menjadi garis depan teladan praktik ini. Barangkali pada tempo awal, masih berasa sulit dan berat, tapi seiring berjalan waktu semua akan terbiasa dengan budaya baru paperless.
Diakui atau tidak untuk pengurusan arsip yang menggunakan media kertas tentu saja juga ada batasan umurnya. Dan ketika sudah melampaui masa expired-nya, akan berubah menjadi pundi-pundi rupiah (lain).
ADVERTISEMENT
Jika kita mau, pemerintah bisa saja secara tegas memberlakukan model paperless itu, karena lewat paperless pula sekurangnya bakal menekan populasi korupsi, gratifikasi dan pungli.
Model pembelajaran daring maupun rapat virtual sekarang ini semestinya membuat gugusan silpa yang tak sedikit dari pos pembelajaan kertas di sekolah maupun kantor pemerintah. Dan, pos anggaran tersebut tentu saja bisa dialihkan untuk kegiatan lain. Misalnya, diberikan untuk pembelian pulsa dan atau kuota internet bagi anak-anak miskin.
Kembali ke paperless, era sekarang menindih betul bahan kertas ke permukaan, artinya media itu digantikan dengan model on line, baik berupa teleconference, google meet, aplikasi zoom maupun Microsoft team.
Maka kemudian pendukung pelaporan pun bisa berujud digital, seperti photo, video atau film yang berkisah tentang program kegiatan tersebut pada lokasi sasaran program. Baru ketika ada kejanggalan atau dirasa naif, maka kemudian bisa dilakukan croscek dengan terjun ke lapangan untuk membuktikan kebenarannya. Jadi, paperless akan memberi kita daya hemat yang luar biasa, menyangkut waktu, tenaga, ruang dan biaya, dll.
ADVERTISEMENT
Bagi institusi pemeriksa pun, sepertinya juga menyesuaikan dengan tren tersebut, tanpa harus berkeras menuntut data dukung berupa angka atau data di atas kertas. Paperless juga sangat relevan dengan kampaye go green dan penyelamatan lingkungan. Bagaimana tidak, kita bisa menyelamatkan berapa juta batang pohon sebagai bahan baku pembuatan kertas yang selama ini banyak menimbulkan aksi ”rebutan.”
Bukti Sah
Kebangkrutan media berbasis kertas yang bergeser ke media on line, layak diapreasiasi karena turut mensosialisasikaan, kampanye dan praktik langsung arti paperless sesungguhnya.
Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008, Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital.
Juga dalam bentuk elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
ADVERTISEMENT
Dokumen elektronik atau paperless menjadi barang bukti yang sah apabila berasal dari sistem elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut membuktikan adanya komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam penerapan paperless.