Konten dari Pengguna

Menabuh Genderang Desa Perang Lawan Narkoba

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
29 Juni 2021 14:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak muda terjerat kasus narkoba. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak muda terjerat kasus narkoba. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Desa itu primadona, mengapa? Karena hampir seluruh program pemerintah diujicobakan di desa. Sebut saja, desa mandiri, desa inovasi, desa kreatif, desa digital, desa pangan, dana desa dan baru-baru ini telah dicanangkan desa bersinar oleh Wapres Ma'ruf Amin (28/6/2021) secara virtual.
ADVERTISEMENT
Desa layak apresiasi kepada pemerintah yang terus memberi perhatian serius untuk kemajuan dan membalik kemurungannya selama ini atas tudingan lumbung kemiskinan, pemasok tenaga kerja kasar, sumberdaya rendah, dan lain-lain. Melalui piloting di desa, maka kemudian desa menjadi sasaran pasokan pengetahuan dan skill membangun desa yang mandiri dan berdaya. Berdaya di sini dapat berarti berdaya untuk melawan, seperti terorisme, kemiskinan, politik uang, beragam bentuk kekerasan bahkan berdaya melawan narkoba.
Suka tak suka, narkoba sudah masuk di area pedesaan. Berdasarkan pemetaan BNN, penyalahgunaan dan peredaran narkotika di desa mencapai 14,99 persen dari jumlah desa yang ada di Indonesia. Ada 900 lebih desa yang masuk dalam kategori rawan narkoba. Selain itu,, dari 2.786 desa dan kelurahan ada 966 masuk kategori bahaya atau rawan narkoba dan 1.820 desa masuk kategori waspada narkotika.
ADVERTISEMENT
Mengapa narkoba bisa masuk ke desa? Ada banyak hal yang berpotensi memuluskan jalannya narkoba ke desa, misalnya masifnya angka pengangguran dan kemiskinan, sehingga mereka gampang terpedaya dengan iming-iming tumpukan rupiah tanpa memikirkan dampak dan masa depan atas pengaruh narkoba. Kemudian rendahnya pendidikan, karena orang-orang yang minim pengetahuan, bahkan minusnya pegangan nilai agama yang kuat dengan mudahnya mereka direcoki atas perolehan sumber ekonomi baru secara instan dengan membabibutakan norma negara, kaidah agama maupun kearifan lokal.
Hal lainnya yang cukup masif juga lebih pada kaum muda desa terjebak pada gaya hidup bar-bar dan anomali cenderung bebas dan merasa paling perkasa, paling hebat, dll. Gaya hidup mudik orang kota pecandu narkoba acap dibawa-bawa hingga membalut desa. Sok gagah dan parlente bahkan filantropi dengan segudang akal bulusnya. Mungkin tataran awal, narkoba diberikan gratis, cuma-cuma secara pelahan mereka dibuat ketergantungan pada narkoba, itulah kemudian anak muda yang hilang kendali ini dengan gampangnya distir dan didoktrin cara mendapatkan uang secara cepat dan tak perlu berlelah-lelah.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, sekarang menjadi keprihatinan bersama dan membuat kita elus dada karena ulah narkoba. Hadirnya program desa bersinar kita harapkan mampu memberikan penyadaran masyarakat dan desa untuk berani berperang menolak sekaligus menanggulangi narkoba di wilayah desa. Dalam relasi ini, desa tak bisa sendirian, maka diperlukan langkah dan program komprehensif melibatkan seluruh stakeholder, pemerintah pusat, kementerian/lembaga, hingga pemerintah daerah di setiap tingkatan guna mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba secara serius pula. Dukungan banyak pihak sangat diperlukan dalam mengatasi persoalan narkoba hingga ke akar-akarnya, termasuk program-program yang dapat menyentuh unit terkecil pemerintahan hingga ke desa.
Diakui atau tidak, desa menjadi jalur masuknya narkoba, terutama desa-desa yang berada di daerah perbatasan negara. Desa ini menjadi sasaran yang paling aman bagi bandar narkoba. Untuk itu, desa harus menjadi garda terdepan dalam melakukan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Lantas, caranya bagaimana agar desa cakap melawan praktik peredaran dan penggunaan narkoba? Pertama, kita harus mendorong terciptanya ketahanan masyarakat melalui program-program yang berbasis keluarga, salah satunya melalui edukasi dan sosialisasi pencegahan narkoba bisa lewat sarasehan, workshop, diskusi, kampanye, maupun lewat lomba-lomba kreatif dengan mengoptimalkan sosial media, seperti meme, kartun, vlog dan film-film pendek.
ADVERTISEMENT
Kedua, desa membuat peraturan desa tentang pencegahan dan penanggulangan narkoba di wilayahnya. Hal ini menjadi warning, pengikat dan rambu bagi siapa pun untuk wajib merawat desa bersih dan bebas dari narkoba. Maka kemudian sanksi tegas pun penting dituangkan di dalamnya, meskipun eksekusi vonis di meja hijau dan peradilan yang berwenang. Ketiga, penting mengalokasikan anggaran pemberantasan dan atau penanggulangan narkoba di desa. Soal penganggaran ini, kita bisa belajar dari Kelurahan Condong Catur Sleman, Yogyakarta dengan didukung anggaran dari APBDes yang selalu meningkat untuk program penanggulangan Napza dan kampanye anti narkoba Rp. 50.000.000 di tahun 2021 menjadi Rp. 85.625.000.

Desa Bersinar

Angka ini yang merupakan dukungan pemerintah kalurahan paling besar di antara desa bersinar lokus lainya dan dengan adanya desa bersinar ada efeknya, saat ini Condongcatur turun 2 tingkat data rawan kawasan narkoba dari bahaya menjadi siaga. Keempat, terpenting adalah keterlibatan perangkat desa dalam membangun budaya anti narkoba akan lebih efektif dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap peran pemdes, atau pemerintah secara luas dalam pencegah penyalahgunaan narkoba. Contohnya adalah keterlibatan PKK. Gerakan PKK desa memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakteristik seorang anak. Apabila perangkat desa (contohnya pamong desa, RT, RW hingga PKK) diberdayakan dapat dengan mudah menyasar target kaum muda, anak-anak dan masyarakat luas. Tujuannya untuk menciptakan kondisi aman dan tertib bagi masyarakat Desa/Kelurahan sehingga bersih dari penyalahgunaan narkoba.
ADVERTISEMENT
Data PBB yang menangani masalah narkotika menyebutkan pada tahun 2018 terdapat 275 juta penduduk dunia atau 5,6% dari penduduk dunia usia 15 sampai dengan 64 tahun pernah mengkonsumsi narkoba, sementara berdasarkan data BNN angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 3,37 juta jiwa dengan rentang usia 10 sampai dengan 59 tahun, kemudian tahun 2019 naik menjadi 3,6 juta, sedangkan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar di tahun 2018 mencapai angka 2,29 juta apalagi saat ini Indonesia mulai memasuki demografi yang tumpuannya berada di pundak generasi milenial.
Pemberantasan narkoba berbasis desa seturut dengan amanah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Permendagri No. 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan serta Pemberdayaan Masyarakat, di kelurahan juga sudah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika. Terdapat 3 (tiga) indikator Desa/Kelurahan Bersinar, yaitu adanya Komitmen/Regulasi/ Peraturan; Tersusun/ tersedianya anggaran untuk P4GN; dan Adanya Kegiatan P4GN.
ADVERTISEMENT
Desa/Kelurahan Bersinar ini melakukan Pencegahan dan Pemberdayaan masyarakat; Pemberantasan narkoba; serta Rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Dengan kerja sama yang sinergis antara berbagai pihak, kita optimis, bersama-sama kita bisa menekan tindak penyalahgunaan narkoba di negeri ini. Mimpi kita, ke depan tidak ada lagi preman narkoba, kampung narkoba bahkan sindikat atau mafia narkoba. Mari keroyokan kita tolak dan lawan narkoba.