Konten dari Pengguna

Menjaga Marwah Kebudayaan

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
1 Juli 2020 16:58 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tari Saman. Foto:  ANTARA FOTO/Rahmad
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tari Saman. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
ADVERTISEMENT
Kita bangga, menjadi bagian dari bangsa yang sangat heterogen, dengan 250 bahasa daerah dan 17.000 pulau. Demikian pula tentang budaya, semua provinsi, bahkan kabupaten/kota memiliki kebudayaan sebagai identitas. Bahasa, sastra, busana, beksa/ tari-tarian, nyanyian, kriya bahkan pusaka, dll, masing-masing daerah berbeda-beda. Itulah sejatinya kekayaan kita yang dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika.
ADVERTISEMENT
Dunia mengakui keragaman budaya kita, UNESCO memasukkan beberapa kebudayaan kita dalam warisan budaya dari Indonesia, di antaranya ada Tari Saman, Batik, Candi Borobudur, Angklung, dll. Keragaman budaya, adalah suatu potensi tersendiri bagi sebuah bangsa. Bisa dikata, negara besar adalah negara yang mempunyai banyak koleksi varian budaya.
Pun demikian dengan Budaya Jawa, adalah salah satu perwujudan karakter bangsa. Sopan santun, gotong royong, tepo seliro, unggah-ungguh, andhap asor, dll, yang sekarang ini sebagai inti dari revolusi mental. Budaya Jawa menjadi pilar sikap hidup untuk berbuat serta membangun bangsa yang berkepribadian Pancasila.
Kekayaan budaya Jawa Tengah, meliputi benda maupun tak benda. Candi Borobudur, Prambanan, Mendut, Sangiran, bahasa daerah, Tradisi upacara adat, pernikahan, sedekah laut dan bumi, merti desa, maupun ruwatan, Sastra seni, tembang macapat, seni patung, seni lukis, kerajinan ukiran, berbagai tembang kuno, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Demikian pula nilai-nilai kehidupan sosial, nilai kepemimpinan seperti wani ngalah luhur wekasane, aja adigang adigung adiguna, aja kemingsun (merasa benar dan kuasa sendiri), aja dumeh, berusaha amemangun karyenak tyasing sesama yang berarti berbuat untuk menyenangkan hati sesama manusia, semua itu ada pada budaya Jawa.
Namun demikian, kita masih dihadapkan beberapa tantangan di depan mata, seperti teknologi, menjadikan budaya global bebas masuk menerjang bangsa kita. Tanpa filter, para pemuda menerima budaya asing tersebut. Alhasil, cuek-isme, hoax, bullying, pertarungan ala gladiator, hate speech, peredaran narkoba, dan berbagai kenakalan remaja lainnya seakan menjadi budaya baru, sekaligus menjadi momok negeri ini. Tentu ini bukan budaya kita, bukan budaya orang jawa yang terkenal santun, lemah lembut, saling menghargai dan menghormati serta tidak suka semena-mena terhadap sesama.
ADVERTISEMENT
Milenial kita mulai menanggalkan adat ketimuran, sopan santun mulai luntur, rasa kepedulian kepada lingkungan sekitarpun semakin hilang. Jangankan peduli kepada negara, pemuda yang kita gadang-gadang menjadi penggerak roda pembangunan inipun seperti tidak peduli dengan dirinya sendiri.
Yang memprihatinkan, ada sebagian masyarakat kita kadang mudah memberikan ujaran kebencian, terutama melalui medsos. Dengan gampangnya kata-kata kotor dan bully dilontarkan terhadap kebudayaan kita sendiri.
Beragam wujud budaya yang merupakan kearifan lokal saat ini banyak yang lapuk dimakan usia dan terabaikan. Padahal budaya dapat bermakna sebagai jatidiri bangsa, sehingga dengan lunturnya nilai budaya akan melunturkan pola semangat nasionalisme dan wawasan kebangsaan. Ini tidak boleh terjadi.
Membaca dan melihat keadaan tersebut, sebagai upaya antisipasi penting kita lakukan, di antaranya sebagai penerus bangsa, seharusnya kita harus bersikap lebih kritis dan juga teliti pada budaya baru, sekaligus menemukan cara untuk menyaring apakah hal tersebut bisa membawa dampak positif atau negatif dalam kehidupan dan diri sendiri. Memastikan budaya tersebut sesuai dengan iklim Indonesia, tidak melanggar norma yang berlaku di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Memperluas ilmu pengetahuan, maka selanjutnya sebelum budaya asing masuk, kita harus mengetahui apa saja kegunaannya dari segi ilmu, seperti contohnya situs jaringan media sosial yang sekarang ini semakin menjamur. Whatsapp, Facebook, line, Twitter, Instagram sangat berguna membantu kita berkomunikasi, namun media sosial tersebut bisa menjadi “bumerang” manakala dijadikan ajang saling mengejek, mencaci maki, dan mengajak hal-hal negatif.
Agenda Ngepop
Hal lain yang mesti kita siapkan, yakni lebih selektif dalam menerima budaya dari luar. Kita tidak bisa menerima semua pengaruh yang berasal dari luar negeri tanpa proses penyaringan terlebih dulu. Menanamkan kecintaan terhadap negeri. Sebuah simbol “Aku Cinta Indonesia.”
Simbol demikian memiliki arti bahwa jika adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang adalah benar adanya dan bisa memberikan manfaat yang baik untuk diri sendiri, baik pada masa sekarang dan masa depan yang bisa menghasilkan macam macam sifat manusia yang baik. Untuk itu, kita nantinya tidak akan mudah terbawa arus budaya asing yang bisa memberikan dampak negatif dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Agama menjadi pondasi utama pada diri sendiri supaya bisa mengontrol diri sendiri terhadap hawa nafsu yang bisa mengganggu dan membawa ke jurang kenistaan. Agama memegang peranan sangat penting untuk kelangsungan umat sehingga jika seseorang terbawa arus kesesatan, agama bisa menolong umat agar bisa berubah menjadi lebih baik.
Saya orang yang meyakini bahwa budaya itu perlu teknik menjual yang hiperbolis. Kalau tekniknya biasa, nggak asyik. Di zaman yang apa-apa bersinggungan dengan dunia virtual, kita juga harus bisa menyesuaikan diri.
Perlu kita ajak seluruh masyarakat untuk mempromosikan budaya, melalui foto, video saat menyaksikan berbagai tari-tarian atau event seni budaya lainnya, kemudian di-upload di medsos yang tentu akan menjadi bagian dari promosi yang atraktif.
ADVERTISEMENT
Selaras dengan UU Nomor 5 Tahun 2017, menjadi kewajiban Negara untuk memajukan kebudayaan nasional. Keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia. Hal ini bisa digelar lewat agenda yang ngepop, seperti live performance, festival, kompetisi, parade/kirab/jambore, penghargaan seniman/budayawan, insentif pengembangan budaya, dll.
Salah satu upaya untuk mewujudkan konsep “berkepribadian dalam kebudayaan,” di Jateng adalah diterbitkannya regulasi tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa. Aturan ini bertujuan melindungi, membina dan mengembangkan bahasa, sastra dan aksara Jawa, sebagai payung hukum agar penggunaan bahasa, sastra dan aksara Jawa semakin melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, diwajibkannya penggunaan Bahasa Jawa dalam komunikasi lisan dan berpakaian adat Jawa pada hari tertentu di lingkungan kerja Pemerintah. Maka kemudian, melalui Komite Seni Budaya Nusantara, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, kita tingkatkan kepedulian dan aksi nyata untuk kemajuan budaya budaya nusantara. Mencintai Indonesia kita mulai dari yang sederhana, dekat dengan kita.
ADVERTISEMENT