Konten dari Pengguna

Menyetop Korupsi Kepala Desa

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
31 Januari 2022 16:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita tak tahu persis apa yang ada di kepala para Kepala Desa yang sampai hati mencuri uang rakyat alias korupsi. Belum lama, 2 Kades Grobogan diduga korupsi APBDes-lelang tanah bengkok ratusan juta (detikNews, 20/12/2021). Menyusul, oknum Kepala Desa di Pamekasan Madura nekat korupsi dana desa, negara rugi ratusan juta rupiah (Merdeka.com, 5/1/2022).
ADVERTISEMENT
Kemudian, seorang mantan Kades buronan kasus korupsi dana desa, kerugian mencapai Rp 400 Juta (Kompastv, 8/1/2022). Sebelumnya, juga terjadi praktik korupsi bedah rumah Rp 20,25 M, Kades di Karangasem Bali dituntut 8 Tahun Bui (detikNews, 28/10/2021).
Data Indonesia Corruption Watch (ICW), menyebutkan anggaran dana desa merupakan dana yang paling rentan dikorupsi. Pada semester I 2021, pemerintah desa menjadi lembaga pelaku kasus korupsi terbesar. Periode tersebut tercatat ada 62 kasus korupsi yang dilakukan aparat pemerintah desa. Lalu, diikuti oleh pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus. ICW bahkan menyatakan Tahun 2021 aparat desa paling korup di Indonesia. Lembaga ini mencatat, sejak tahun 2015-2020 sebanyak 676 terdakwa kasus korupsi perangkat desa. Semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi (ombudsman.go.id, 5/1/2022).
ADVERTISEMENT
Penyebab sejumlah Kepala Desa melakukan korupsi, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa dana-dana menganggur (idle fund) yang dimiliki oleh pemerintah daerah sering menjadi modus korupsi oleh pejabat di daerah.
Penyokong Kepala Desa melakukan korupsi, Menurut Fathur Rahman dalam penelitian yang dimuat di jurnal governance. Pertama, kepala desa biasanya bekerja tanpa kenal waktu. Dia harus siap 24 jam untuk melayani warganya, mulai bayi lahir sampai warganya yang meninggal. Sehingga wajar jika profesi ini tidak mengenal hari libur. Padahal kondisi gaji kepala desa kecil di mana hanya mengandalkan sumbangan, berupa hasil bumi dari warganya.
Kedua, Kepala Desa terpilih berdasarkan sisi elektabilitas bagus namun sisi modalitas ekonomi sangat lemah sehingga terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, ada kecenderungan untuk mengembalikan finansial politiknya. Ketiga, posisi kepala desa menjadi pundi-pundi partai politik di akar rumput. Bukan rahasia umum apabila era sekarang sampai tingkat desa pun partai politik menancapkan akar politiknya dengan menempatkan kadernya sebagai kepala desa.
ADVERTISEMENT
Keempat, kurangnya pengawasan dan keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini karena masyarakat desa lebih fokus melakukan aktivitas keseharian mereka seperti bertani, berdagang, dan melaut. Urusan pemerintahan, penganggaran dianggap merupakan pekerjaan orang-orang pintar, tokoh desa saja. Itulah kemudian, berbagai upaya pencegahan korupsi, gratifikasi dan pungli Kepala Desa maupun Perangkat Desa harus dilakukan dengan keterlibatan semua elemen dalam penyusunan anggaran kebutuhan desa.
Di samping hal-hal diatas sebagai bagian faktor pemicu korupsi, penulis melihat Kepala Desa maupun Perangkat Desa ini barangkali masih menoleh pada para pemimpin di atasnya atau Kepala Daerah yang dipastikan lebih berpendidikan ternyata banyak yang berpraktik korupsi dengan segenap risikonya. Berderet Kepala Daerah yang terlibat kasus korupsi, seperti Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, Bupati Probolinggu, Puput Tantriana Sari, Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur, Bupati Kuantan Singingi, Andi Putra, Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, Bupati Panajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud, Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin.
ADVERTISEMENT
Praktik busuk di atas mengindikasikan mereka sudah kehilangan sense of crisis di tengah terjalnya pandemi dan bencana yang masih menganga. Maka kemudian, perlu merevolusi mental para Kepala Desa dan Perangkat Desa, mungkin bisa kolaborasi dengan kaukus, seperti Papdesi, Apdesi maupun PPDI. Penting kita gelorakan paradigma baru yakni desa harus menghasilkan, bukan hanya menghabiskan anggaran.
Maka kemudian, dana desa dan APBDes penting diawasi sejak perencanaan, sejak RKPDes dalam Musdes (musyawarah desa). Pengawasan menjadi instrument penting di sini, maka di dalam forum Musdes tersebut mesti menghadirkan kelompok warga miskin, kelompok perempuan dan anak, kelompok disabilitas, perwakilan partai politik, perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Semua turun, seluruhnya terlibat, termasuk menintensifkan control Badan Permusyawaratan Desa (BPD), aparat penegak hukum hingga KPK.
ADVERTISEMENT
Kita mafhum, korupsi Kepala Desa ditengarai kurangnya literasi pengadaan barang/jasa, literasi keuangan maupun literasi pajak, maka tak menutup adanya salah kelola dana desa. Maka kemudian KPK, Jaksa Agung dan Mendagri meniupkan semacam afirmasi yang prinsipnya Kala kepala desa bisa mengembalikan uang yang dikorupsi tanpa diadili di persidangan. Dalam pandangan penulis, pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk menerapkan edukasi maupun sangsi yang tepat bagi koruptor ini. Langkah ini jangan lantas menjadi senjata bagi Kepala desa dan perangkatnya untuk main-main dengan korupsi.
Lifeskill Baru
Menjadi alarm kita bersama, berbagai dana yang diamanahkan ke desa haruslah dimanfaatkan secara tepat dan baik untuk kemajuan serta kemakmuran masyarakat desa. Maka berbagai inovasi harus dilakukan agar kemandirian dan kesehjahteraan bisa cepat tercapai. Tidak hanya terkait tata kelola pemerintahan desa, tetapi juga berbagai program inovatif yang mampu memberdayakan masyarakat, program yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi desa agar semakin maju dan sejahtera.
ADVERTISEMENT
Kita akui, dana desa yang dikucurkan sejak 2015-2021 totalnya tak kurang Rp400,1 triliun. Dan Tahun 2022 akan terus ditingkatkan besarannya. Dana desa secara nasional selama kurun 2015-2020, telah digunakan untuk membangun prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat, prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, dan sebagainya.
Jika desa mempunyai potensi pertanian maka lakukan inovasi melalui sektor pertanian tersebut. Kalau potensi pariwisatanya besar buat program inovatif yang memajukan pariwisata desa. Kalau potensi peternakannya ada gunakan dana desa untuk mendorong majunya sektor peternakan di desa. Boleh juga lho, dana desa itu untuk membantu para disabilitas atau pendidikan lainnya agar warga bisa mandiri.
Mengelola dana desa agar berhati-hati supaya tidak terjerat hukum, karena sekarang ini ada hak untuk tahu (Right to Know) bagi masyarakat dan itu dijamin Undang-undang. Kita tentu ingin dana ini dikelola secara baik, transparan dan akuntabel, sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkualitas di desa.
ADVERTISEMENT
Jadi, setiap rupiah dana desa dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan desa yang betul-betul menjadi konsentrasi dan bermanfaat bagi rakyat. Penulis masih menangkap spirit dari Kepala Desa dan Perangkat Desa yang terus bergerak pada tren pemerintahan yang baik dan bersih.
Harapannya, dana desa terus mampu memberikan peningkatan ekonomi masyarakat dan lifeskill baru, mampu menggerakkan sistem perencanaan dan pengawasan pembangunan desa, membangun interkonekasi intra dan ekstra lembaga desa, terjadi transformasi sosiokultur toleransi, dan berkemampuan membangun simbiosa mutual dengan lingkungan.