Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
No Pain No Gain
18 Agustus 2020 20:46 WIB
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbagai media meanstream on line dan off line tak sedikit yang mengumbar kepedihan lain akibat pandemic covid-19, salah satunya masifnya angka kemiskinan yang mendera kota dan desa. Problema kemiskinan menjadi soalan serius di tengah perjuangan bangsa melawan pandemi iini.
ADVERTISEMENT
Tak ada yang mau jatuh miskin, kecuali terpaksa. Lantaran miskin tak sedikit yang mengambil jalan instan melalui jalur ekonomi underground (kriminal, pelacuran, kekerasan, narkoba, dll). Disangkanya ruas-ruas itu mampu memberikan percepatan membalik kemiskinan tetapi kenyataan tidak pernah lebih baik dari label ”miskin,” hari ini.
Seribu satu mata wajib terbuka atas kerja keras dan keseriusan pemerintah menepis covid-19 dan kemiskinan itu lewat berbagai kebijakan. Pelajaran apa yang kita dapat di balik angka-angka statistic covid-19 dan kemurungan kemiskinan kita? Intinya kita harus bekerja ekstra keras membebaskan warga dari cengkeraman covid dengan protokol kesehatan dan stimulus bantuan akibat pandemi yang sekurangnya menambah beban kemiskinan naik lagi.
Beberapa hal barangkali turut mempengaruhi sedikit (naik) nya angka kemiskinan. Bencana alam : banjir/rob, tanah longsor, abrasi, gunung meletus banyak merusak infrastuktur mengakibatkan pertanian, perkebunan luluh lantak dan menghilangkan lapangan kerja, terutama pertanian, hal itu yang mendorong masyarakat tak beranjak keluar dari kemiskinan. Melesatnya harga-harga komoditas di pedesaan ketimbang di kota, apalagi saat menjelang panen tiba, anak masuk sekolah/kuliah, hari raya menjadi faktor pemicu masifnya penduduk miskin. Apalagi dihantam pandemic covid-19 yang sampai kini belum tuntas teratasi.
ADVERTISEMENT
Ada dari mereka yang terejerat gadai, ijon atau lintah darat (konvensional maupun virtual) maupoun bank thithil yang bagi sebagian warga desa dianggap sebagai sosok samaritan. Slogan merdeka belajar, belum membuat belajar betul;-betul merdeka. Pungutan berdalih sumbangan atau iuran sekolah atau kampus masih terjadi meski pemerintah melarangnya.
Eksekusi belajar daring masih ditimpa susah, seperti warga miskin tak mampu membeli kuota internet, namun pemerintah sebentar lagi bakal menurunkan stimulus untuk menghalau soal itu. Kita doakan bersama semoga itikad baik pemerintah disempurnakan jalannya.
Kemudian, rintihan lain yakni produk pedesaan pun banyak yang masih harus puas dijual murah karrena kepepet butuh, misalnya perkebunan atau buah-buahan yang dijual dalam bentuk mentah praktis nilai ekonominya minim. Itu lebih menunjukkan warga desa juga kekurangan teknologi. Sementara hasil riset dan penelitian lain di kampus-kampus tidak sedikit yang aplikabel dengan kebutuhan masyarakat (pedesaan) khususunya.
ADVERTISEMENT
Minimnya lapangan kerja juga disokong oleh pendapatan yang rendah. Hal ini lebih disebabkan karena mereka miskin keterampilan dalam usaha produktifnya, bejubelnya barisan PHK, dll. Hal ini juga berdampak pada basis data terpadu Kemensos semakin gendut.
Kesenjangan juga menjadi pemicu lain atas gemuknya kemiskinan. Bisa saja tetangga desa beroleh bantuan dari mana-mana tetapi desa satunya hanya menjadi penonton belaka. Padahal desa itu jauh lebih membutuhkan bantuan, karena jalan poros desa, jembatan dan jalan taninya masih kedodoran, misalnya. Atau orang miskin yang tak mendapatkan salah satu jatah bantuan sembako atau BLT covid-19. Datanya kelewatan atau terhapus kita tidak tahu.
Belum lagi ditingkah dengan pusonya panen, misalnya, otomatis masyarakat petani merugi jika harus disandingkan dengan ongkos produksi yang sudah kelewat tinggi. Sehingga di beberapa wilayah pedesaan pun petani tak sedikit yang lebih suka menyewakan sawahnya. Hal sebaliknya jika over produksi panen. Tentunya kondisi ini juga menyisakan ngilu bagi petani, karena jelas harga akan dibanting rendah.
ADVERTISEMENT
Melihat kemurungan di atas, kita harus segera mendesakkan langkah. Diantaranya seperti memberikan bantuan bagi warga miskin dalam konteks ekonomi produktif, di samping pendampingan bahkan hingga memediasi jalur pasar yang bisa diakses oleh masyarakat ketika hasil panen atau produksinya melimpah. Karena kita lebih jago pada on farm ketimbang off farm.
Menggandeng perusahan dalam rangka menerjemahkan CSR maupun NGO bagi masyarakat miskin juga bisa menjadi strategis dalam keterbatasan dana pemerintah. Sehingga mereka bisa terlibat dalam penanggulangan kemiskinan, misalnya. Penanaman mangrove di sepanjang pantai, pemugaran rumah tidak layak huni, bapak mangkat bagi petani atau swasta itu berbagai peran dan upaya lainnya cukup membantu dalam keterhimpitan ini.
Update Data
Penyelarasan data penduduk miskin yang harus selalu update antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota bahkan hingga level RT dan RW patut disambut positif karena dengan sinkronisasi ini akan didapatkan data yang akurat dan valid, sehingga ketika meluncurkan beragam bantuan sudah ada data dan mempersempit salah sasasaran. Harmoni basis data ini akan berpengaruh pada perencanaan kebijakan, pengelolaan program, dan pelaksanaan kegiatan.
ADVERTISEMENT
Breaktrough Pemerintah bersama dengan Bank milik Pemda yang meluncurkan kredit murah dengan bunga rendah, serta tanpa agunan atau jaminan. Skim kredit yang diluncurkan menjadi langkah elegant dalam perkara ini. Selain memberikan kemudahan bagi rakyat untuk mengakses permodalan.
Amartya Sen dalam bukunya “Development as Freedom,” (1999) mengingatkan, dalam lingkaran kemelaratan seperti ini, modal masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya sangat urgen. Modal bukan berarti anggaran atau uang, tetapi kemampuan atau kompetensi masyarakat untuk dapat mengakses atau terlibat dalam kegiatan pembangunan. Kemiskinan itu bersifat multidimensi. Sen menunjukkan, kemiskinan terkait dengan akses terhadap berbagai kebutuhan hidup, seperti pendidikan, kesehatan, sumber daya ekonomi, dan bahkan demokrasi.
Mengatasi kemiskinan tidak bisa sekadar memberi subsidi. Semua harus dibenahi dan semua harus memahami. Kualitas kelembagaan juga harus diperbaiki. Betapa korupsi di berbagai lini sudah menjadi penghalang penting bagi penanggulangan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Perubahan paradigma penegakan hukum yang sudah dimulai dari para aparat penegak hukum (APH) dari represif ke preventif patut diacungi jempol. Sekurangnya sebagai usaha menyelamatkan uang negara dan akan dikembalikan kepada masyarakat, salah satunya dalam menurunkan jumlah warga miskin di tengah getirnya pandemi covid-19.
Langkah sederhana di atas dan kebijakan penunjang lainnya, bisa menjadi bagian jalan menurunkan membalik kemuraman. Masyarakat semakin paham betul apa itu artinya no pain, no gain.