Saat Kaum Muda Melirik Jabatan Pamong Desa

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
28 Mei 2021 14:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi PNS. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PNS. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kala musim pandemi COVID-19, hampir semua usaha dan pekerjaan berasa sulit, karena selain persaingan juga dipilih tenaga yang benar-benar punya kualitas. Hal inilah yang nampaknya memicu kaum muda di Yogyakarta dan daerah lainnya melirik profesi (baru), yang jauh sebelumnya hanya dipandang sebelah mata dan kurang menantang di kalangan muda.
ADVERTISEMENT
Saat beberapa elemen, seperti guru dan pegawai honorer, juga Satpol PP menuntut menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), bahkan Menteri Desa PDTT Halim Iskandar bakal memperjuangkan para pendamping desa bisa menjadi PPPK. Akankah para perangkat desa akan minta hal yang sama?
Jabatan perangkat atau pamong di pedesaan bisa dikatakan cukup banyak diminati. Tugas perangkat desa adalah membantu kepala desa (kades) dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Kalau sekarang, termasuk tugas dalam mitigasi COVID-19. Di beberapa desa di Indonesia, seleksi pemilihan pamong desa cukup selektif lantaran banyak warga desa yang berminat mendaftar sebagai pamong.
Seperti dikatakan Kepala Laboratorium Ilmu Pemerintahan UMY, Sakir Ridho Wijaya, selama 2021 sudah mendampingi seleksi calon pamong untuk 17 desa di Bantul, Sleman dan Kulonprogo. Di Kelurahan Kalitirto, terdata 6 formasi dibuka, yaitu Carik, Kamituwo dan 4 lainnya Dukuh. Menjadi menarik, karena 65 persen pendaftar didominasi anak muda dengan rerata usia 20-30 tahun berpredikat lulusan sarjana (krjogja.com, 26/5/2021).
ADVERTISEMENT
Alasan sederhana yang muncul atas animo kaum milenial ini berebut profesi pamong, lebih pada soal penghasilan tetap dan hak untuk mengelola tanah pelungguh atau bengkok di desa. Dukuh, contohnya bergaji pokok Rp 2 juta, tertinggi lurah Rp3 juta, tapi mereka masih mendapatkan hak atas tanah bengkok yang dapat mendatangkan hasil yang besar bergantung masing-masing desa.
Tanah-tanah itu bisa digarap sendiri, atau disewakan hingga paripurna tugas. Di samping itu, di desa pun sudah bertaburan BUMDes, BKAD, dll. Bahkan dana desa setiap tahun besarannya selalu naik, sekurangnya mampu memberi peluang kerja bagi para pemuda.
Tren demikian, memang butuh kreasi dan inovasi stakeholders yang jika dikelola secara baik tentu tidak menutup bagi arus kemajuan dan kemakmuran desa. Inilah bagian membangun Indonesia dari pinggiran (desa) semenjak pemerintahan Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, gaji pamong desa sudah diatur pemerintah pusat lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD).
Maka kemudian, gaji perangkat desa tertinggi yakni untuk jabatan sekretaris desa atau yang biasa disebut sebagai carik desa. Gaji per bulannya yakni paling sedikit Rp 2.224.420 atau setara dengan 110 persen dari gaji pokok PNS golongan IIa.
Sementara gaji perangkat desa lain di luar sekretaris desa ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 2.022.200 per bulan atau setara dengan 100 persen dari gaji pokok PNS. Jika diukur dari besaran gaji minimal per bulan, gaji sekretaris desa maupun perangkat desa lain ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan gaji minimal kepala desa yang ditetapkan sebesar Rp 2.426.640.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, PP tersebut hanya mengatur terkait besaran minimum gaji yang bisa diperoleh perangkat desa. Gaji tersebut bisa lebih tinggi tergantung dengan kebijakan masing-masing kepala daerah, dalam hal ini bupati atau wali kota dengan kebijakan tunjangan masing-masing daerah.
Sepotong asa yang mendorong dan menggerakkan anak muda bergumul dalam pekerjaan yang mengurus masyarakat desa, bisa kita buka pada hasil penelitian Khusni Latif (2018) mengungkapkan, motivasi ketertarikan pemuda dalam mengikuti tes perangkat desa Sikampuh, Cilacap, antara lain ingin mengabdikan diri kepada masyarakat, untuk melanjutkan program yang sudah berjalan dan bertekad melayani masyarakat dengan penuh tanggung jawab.
Mengabdi
Passion kaum milenial merebut kursi perangkat atau pamong desa didukung hasil penelitian Sri Hartini (2017) tentang analisis motivasi masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai perangkat desa di Desa Semanten Pacitan Jatim (2017), menyebutkan ada 4 hal besar yang melatari mereka.
ADVERTISEMENT
Pertama, faktor ekonomi, yakni upah berupa tanah bengkok yang sangat luas dan subur. Dan semakin diperhatikannya tunjangan penghasilan aparatur perangkat desa dari Kabupaten Pacitan yang sesuai dengan UMK, masyarakat berpikir bahwa dengan upah atau gaji tersebut bisa membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena sekarang sangat sulit untuk mendapatkan penghasilan yang layak.
Kedua, faktor kekuasaan. Seseorang yang menduduki jabatan akan mudah untuk menyalurkan ide dan program-program yang diinginkan serta akan lebih mudah untuk merealisasikan. Ketiga, yaitu soal kesetaraan gender bagi calon perempuan, karena kaum hawa perlu meningkatkan harkat dan martabatnya untuk menyalurkan kemampuan yang dimiliki untuk masyarakat.
Terakhir adalah motivasi keinginan untuk mengabdi kepada masyarakat. Hal ini lebih di-drive agar dapat memajukan sumber daya manusia dengan mempergunakan sumber daya alam yang ada di desa sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga masyarakat menjadi makmur dan sejahtera.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, pamong/perangkat desa semakin diminati kaum muda, terbukti lewat pemilihan langsung, 1 kursi Kepala Dusun di Desa Cimanggis Nusaherang Kuningan (2018) diperebutkan 4 kandidat yang rerata usianya tergolong cukup muda atau di bawah 40 tahun.
Fenomena dibeberapa desa di atas sekurangnya semakin menegaskan generasi muda tak lagi alergi dengan jabatan atau profesi pamong desa, meskipun harus diperjuangkan melalui tes atau seleksi, penujukan langsung bahkan ada yang dipilih langsung oleh masyarakat desa. Itulah bagian cara kita mendewasakan masyarakat bahkan elite alam berdemokrasi. Satu kata kunci, mengabdi yang menjadi tagline mereka. Greget anak muda dalam praktik ini sekurangnya ingin membalik desa menjadi lebih produktif dan moderat tanpa menindih "kedesaan"-nya.
Menjadi tugas bersama membangun pamong desa yang profesional, berintegritas dan ramah IT. Maka, penting sinergi keroyokan pentahelix, termasuk sekolah desa, sekolah perangkat desa, dan Pertides .
ADVERTISEMENT