Konten dari Pengguna

Konser Tulus 'Tur Manusia': Ajakan untuk Merefleksikan Kehidupan

Marleni Adiya
GUSDURian, IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2013. Pengajar dan Aktifis Sosial yang tertarik dengan isu sosial kemanusiaan
1 Maret 2023 20:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marleni Adiya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konser Tulus 'Tur Manusia'. Foto: Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Konser Tulus 'Tur Manusia'. Foto: Dokumentasi Pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menonton konser Tulus bertajuk Tur Manusia di Surabaya mengajak saya untuk merefleksikan diri sebagai manusia. Beberapa lagu Tulus bermain nada-nada falsetto yang membuat kita merinding. Namun sesekali Tulus berinteraksi dengan penonton dengan mengajak penonton untuk bernyanyi bersama. Pertunjukan selama dua jam itu terasa sangat mindfull sekaligus powerfull. Bukan hanya karena Tulus menyanyikan lagu-lagu itu dengan suara yang memukau, tapi konser ini lebih dari sekadar pertunjukkan.
ADVERTISEMENT
Selain menyanyikan lagu-lagu dari album terakhirnya yang bertajuk Manusia, yang juga merupakan tema konser, Tulus juga membawakan lagu-lagu hits dari album-album lawasnya seperti Sepatu, Teman Hidup, dan tentu saja Monokrom, salah satu lagu dengan angka pemutaran tinggi di platform pemutar musik daring. Diiringi band dan backing vokal, penampilan Tulus juga digenapi memukau oleh lighting dan visualisasi panggung yang mendukung alur konser menjadi sebuah penampilan yang indah.
Dibuka dengan lagu ‘Satu Kali’, sebelumnya penonton dibuat terhentak karena prelude yang sangat apik dari Band pengiring yang solid dan backing vocal grup, dan lighting serta visualisasi yang didominasi warna biru yang menjadi warna album Manusia. Penonton yang Sebagian besar didominasi perempuan ini mendominasi suara Tulus. Tetapi Tulus tetap menyanyikan lagu dengan suara dan penampilan yang memukau.
ADVERTISEMENT
Mengenakkan setelah jas hitam dengan sepatu keds putih, Tulus tampil effortless namun tetap stand out. Selama dua jam pertunjukkan Tulus memberikan penampilan dan energi yang nyari tanpa cela dari awal hingga akhir. Sempat melakukan jeda selama beberapa menit pada satu jam pertama, Tulus berganti kostum dengan setelan berwarna serupa namun kali ini mengenakkan kaos putih. Tulus tetap menunjukkan performa yang stabil sekaligus vokal dengan Teknik yang mumpuni.

Alur Manusia

Penampilan Tulus di konser One Intimate Night Show di The Kasablanka Hall, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Setelah lagu pertama kurang lebih tiga puluh menit pertama Tulus menyanyikan lagu-lagu hits yang selama 11 tahun berkarya. Dari beberapa karya hits pada lagu-lagu sebelumnya seperti menjadi pembuka untuk melihat seberapa besar. Beberapa lagu di sini dibawakan seperti instrumen awalnya. Ada juga lagu yang mengalami sedikit gubahan seperti dibuat akustik maupun dengan versi cello.
ADVERTISEMENT
Melalui lagu Jangan Cintai Aku Apa Adanya dan Gajah penonton diajak untuk menyelami sisi tulus sebagai seseorang musisi sekaligus manusia. Adalah lagu-lagu yang dinyanyikan untuk menunjukkan sisi Tulus sebagai seseorang yang menjalani hidupnya melalui karya-karyanya. Puncak pada paruh kedua melalui lagu Teman Hidup, Tulus menyampaikan bahwa selama 11 tahun berkarya, Teman Tulus (sebutan untuk penikmat musik-musik Tulus) adalah teman hidupnya, yang selama ini menemaninya selama sebelas tahun. Dialog ini menurut saya menjadi bagian penting, Tulus mengajak penonton untuk terhubung. Apalagi pada saat menyanyi Tulus menyusuri penonton dengan berjalan menuruni panggung.
Setelah paruh pertama, dijeda oleh penampilan band pengiring dan backing vokal, dan kemudian Tulus berganti kostum. Tulus membawa penonton untuk mencapai klimaks dengan beberapa lagu hits yang ‘ngena’. Setelah membawakan Sepatu, Tulus menyanyikan lagu Nala. Tulus menyanyikan lagu ini utuh sendiri, dengan nada falsetto di akhir sebagai emosi pamungkasnya. Diiringi visualisasi yang kobaran api dan lighting merah dan kuning yang mendominasi. Kemudian diakhirnya dengan logo album Manusia yang terbakar.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa detik, adegan di panggung fokus pada tampilan visualisasi. Dan berganti menjadi visual air dan hujan, menghantarkan lagu ‘Diri’. Selama menyanyikan lagu ini juga tulus membawakannya secara utuh dan penjiwaan yang penuh. Visualisasi hujan lighting biru putih, hitam. Mendominasi. Saya merasakan inilah klimaks yang ingin dihadirkan Tulus dalam konsernya bertajuk Tur Manusia 2023.
Tidak selesai, setelah tangis hampir memenuhi ruangan indoor. Lampu padam, lagu Tujuh Belas menjadi sebuah hentakkan yang mengharu biru. Dengan senyuman, tulus membawakan lagu ini dengan visualisasi video bertema serupa dengan video klip Tujuh Belas yang muda, fresh, dan mengharu. Emosi penonton dibawa kembali naik, untuk meraih harapan-harapan. Ditutup dengan Monokrom dan Hati-Hati di jalan, dua lagu hits yang juga bagi saya keduanya memiliki makna mendalam.
ADVERTISEMENT

Refleksi Manusia

Penampilan Tulus di konser One Intimate Night Show di The Kasablanka Hall, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Menyaksikan lagu tulus selama dua jam, menjadi pengalaman yang berbeda bagi saya dalam menyaksikan sebuah penampilan musik seorang penyanyi secara langsung. Selain karena karya-karya tulus yang lekat dan dekat dengan keseharian kita. sehingga kita tahu, pendengar dan penikmat musiknya menjangkau banyak kalangan. Hal yang istimewa pada sebuah konser adalah: perenungan. Penonton diajak untuk merefleksikan kehidupan dan perasaan-perasaan yang ada di dalamnya.
Lagu-lagu Tulus memang banyak yang easy listening atau gampang di dengar, tetapi yang tidak kalah kuat adalah soal pesan-pesan yang disampaikan pada liriknya. Saya mungkin, tidak satu kali menangis karena menyaksikan sebuah konser musik, bisa jadi karena lagunya yang sangat sedih, atau karena saya sangat Bahagia bertemu dengan musisi baik penyanyi maupun band idola saya. Tetapi pada konser Tulus Tur Manusia, Tulus seperti sengaja mengajak penikmat musiknya untuk menyelami perasaan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Pertujukkan di atas panggung memang mewah untuk sekelas konser festival, tetapi sangat jauh dari kesan sia-sia. Seperti yang saya sampaikan di awal, selain tata panggung, visualisasi, pencahayaan, dan Tulus sebagai bintang itu sendiri tidak terasa silau. Dengan sederhana dan perlahan, Tulus membuat alur pertujukkannya tidak hanya sebuah persembahan akan karya-karya serta tidak hanya secara teknis bernyanyi juga memberdayakan energi, serta membaginya ke semua manusia yang hadir.
Tulus juga menampilkan diri sebagai seorang musisi yang tenang dan melibatkan banyak orang dalam penampilannya kali ini. Namun, kita tahu bahwa Teknik bernyanyi Tulus yang bagus ini dioptimalkan untuk mengajak penonton berdialog kepada diri sendiri. Menjadi manusia yang merenungkan bagaimana hakikat dirinya dan kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Jika kita mengharapkan sebuah kesenangan dari konser Tulus bertajuk Manusia, mungkin sepenuhnya tidak terjadi. Sebab, sorak sorai penonton saya lihat sebagai sebuah perayaan atas keputusasaan, dan kegagalan dalam kehidupan. Ada pula pesan perpisahan dan pembebasan yang terkesan tidak dibalut sedih. Suka cita yang hadir tidak berupa sebuah kesenangan biasa. Tulus, mengajak kita untuk utuh menyelami ‘Diri’ sebagai ‘Manusia Kuat’ yang mampu memiliki ‘Ruang Sendiri’ dalam menjalani kehidupan yang barangkali kita lihat hanya sebagai ‘Monokrom’.