Konten dari Pengguna

Bargaining Position PDIP, Oposisi atau Koalisi?

Ricky Donny Lamhot Marpaung
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Pengamat Hukum Konstitusi
16 Juli 2025 14:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Bargaining Position PDIP, Oposisi atau Koalisi?
PDIP tentu tidak pernah kehilangan momen penting dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Patut dinanti apakah PDIP akan menjalankan posisinya menjadi koalisi atau tetap berada diluar kekuasaan.
Ricky Donny Lamhot Marpaung
Tulisan dari Ricky Donny Lamhot Marpaung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Prabowo dan Mega. Foto : Kumparan.com. Sumber : https://www.instagram.com/p/DA2bEvMylvO/
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Prabowo dan Mega. Foto : Kumparan.com. Sumber : https://www.instagram.com/p/DA2bEvMylvO/
ADVERTISEMENT
Pertemuan tertutup di Jalan Teuku Umar menjadi buah bibir antara Presiden Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. Keduanya merupakan tokoh sentral negeri ini, Indonesia. Bagaimana tidak, pertemuan berbalut pertemanan yang akrab menimbulkan spekulasi apakah Presiden Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri akan berkoalisi atau tetap pada jalur diluar pemerintahan?. PDIP sebagai besutan partai mantan Presiden ke-5 tersebut masih menjaga kerahasiaan publik yang tengah menanti keputusan Megawati terkait kebijakan untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo.
ADVERTISEMENT
Sejak kontestasi Pilpres 2024, PDIP memang berada pada jalur non-koalisi yang menggandeng pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sementara itu, Presiden Prabowo bersama Wakil Presiden, Gibran Rakabuming menciptakan koalisi gemuk, KIM Plus yang akhirnya memenangkan Pilpres dengan total suara hingga 96 juta pemilih. Keberadaan KIM Plus diorbitkan menjadi Kabinet Merah Putih. Menariknya, PDIP tidak sama sekali gentar sejak awal kemunculan KIM Plus hingga hari ini pun, mereka tetap berada diluar koalisi.
Keteguhan Megawati sebagai ketua umum partai moncong putih ini terlihat dari beberapa pernyataan politisi di media terkait pertemuan tertutup dengan Presiden Prabowo. Semisal, politisi Gerindra, Ahmad Muzani menilai pertemuan tersebut dalam upaya memperkuat persatuan dan menekankan bahwa PDIP tetap berada di luar koalisi dan percaya bahwa Presiden Prabowo akan menjalankan tugasnya sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara. Yang menariknya, partai PSI pun sempat memberikan statement jika Megawati juga harus bertemu dengan Presiden Jokowi, namun tanggapan politisi PDIP, Guntur Romli menyoroti bahwa Jokowi yang menyayangkan sikap dingin terhadap Megawati dan PDIP. Berbicara mengenai koalisi,masih terbuka ruang bagi PDIP untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo dimana ini menjadi sinyal positif bahwa balance of power yang dilakukan menjadi kekuatan persatuan partai politik untuk mencegah disfungsi kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Namun, patut disorot apakah ini cermin demokrasi bagi masing-masing parpol termasuk PDIP. Dalam adagium politik oleh Lord Acton dikenal “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” akan memunculkan kekuasaan yang rentan terhadap korupsi. Jika ini terjadi maka oposisi kekuasaan hanya tinggal menyisakan partai Nasdem, PKS, Hanura, PPP. Reaksi ini juga menarik suara bagi PDIP, meskipun tongkat estafet DPR belum berpindah dari PDIP sebagai pimpinan, hal ini bisa saja terjadi perluasan kekuasan di eksekutif jika nantinya ada menteri-menteri yang bergabung di koalisi Merah Putih.
Manuver Politik PDIP
Sejauh ini selama periode Kepresidenan dari masa pemerintahan hingga saat ini, PDIP selalu berada di pusaran kekuasaan. Hanya di era SBY dan Prabowo, PDIP mencoba menjadi oposisi. Kemanakah manuver politik itu akan berlabuh?. Terlebih posisi PDIP dinilai tidak menguntungkan sejak Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang ditangkap oleh KPK akibat perintangan penyidikan pada kasus Harun Masiku. Posisi ini tentu tidak baik, PDIP harus berbenah jika memang ini memperluas atribusi politik bagi kepentingan partai.
ADVERTISEMENT
Dengan dihadapkannya kekuasaan yang dinilai semakin mengerucut akibat kasus tersebut, PDIP harus menaikkan level tawar-menawar politik untuk memainkan skema menjadi koalisi dimana ini akan menguntungkan bagi posisi PDIP ditengah carut-marutnya situasi politik saat ini. Kompleksitas berbagai kebijakan di era Presiden Prabowo boleh saja terjadi, tetapi PDIP punya sejumlah kesempatan baru untuk memulai langkah politik yang berkelanjutan agar mesin partai kembali kuat menuju transisi politik yang tentu masih cukup waktu sebelum periode Pilpres 2029.
Keberpihakkan Program Pemerintah
PDIP tentu tidak pernah kehilangan momen penting dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Sebagai penerus trah Soekarno, Megawati tentu selalu konsekuen dengan kebijakan pro-pemerintah. Lain halnya jika PDIP dalam mode oposisi saat ini. Keberadaan PDIP tidak pernah lepas dari sikap politik yang terkesan lurus-lurus saja tanpa mengambil kebijakan populis dari kacamata politik. Motto ‘Satya Evam Jayate’ yang terkenal menjadi kekokohan dan kekuatan partai PDIP ditengah berbagai isu miring di kancah perpolitikan Indonesia. Dalam koalisi, PDIP bisa saja bergabung dengan koalisi Merah Putih untuk mendukung program-program pemerintahan yang dapat terlibat aktif dalam berbagai isu-isu strategis pemerintahan. Ini akan menjadi modal besar jika PDIP berani melakukan langkah politik yang memihak kepada rakyat. Bila ini terjadi, maka PDIP sudah berada pada garis politik untuk menambah peluang baru di era pemerintahan dengan menempatkan orang-orang yang punya kapasitas politik untuk mendukung kebijakan pro-rakyat. Patut dinanti apakah PDIP akan menjalankan posisinya menjadi koalisi atau tetap berada diluar kekuasaan pemerintah.
ADVERTISEMENT