Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Pertempuran di Sungai Puar pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia
23 November 2021 17:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Marshanda Eriani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agresi Militer Belanda II merupakan peristiwa yang pastinya sudah diketahui oleh banyak orang di mana di dalam peristiwa ini Belanda melakukan penyerangan ke wilayah-wilayah RI dengan tujuan bisa menguasai wilayah tersebut. Salah satu wilayah yang diserang oleh Belanda adalah wilayah di Sumatra Barat. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda pun mengebom wilayah Bukittinggi. Hal itu disebabkan karena Belanda mengetahui bahwa pusat pemerintahan telah dipindahkan ke daerah Sumatra. Pemindahan Ibu Kota ini diperintahkan oleh Soekarno melalui surat untuk Syafruddin Prawiranegara karena Belanda saat itu berhasil menguasai wilayah Yogyakarta. Soekarno mengatakan bahwa :
ADVERTISEMENT
Walaupun kenyataannya surat tersebut tidak sampai kepada Syafruddin tetapi Syafurddin sendiri bersama tokoh lain mendirikan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). PDRI ini berdiri selama 7 bulan yaitu pada tanggal 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 di mana PDRI tidak berpusat pada satu tempat tetapi berpindah-pindah tempat di wilayah Sumatra. Dari sinilah, Belanda mulai menyerang daerah-daerah di Sumatra termasuk di wilayah Sungai Puar.
Sungai Puar merupakan salah satu desa atau kelurahan di Kecamatan Pelembayan, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Pada agresi Militer Belanda ke II, Sungau Puar ini merupakan daerah yang dijadikan basis gerilya sehingga menjadi sasaran serangan Belanda. Setelah Bukittinggi dibom oleh Belanda, penduduk yang tinggal di bukittinggi pun mengungsi ke wilayah ini sehingga daerah ini pun menjadi ramai. Sungai Puar inipun juga termasuk daerah yang dijadikan dapur umum pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Dapur umum merupakan tempat untuk membantu para pengungsi pejuang dan pemimpin pemerintahan yang berada di daerah ini sehingga dari sini pula Belanda pun menjadikan wilayah Sungai Puar sebagai target sasaran penyerangan.
Penyerangan Belanda ke Sungai Puar
Pada tanggal 2 Januari 1949, pasukan Belanda mengadakan operasi ke Sungai Puar di mana awalnya Belanda menembak salah satu pemuda dan juga menangkap seseorang. Dua bulan kemudian, pada tanggal 18 Maret Belanda pun kembali memasuki wilayah dan pada saat itu para penduduk dan TNI pun tidak diam saja tetapi menyerang pasukan Belanda. Saat itulah, pertempuran dimulai di mana Belanda merampas padi penduduk dan membunuh seorang penduduk Sungai Puar. Penduduk pun juga membalas dengan cara menyerang kembali pasukan Belanda yang menyebabkan 6 orang tewas dan satu orang luka-luka dari pihak Belanda sedangkan dari pihak penduduk Sungai Puar 4 orang gugur dan satu orang luka-luka.
ADVERTISEMENT
Belanda pun menyerang kembali pada tanggal 24 Maret 1949. Pertempuran ini terjadi kembali yang dimulai pada pukul 16.00. Belanda di sini tidak hanya melancarkan operasinya tetapi juga melakukan penembakan menggunakan meriam dari markasnya secara brutal. Pertempuran lanjutan inipun lebih banyak memakan korban dimana di pihak Belanda 16 orang gugur sedangkan di pihak TNI 2 orang gugur, di pihak penduduk 2 orang tertembak dan 2 orang luka-luka. Di dalam Wali Nagari Sungai Puar disebutkan total korban jiwa yang gugur dan menghilang saat Agresi Militer Belanda II di Sungai Puar berjumlah 96 orang.
Peranan Penduduk Sungai Puar di dalam Perlawanan
Di dalam Pertempuran di Sungai Puar ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan para penduduk Sungai Puar sendiri. Pertama, yaitu para penduduk pandai besi yang paling banyak jasanya di mana selama pertempuran ini, merekalah yang membuat senjata untuk bertempur mulai dari pisau belati, alat-alat tajam lainnya hingga mengolah kembali bom-bom peninggalan Jepang untuk dijadikan ranjau darat. Kedua, yaitu para ibu-ibu kaum Sungai Puar yang tidak ketinggalan membantu di dalam perjuangan dimana para ibu-ibu inilah yang menyiapkan dan mengusahakan perbekalan di dapur umum. Kegiatan dari belakang ini dipelopori oleh Badan Pembantu Barisan Muda (BPBM) yang diketuai oleh Ibu Khasyiah, Nursyam sebagai Sekretaris, Asma sebagai Bendahara dan para anggotanya yaitu ada Aminah, Nurmana,Nurani, Bastiar, Jarana, Rahimah, Azizah, Hasna, Gadis, Kalisyah dan Sarni .
ADVERTISEMENT
Ketiga, yaitu tidak kalah penting adalah para pemuda Sungai Puar yang sudah menyumbangkan tenaga pada saat bertempur dan juga para pemuda yang menjadi kurir dalam menjalankan tugasnya. Terakhir adalah Umar Datuk Garang yang merupakan wali perang di Sungai Puar. Jasanya adalah membentuk Markas Pertahanan Rakyat Nagari (MPRN).
Akhir Pertempuran Sungai Puar
Pertempuran ini pun diakhiri pada saat Belanda mendapatkan kecaman di dunia internasional bahkan sampai PBB ikut turun tangan di mana PBB mendesak Belanda agar membebaskan para pemimpin Indonesia dan kembali patuh terhadap Perjanjian Renville. Hingga akhirnya Indonesia dan Belanda mengadakan Perjanjian Roem Royen pada tanggal 17 April 1949. Akhirnya, pemerintah pun sudah mulai kondusif dan pulih pada 13 Juli 1949
ADVERTISEMENT