Konten dari Pengguna

Apakah Sebuah Suku Telah Menciptakan Fenomena Patriarki?

Martadina Sepania Sihombing
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana
27 Februari 2025 10:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Martadina Sepania Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Domi Chung (https://unsplash.com/photos/woman-carrying-child-Gdf-QniNqVI) di Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Domi Chung (https://unsplash.com/photos/woman-carrying-child-Gdf-QniNqVI) di Unsplash
ADVERTISEMENT
Lahir dalam keluarga yang memiliki budaya suku yang sangat kental, saya merasakan ada dua hal yang bertabrakan antara suku saya dengan perempuan. Suku di Indonesia memang harus kita pertahankan karena hal tersebut merupakan keunikan tersendiri dari Indonesia. Namun, ada beberapa pemikiran di suku saya yang, menurut saya pribadi, tidak bisa dinormalisasikan.
ADVERTISEMENT
Semasa kecil, saya selalu diajarkan bahwa perempuan harus bisa beres-beres rumah dan juga memasak. Pada saat itu, saya hanya berpikir bahwa hal tersebut tepat karena mengajarkan hal yang baik. Namun, seiring berjalannya waktu, saya merasa heran mengapa hanya perempuan yang dinormalisasikan seperti itu. Mengapa laki-laki tidak? Apakah perempuan memang dilahirkan seperti itu?
Pertanyaan tersebut menyadarkan saya bahwa inilah budaya patriarki. Satu kata yang sering saya dengar, saksikan, dan rasakan. Perempuan sering kali dipandang sebelah mata, dianggap lemah, dan tidak berdaya. Bahkan, masih ada orang di suku saya yang beranggapan bahwa perempuan yang menempuh pendidikan tinggi hanya akan membuang-buang waktu karena mereka akan menghabiskan hidupnya di dapur. Saya pun bertanya-tanya, mengapa mereka bisa beranggapan seperti itu? Sayangnya, beberapa orang dari suku saya berpendapat bahwa perempuan dari suku saya dinormalisasikan untuk hidup melayani keluarganya karena adanya nilai-nilai tradisional yang harus dipertahankan. Saya tahu bahwa itu merupakan nilai-nilai tradisional yang baik karena merupakan tanggung jawab perempuan. Namun, hal tersebut telah menciptakan pemikiran patriarki. Mengapa? Karena dari pemikiran tersebut, telah tertanam pada laki-laki dan menciptakan sebuah kebiasaan yang menyebabkan laki-laki sulit memiliki keinginan untuk membantu pekerjaan rumah.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, fenomena ini tidak hanya ada di suku saya, tetapi juga terdapat di suku lain, bahkan secara internasional. Selain itu, fenomena ini telah membuat beberapa anak muda di suku saya mulai beranggapan bahwa patriarki disebabkan oleh budaya suku kami. Sebenarnya, anggapan tersebut tidak tepat. Bukan suku yang salah, melainkan orang-orang di suku kami yang salah karena telah mengaitkan pandangan patriarki dengan suku kami.
Tidak dapat dipungkiri, banyak perempuan di suku saya yang mengalami baby blues karena merasa lelah dalam mengurus bayi atau anak, serta pekerjaan rumah sekaligus. Saya merasa bahwa ini adalah hal yang salah, karena dalam membangun sebuah rumah tangga tidak harus perempuan yang mengurus anak dan pekerjaan rumah; laki-laki juga bisa membantu. Membangun rumah tangga berarti menjalani hidup bersama. Saya berharap pandangan patriarki secara perlahan menghilang, sehingga perempuan tidak lagi mengalami patriarki. Saya juga berharap tidak ada lagi orang-orang di suku saya atau suku lain yang mengaitkan pemikiran patriarki dengan sebuah suku.
ADVERTISEMENT