Konten dari Pengguna

Resensi Buku: Kisah komparatif perjuangan Warga Negara Memperjuangkan Haknya

Martin Dennise Silaban
Peneliti di SHEEP Indonesia Institute. Mahasiswa S2 Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, UGM
15 Juli 2024 8:57 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Martin Dennise Silaban tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa minggu lalu, saya membaca buku yang menarik terkait dengan serangkaian tindakan yang dilakukan warga negara dalam memperjuangkan haknya. Bukunya berjudul claim making in comparative perspective yang diterbitkan oleh Cambridge University Press dan ditulis oleh 3 orang dari institusi Pendidikan yang berbeda yaitu Janice K Gallagher, Gabrielle Kruks-Wisner, dan Whitney K Taylor. Buku ini berisikan 80 Halaman yang terbagi menjadi 3 Bab.
ADVERTISEMENT
Para penulis mengeksplorasi konsep pembuatan klaim yang dilakukan oleh warga negara di negara demokrasi dengan pendapatan yang rendah hingga menengah. Para penulis bermaksud mengatasi kesenjangan referensi khususnya terkait penelitian yang meneliti terkait perilaku politik warga negara yang cenderung hanya memberi perhatian pada keterlibatan warga melalui momen-momen penting yang kelihatan seperti pemilu, maupun demonstrasi dan tidak sepenuhnya menggambarkan upaya sehari-hari warga negara dalam memperjuangkan hak nya. Dalam hal ini, apa yang disebut sebagai hak mengacu pada hak kewarganegaraan yang mengacu pada TH Marshall (1950) dimana berkaitan dengan dimensi sipil, politik dan sosial. (h.4).
Gallagher dkk menggambarkan situasi pembuatan klaim yang dilakukan setiap hari oleh warga negara melalui serangkaian wawancara pada warga di 4 negara yaitu Kolombia, Afrika Selatan, India dan Meksiko. 3 pertanyaan yang coba dijawab yaitu terkait apa itu pembuatan klaim dan siapa sebenarnya warga negara yang membuat klaim tersebut, ke dua, apa yang memungkinkan dan memicu terjadinya klaim, dan mengapa hal ini tampak lazim di negara-negara demokrasi berpendapatan rendah hingga menengah lalu yang ke tiga, bagaimana dampak pembuatan klaim pada warga negara.
ADVERTISEMENT
Dalam buku ini, pembuatan klaim didefinisikan sebagai keterlibatan sehari-hari warga negara dalam memperjuangkan hak mereka atau upaya yang dipimpin oleh warga negara untuk memperoleh komitmen negara pada realisasi hak-hak nya. (h.4, h.13). Hal ini merupakan bentuk yang berbeda dari praktik kewarganegaraan lainnya seperti pemberian hak suara melalui pemilu, praktik klientelisme, pengadilan maupun mobilisasi gerakan sosial. Mereka yang melakukan pembuatan klaim disebut sebagai penggugat yang merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pendekatan kepada negara untuk mendapatkan layanan atau perlindungan yang mereka rasa merupakan hak mereka namun belum terealisasi. Pengajuan klaim ini dilakukan ketika secara tertulis (de jure) Negara mengakui hak-hak warga nya namun secara nyata (de facto) tidak direalisasikan. (h.11)
ADVERTISEMENT
Pengajuan klaim lebih sering dilakukan dan juga diperlukan oleh mereka yang berada dalam posisi yang kurang beruntung dan seringkali berkembang dikala negara tidak konsisten dalam melakukan distribusi sumber daya maupun pemenuhan hak. Kondisi yang tidak merata ini juga ditandai dengan kesenjangan antara kenyataan dan realisasi yang terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial, budaya. (h.60).
Pada bagian 1, Penulis memberikan gambaran dari pengalaman warga di 4 Negara untuk mendeskripsikan subyek yang membuat klaim dan praktik pendekatan yang dilakukan warga negara dalam mengajukan klaim pada Negara. Praktik pembuatan klaim di kolombia berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan yang melibatkan keterlibatan langsung dengan lembaga peradilan melalui acción de tutela, di mana warga negara secara individu aktif mengajukan klaim atas layanan Kesehatan ke pengadilan dibandingkan pada partai politik atau melalui pertukaran klientelis. (h.15).
ADVERTISEMENT
Proses ini dilakukan karena biaya yang relatif rendah dan proses pengajuan melalui pengadilan tutela yang relatif lebih mudah. Meskipun demikian, hasil dari pengadilan ini masih terbatas pada sektoral semata dan tidak terjadi pada semua sektor dan sangat tergantung tema apa yang diperjuangkan. Selain itu, proses tersebut juga dipilih bukan karena memiliki keberhasilan yang tinggi namun karena tidak ada alternatif lain dan karena warga negara merasa harus melakukan melalui proses tersebut.
Dalam pembuatan klaim di Afrika Selatan, warga negara melakukan penuntutan hukum melalui pengadilan dan juga bentuk lain seperti petisi yang ditujukan pada pemerintahan di lokal maupun regional. Proses ini pun mencerminkan biaya yang lebih tinggi dan prosedur pengajuan tuntutan hukum yang lebih rumit yang memerlukan perwakilan pengacara dan proses litigasi yang membutuhkan waktu lama. Proses kesadaran lebih tertanam pada para elit hukum daripada tertanam secara sosial dan kesadaran hukum warga negara biasa.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Afrika Selatan, para pembuat klaim berasal dari kalangan kelas bawah dan tinggal dipemukiman yang informal (yang berkembang tanpa terkendali). Partai politik tidak memiliki peran sentral dalam mendukung pembuatan klaim dibandingkan dengan NGO, klinik hukum, dan pengacara swasta yang bekerja pro bono. Oleh karena itu, penggugat di Afrika Selatan cenderung bersifat kolektif melalui organisasi gerakan sosial, atau kelompok kecil yang didukung oleh NGO dibandingkan dengan proses yang dilakukan secara individu di kolombia. Selain itu, pengajuan klaim di Afrika Selatan juga lebih terbatas dibandingkan dengan di Kolombia. Pada konteks Afrika Selatan, tuntutan terkait perumahanlah yang mendominasi. Namun meski demikian, fokus interpretasi hanya pada larangan terhadap penggusuran dan bukan pada tanggung jawab negara pada penyediaan perumahan yang memadai.
ADVERTISEMENT
Untuk proses Di India, hanya sedikit warga negara yang mengajukan permohonan langsung ke pengadilan untuk mengajukan klaim. Masyarakat melakukan tindakan yang bersifat administratif seperti melalui lembaga lokal seperti dewan desa yang disebut sebagai panchayat. Pengajuan klaim melibatkan keterlibatan dan hubungan langsung warga negara dan personel publik yang bertugas di berbagai instansi pemerintahan. Hubungan-hubungan informal ini lah yang diupayakan oleh warga negara dalam menjamin realisasi hak nya dibandingkan dengan upaya formal melalui pengadilan.
Dalam proses yang terjadi di Meksiko, lembaga maupun sistem peradilan dianggap tidak memiliki kemampuan dalam menyelidiki maupun mengadili kasus yang terjadi. Sebaliknya, memerangi impunitas di Meksiko berkisar pada hak-hak sipil dan politik, terutama dalam kasus-kasus penghilangan paksa, di mana keluarga korban terlibat dalam penyelidikan, dan mengajukan klaim ke berbagai institusi yang relevan untuk menuntut tindakan dari negara atas peristiwa yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Pada Bagian 2, buku ini membahas kondisi-kondisi yang membuat pengajuan klaim menjadi lazim dalam situasi yang ditandai dengan ketidaksetaraan dan kinerja negara yang tidak merata. Gallagher dkk menggunakan istilah Dorongan dan Tarikan untuk memperlihatkan situasi ketika di satu sisi negara melakukan penghematan anggaran namun di sisi lain terjadi perluasan hak-hak Masyarakat. Dua gelombang kebijakan global yang diidentifikasi dalam buku ini yang menciptakan kondisi yang kondusif bagi pembuatan klaim warga negara adalah Reformasi neoliberal yang melibatkan pemotongan belanja sosial dan pengurangan kapasitas negara dan Reformasi konstitusional dan hukum yang memperluas komitmen hak-hak formal serta memperluas cakupan apa yang dapat diklaim oleh warga negara, dan menciptakan ruang-ruang institusional baru bagi warga negara. Tarik menarik ini terjadi ketika melalui neoliberal Negara memotong biaya layananan sosial, namun di sisi lain terjadi perluasan hak-hak Masyarakat sehingga hal inilah yang mendorong warga negara melakukan pengajuan klaim.
ADVERTISEMENT
Pada konteks Negara Kolombia, "dorongan" mengacu pada reformasi neoliberal yang menyebabkan pemotongan belanja sosial dan berkurangnya kapasitas negara. Hal ini mendorong warga negara untuk mengajukan tuntutan kepada negara untuk mencoba mendapatkan barang, jasa, dan perlindungan. Pada saat yang sama, "tarikan" di Kolombia adalah perluasan komitmen hak-hak formal yang didorong oleh reformasi konstitusional dan hukum. Hal ini memperluas cakupan apa yang dapat diklaim oleh warga negara dari negara dan memunculkan ruang-ruang institusional baru di mana warga negara dapat melibatkan negara dan mengajukan klaim. Jadi, "dorongan" adalah penghematan negara yang menciptakan kebutuhan yang lebih besar, sementara "tarikan" adalah perluasan hak yang meningkatkan apa yang dapat diklaim dari negara dan menyediakan jalan untuk melakukannya melalui lembaga-lembaga baru.
ADVERTISEMENT
Di Afrika Selatan faktor pendorong yaitu reformasi neoliberal tidak dipaksakan secara formal, namun dominasi global neoliberalisme membatasi pilihan dan pendanaan yang tersedia bagi pemerintah setempat yang ingin melakukan reorientasi mendasar terhadap komitmen hak-hak sosial/ekonomi. Terdapat kesenjangan antara janji Hak Azasi Manusia (HAM) dan kenyataan ekonomi yang menyebabkan tidak meratanya akses terhadap perumahan di Afrika Selatan yang mendorong warga negara mengajukan klaim.
Di India, "pendorongnya" adalah reformasi ekonomi neoliberal pada tahun 1990-an, yang menciptakan kebutuhan akan layanan publik dan bantuan sosial, yang mendorong warga negara untuk mengajukan klaim kepada negara. "Penarik" di India adalah berkembangnya komitmen hak-hak kesejahteraan, seperti Jaminan Pekerjaan Pedesaan Nasional, yang menetapkan hak hukum untuk bekerja bagi penduduk pedesaan. Hal ini, ditambah dengan kurangnya pelembagaan yang kuat atas hak-hak tersebut, membuat warga negara terlibat dalam praktik-praktik pengajuan klaim, menuntut pemenuhan hak-hak mereka dari negara.
ADVERTISEMENT
Pada konteks di Meksiko, ‘pendorongnya’ dilakukan dengan meningkatkan jaminan hak-hak formal dan mengubah konstitusinya untuk memasukkan standar hak asasi manusia internasional. Namun kesenjangan antara jaminan formal dan implementasi/penegakan aktual melebar karena tidak ditegakkannya hak-hak seperti hak atas kebenaran dan keadilan bagi para korban penghilangan paksa.
Kesenjangan antara ekspektasi Masyarakat dan implementasi kebijakan yang aktual di lapangan memainkan peran penting dalam membentuk hubungan warga-negara. Perluasan hak asasi dikombinasikan dengan pengalaman warga negara yang tidak merata dalam pemenuhan haknya mendorong terjadinya klaim. Kesenjangan inilah yang menjadi katalisator dalam proses pembuatan klaim yang mendorong warga negara memobilisasi diri pada negara agar hak nya dipenuhi.
Di dalam buku ini, para penulis juga menyampaikan 3 hal yang turut berkontribusi dalam mendorong dilakukannya pembuatan klaim. Pertama, keluhan komparatif yang dipicu melalui pengamatan terhadap hak yang dipenuhi ditempat lain atau terhadap orang lain. Pengajuan klaim menjadi strategi yang layak dilakukan ketika mengamati orang lain berhasil terlibat dan mengajukan tuntutan pada negara. Dalam hal ini, calon penggugat yang merupakan warga negara akan mengamati tindakan negara, serta perilaku warga negara lainnya. Ke dua, pengajuan klaim terjadi ketika warga negara merasakan bahwa tidak ada alternatif lain untuk mendapatkan hak mereka. Ke tiga, pengajuan klaim adalah persoalan hidup dan mati dan bukan sekedar sebuah pilihan karena sifatnya yang genting, serius dan kritis.
ADVERTISEMENT
Pada Bagian 3, para penulis mengeksplorasi konsekuensi dari pengajuan klaim, menyoroti dampaknya terhadap penyediaan barang, layanan, dan perlindungan publik. Pengajuan klaim dapat menimbulkan konsekuensi material yang dramatis bagi penggugat individu, seperti akses ke pengobatan yang menyelamatkan jiwa seperti yang terjadi di Kolombia dan juga akses Masyarakat akan jaminan sosial dan kesejahteraan yang ditampilkan di India. Namun dalam peristiwa lainnya, pengajuan klaim hanya terpenuhi setengah (parsial) seperti pembatasan penggusuran di Afrika Selatan maupun peristiwa hilangnya anak di Meksiko maupun gagal karena tidak mendapat respon atau reaksi yang tidak responsif dari pejabat. (h.49). Dalam hal ini, penulis juga membagi menjadi 3 umpan balik atau respon yang diberikan oleh pemerintah terhadap klaim yang dilakukan oleh warga negara yaitu postif, negatif dan ambivalen. Selain itu tiga kemungkinan respon yang diberikan negara juga berkutat dari tidak responsif, responsif sebagian/parsial hingga sepenuhnya responsif.
ADVERTISEMENT
Buku ini diakhiri dengan menyoroti pentingnya agenda penelitian yang lebih luas mengenai pembuatan klaim untuk memahami partisipasi politik dan politik distributif secara global. Secara umum buku ini memberikan gambaran yang jarang disorot terkait dengan proses perjuangan yang dilakukan oleh warga negara dalam memperjuangkan hak nya. Hal yang juga sebenarnya kita dapat lihat dalam serangkaian tindakan warga negara melalui serangkaian hubungan informal pada birokrat maupun pembuatan kebijakan di Indonesia alih-alih melalui upaya formal melalui lembaga-lembaga formal dalam memperjuangkan hak-haknya. Hal ini seperti yang disebutkan oleh ward berenschot dan gerry van klinken dalam artikelnya berjudul informality and citizenship : the every day state in Indonesia.