Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Perang Rusia-Ukraina Tergantung Trump
4 Maret 2025 11:58 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari MARWAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Percekcokan Presiden Amerika Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky cukup viral akhir-akhir ini. Kejadian itu terjadi saat keduanya membahas masa depan perang Ukraina dan Rusia.
ADVERTISEMENT
Ketegangan tersebut menunjukan dengan jelas bahwa ada hal yang fundamental yang belum bisa disatukan antara Trump dan Zelensky. Dalam hal ini adalah cara Trump mengakhiri perang berbeda dengan cara yang diinginkan oleh Zelensky.
Trump menyalahkan apa yang dilakukan oleh Zelensky selama ini. Trump juga tidak lupa menyalahkan presiden Amerika sebelumnya yakni Biden bahkan presiden sebelum Biden dari Partai Demokrat, Barack Obama. Trump menyalahkan orang-orang tersebut. Baginya, mereka salah mengambil keputusan sehingga perang terjadi dan situasi buruk tengah terjadi di Ukraina akibat Perang tersebut.
Tidak hanya sampai disitu, Trump juga ingin agar Ukraina mengompensasi bantuan militer dan ekonomi selama ini yang diberikan oleh Amerika. Salah satu caranya adalah Ukraina mau berdamai dengan cara yang ditempuh Trump serta Amerika diberikan akses pada mineral tanah jarang yang dimiliki Ukraina. Secara ekonomi, kekayaan alam ini akan sangat menguntungkan Amerika.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Trump justru menunjukan gelagat lebih pro kepada Rusia yang selama ini dianggap oleh negara-negara barat (Amerika termasuk di dalamnya) sebagai akar masalah terjadinya perang di Ukraina. Dalam suatu kesempatan Trump mengatakan bahwa barat dan ukraina seharusnya mengerti posisi Rusia. Rusia ingin Ukraina tidak masuk dalam Blok Barat. Demikian juga barat yang seharusnya tidak menarik-narik Ukraina untuk bergabung dengan mereka.
Dengan kata lain, dalam kacamata Trump yang sejurus dengan sikap Rusia selama ini, Rusia ingin agar Ukraina sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Rusia untuk tetap pada posisi netral, tidak ke Rusia atau ke barat.
Pasalnya, jika Ukraina masuk dalam Blok Barat atau bergabung dengan kerja sama militer dan keamanan NATO maka akan menjadi ancaman eksistensial bagi Rusia. Ukraina akan menjadi lokasi penempatan pasukan militer dan senjata termasuk nuklir NATO yang menjadi musuh bebuyutan Rusia selama ini. Hal yang selama ini tidak diinginkan oleh Rusia.
ADVERTISEMENT
Pakar politik Amerika dari Universitas Chicago, John Mearsheimer, juga sudah memperingatkan ini sejak dulu. Bahwa jika barat dan NATO terus menarik Ukraina untuk bergabung bersamanya maka situasi seperti hari ini akan terjadi. Sayangnya, NATO tidak mengindahkannya. Apalagi Rusia merupakan representasi dari Uni Soviet di era perang dingin dimana mental perang dingin itu sampai hari ini masih belum hilang bahkan makin membesar.
Zelensky Boneka Barat
Banyak yang mengatakan bahwa jika Zelensky bersedia bernegosiasi dengan Rusia sejak awal atau arah kebijakan luar negerinya tetap netral, perang akan berhenti sejak awal bahkan tidak akan terjadi. Namun, Zelensky justru kukuh pada pendiriannya untuk mengikuti nasihat barat.
Ukraina diyakinkan oleh barat bahwa Rusia akan dapat dikalahkan. Setelah itu, Ukraina bisa bergabung dengan NATO. Akan tetapi realita di lapangan justru terjadi sebaliknya. Rusia masih kokoh secara ekonomi walaupun barat menjatuhkan sanksi yang begitu keras.
ADVERTISEMENT
Di palagan perang pun Rusia jauh lebih unggul meski barat mengucurkan bantuan militer yang begitu besar ke Ukraina, yang belakangan Trump gerah akan kebijakan bantuan ini.
Ukraina berkali-kali memohon agar Ukraina diterima masuk ke NATO. Hal ini dilakukan karena belakangan Zelensky mulai menyadari bahwa hanya dengan bergabung dengan NATO, Rusia bisa dikalahkan. Sayangnya, rencana itu ditolak oleh banyak anggota NATO. Organisasi ini tidak berani mengajak Ukraina masuk.
NATO sangat menyadari bahwa menyetujui Ukraina menjadi anggota NATO adalah garis merah bagi Rusia. Rusia akan siap berperang habis-habisan dalam skala besar dan sangat memungkinkan akan menggunakan senjata nuklir jika batasan ini dilanggar. Ini yang ditakutkan oleh barat.
Tidak salah jika Trump, dalam pertemuan dengan Zelensky yang berujung percekcokan di ruang oval Gedung Putih, menyalahkan sikap Zelensky selama ini yang dapat memicu terjadinya perang dunia ke tiga, kondisi yang tidak diinginkan oleh banyak orang.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini NATO hanya menjanjikan bahwa Ukraina dapat bergabung ke NATO apabila perang sudah berakhir. Namun, dengan alasan-alasan di atas, janji NATO hanyalah pepesan kosong.
Barat Tidak Berdaya
Sementara itu, barat dalam banyak hal sering tidak solid. Misalnya, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban sering mengkritik kebijakan luar negeri negara barat lain terhadap Rusia. Atau beberapa anggota NATO yang masih tergantung pada energi Rusia masih menolak untuk memutus ketergantungan terhadap energi tersebut dari Rusia.
Belum lagi, barat secara umum masih sangat tergantung pada Amerika, mengingat negara ini memiliki kapasitas ekonomi dan militer terbesar di dunia. Barat terlebih Ukraina pun masih sangat tergantung pada dua power yang dimiliki Amerika tersebut.
Makanya sangat beralasan ketika Trump merubah haluan kebijakan luar negeri Amerika terhadap Ukraina dan Rusia bahkan barat, banyak yang kelimpungan. Barat dan terutama Ukraina terpojok. Zelensky tidak memiliki kartu permainan yang bisa diandalkan.
ADVERTISEMENT
Keterdesakan Zelensky itu dapat dilihat dalam gestur tubuh dan adegan berbantah-bantahan dengan Trump dan wakilnya, dalam pertengkaran di Gedung Putih tersebut. Sementara itu, barat tidak memiliki ekonomi dan militer yang mumpuni jika terus mendukung Ukraina dalam perang jangka panjang tanpa dukungan Amerika.
Wajah Perang Selanjutnya
Nasi sudah menjadi bubur. Ukraina tidak bisa dikembalikan seperti sedia kala. Ukraina telah menjadi negara pariah. Tidak lagi memiliki ekonomi dan militer yang mumpuni. Namun, bagi Zelensky jalan perdamaian adalah tetap melanjutkan perang. Baginya, perang dan terus menekan Rusia akan membuatnya menang.
Zelensky akan terus mengikuti nasihat dan janji-janji barat. Zelensky mau tidak mau harus terus berperang dengan mengandalkan bantuan militer dan ekonomi dari barat meskipun sedang mengalami kekurangan tentara. Sementara itu, proposal perdamaian yang diajukan Trump dan Rusia juga ditolak olehnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Rusia yang memiliki superioritas dalam palagan perang sudah secara tegas dengan tujuan awalnya yakni tidak ingin mengikuti konsep perdamaian dalam skenario barat. Rusia semakin di atas angin, selain karena didukung oleh Trump, juga memiliki keunggulan militer terutama daya gentar lain yakni senjata nuklir.
Rusia juga tidak ingin kalah. Bagi Putin, perang di Ukraina adalah pertaruhan martabatnya dan Rusia. Apalagi Putin pernah berkata bahkan disampaikan dalam doktrin pada militernya bahwa salah satu kesalahan terbesar sejarah adalah membubarkan Uni Soviet. Rusia sebagai representasi Uni Soviet tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Dia tidak ingin kalah lagi. Rusia tidak boleh disingkirkan sebagai aktor yang signifikan dalam percaturan politik global.
ADVERTISEMENT
Wajah perang Rusia-Ukraina bisa berubah jika ada perubahan radikal dari salah satu aktor utama. Aktor utama itu adalah Amerika. Trumplah yang akan menjadi game changer, pengubah arah permainan. Jika Trump konsisten keras pada pendiriannya untuk memaksa Zelensky bersedia berdamai dengan cara Trump, arah perang ini akan berjalan ke arah perdamaian.
Trump punya banyak alasan untuk mendamaikan itu. Logika Trump adalah logika untung rugi. Trump yang sejak awal lebih menekankan pada nasionalisme Amerika dalam slogan “America First”, tidak setuju dengan kebijakan luar negeri Biden dalam relasinya dengan Rusia dan Ukraina. Trump lebih menekankan pada kalkulasi kepentingannya dan negara.
Baginya, memberi bantuan militer dan ekonomi dalam jumlah yang besar ke Ukraina justru tidak memberi keuntungan ekonomi yang lebih ke Amerika. Trump ingin ada perdamaian di Rusia dan Ukraina, kemudian ingin menguasai mineral tanah jarang yang berada di Ukraina. Bahkan Trump juga pernah mengutarakan niatnya untuk menarik diri dari jaminan keamanan terhadap Eropa.
ADVERTISEMENT